Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

LONDON LOVE STORY (2016)


Sejak dulu, sinema beserta para aktor dan aktris di dalamnya (baca : selebritas) selalu menjadi tempat acuan serta angan-angan para penonton, menjadi sebuah tempat khayalan tatkala mereka di bekali paras rupawan, barang-barang trendy, hidup dalam kemewahan serta tinggal di luar negeri. Ya, seperti itulah saya dan penonton awam lainnya yang sulit menolak untuk tergiur pada semua kenikmatan duniawi itu. Sayang realita enggan berjalan beriringan dengan keinginan, semua hal itu hanya akan kamu saksikan di sebuah layar, menebus keinginan yang urung untuk terlaksana, guna merasakan sebuah khayalan indah sembari sejenak melupakan realita.

Maa tak salah London Love Story selaku karya kedua dari rumah produksi yang memulai awal karirnya melalui sebuah FTV bertengger pada deretan "10 Film Terlaris Tahun 2016". Mengajak penonton untuk merasakan sebuah sensasi yang telah saya tulis di atas, dan tak peduli cerita yang di hantarkan oleh Tisa TS, yang penting cara Asep Kusdinar mewujudkan angan-angan penonton (khususnya remaja) di buat melayang serta terbawa emosi tatkala melihat percintaan Dave (Dimas Anggara) dan Caramel (Michelle Ziudith) di rundung masalah. Caramel menganggap bahwa Dave tak lebih dari sekedar seseorang yang singgah kemudian meninggalkan luka yang mendalam. Meskipun Dave mencari Caramel dan mencoba menjelaskan apa yang telah terjadi, nyatanya rasa sakit itu pun yang membuat Caramel sulit untuk menerima cinta Bima (Dion Wiyoko). Begitupun dengan Dave yang menolong seorang wanita yang hendak bunuh diri bernama Adelle (Adilla Fitri) guna menciptakan tambahan cerita sekaligus karakter.
Ya, seperti yang telah saya singgung di atas, London Love Story punya cara ampuh untuk membawa penonton melupakan realita, membawa angan-angan yang ingin di capai di tengah sulitnya angan-angan itu untuk terlaksana. Setidaknya itu yang menjadi alasan ampuh para penonton untuk menontonnya, selain promosi yang gencar di lakukan, nyatanya London Love Story pun mampu membuat para "remaja galau" terbius akan kisah cinta karakter, di lngakapi dengan quotes yang tampil sederhana dan bernada puitus, meski di balik itu semua acap kali lontaran dialog tak sinkron dengan aksen pengucapan yang dilakukan karakter.

Ya, selain tampil mewah dan mewujudkan keingin penonton untuk pangsa yang di capainya (kamu jelas tahu jelas penonton macam apa) naskahnya pun luar biasa tipis dan malas untuk menjabarkan adegan, tak terhitung beberapa momen yang tampil memalukan lalu lalang di sini, seperti Bima yang memaksa Caramel untuk berkencan dan menyalip antrian para pembeli tatkala Caramel bekerja, itu bukan romantis, melainkan memalukan. Begitupun Adelle yang di tolong oleh Dave yang seperti "tak punya moral" membuat se-isi Apartemen berantakan plus meminta uang kepada Dave secara berlebih guna membeli barang yang di inginkan (gadis macam apa ini?). Tak peduli seberapa aneh dan tak logis adegan yang di tampilkan yang penting penonton dapat merasakan wildest dream-nya. Setidaknya itu yang mereka pikirkan.
Alhasil persepsi setelah menonton film ini akan membelah dua persepsi, yakni orang yang begitu menikmatinya dan sebaliknya. Saya berada pada golongan orang kedua, toh mungkin penonton lain merasakan nikmat duniawi yang begitu dahsyat, setidaknya film ini mengantarkan semuanya secara mulus meski harus tampil membodohi logika terutama realita. Bukan produksi Screenplay Films jikalau tak menghadirkan twist dadakan, meski harus di akui twist itu terkesan di paksakan dan tak perlu jafir sekalipun, nyatanya ini masih menjadi andalan bagi Asep Kusdinar dan Tisa TS. Michelle Ziudith memimpin sebagai cast yang paling enonjol sekaligus yang paling berhasil merah atensi penonton, lewat gestur imut dan ekspresi yang relatable ia berhasil menampilkan Caramel, sementara Dimas Anggara tak lebih dari sekedar cowok cool yang menjadi idaman wanita, meski harus di akui ia sering kehilangan kharisma-nya karena ucapan dialog yang teresan kurang sinkron. Ramzi cukup berhasil menjadi comic relief meski mungkin ia belum bisa di katakan bagus, sementara Dion Wiyoko dan Adilla Fitri tak lebih dari sekedar bumbu penceritaan supaya makin sedap di lihat.

London Love Story sebuah sinema yang masih jauh berada pada kualitas mumpuni, naskah yang tipis serta eksekusi yang terlalu dangkal membuatnya kesulitan untuk berada pada taraf memuasan, konflik yang cenderung terasa tampil safe. Walaupun demikian, London Love Story sukses membawa sebagian penonton jauh ke awang-awang merasakan kenikmata duniawi yang mereka inginkan sembari merupakan realita mereka yang sulit mencapai itu semua.

SCORE : 2/5




Posting Komentar

0 Komentar