Diangkat
dari sebuah program Oz Radio berjudul sama, Jangan Dengerin Sendiri
(JDS) memang mengusung sebuah premis yang bisa dikatakan menarik dan
menjanjikan untuk diekploitasi bahkan diesksplorasi menjadi sebuah
sajian urban legend horror. Senagaimana tajuk di programnya, konon jika
mendengarkan siaran JDS sendirian teror dari hantu akan mendatanginya. Pertanyaan
yang di dominasi oleh "bagaimana dan kenapa" itu punya potensi besar
untuk menjabarkan serta menghadirkan cerita disamping kemunculan makhluk
halus yang menjadi daya tarik film ini. So,bagaimana dengan hasilnya?
Crew Jangan Dengerin Sendiri (JDS) sedang memburu serta menyambangi
spot angker guna untuk disiarkan, mulai dari TPU Jeruk Purut-Jakarta
hingga Gua Belanda-Bandung. Sementara itu tiga remaja tengah melakukan
ekspedisi ke Gunung Sadahurip, Garut,guna untuk melengkapi dan
menyelesaikan tugas mata kuliah mereka. Sekembalinya dari gunung,
mereka justru kerap diteror oleh hantu berwujud nenek-nenek, tak mau
teror itu berlanjut, mereka kemudian meminta bantuan kepada Naomi
(Naomi Angelia Sea) yang tsk lain adalah host sekaligus seorang indigo.
Seperti yang saya tulis pada sinopsis diatas, Jangan Dengerin
Sendiri karya sutradara Dedy Syah memang dibagi menjadi dua babak, ya
perjalanan crew JDS dan perjalanan ketiga remaja dan kemudian kedua
babak itu akan menemukan titik permasalahan yang sama. Mempunyai konsep
menarik terkait "how and why" Jangan Dengerin Sendiri (JDS) yang berada
dibawah sokongan nasah dan cerita dari Muhammad Abiyoso dan Ridho
Saiful Amin malah berbelok kearah yang berbeda, premis terkait "how and
why" tadi alih-alih untuk dijelaskan dan diggali lebih dalam justru tak
dimanfaatkan dan hanya berujung sekedar "hiasan" saja. Jangan harap kamu
akan menemukan jawaban dari semua itu, seolah tak ingin dicap sebagai
film horor biasa, ia juga kembali memasukan mitologi tentang Gunung
Sadahurip yang berada di Garut (that's my place, when i was born and
now) yang lagi-lagi urung dipaparkan secara tuntas. Benarkah disana
terdapat piramida? Apa hubungannya dengan kalung milik Alya (Adinda
Rizkyana)? Janganlah berharap untuk menemukan jawaban tersebut, memang
nyatanya tak akan kamu temui dari film ini.
Sangat
disayangkan memang, Jangan Dengerin Sendiri yang mempunyai potensi untuk
menjadi sebuah sajian horror yang oke harus berujung pada hasil yang
memang jauh dari kata bagus. Betbagai potensi dibiarkan begitu saja
berbarengan dengan setumpuk pertanyaan yang urung untuk dijelaskan guna
memperbaiki kualitas dan dibiarkan menumpuk begitu saja, Berbagai
konflik dibuat hanya untuk membuka jalan untuk menampilkan berbagai
macam penampakan demi penampakan hantu yang terasa menggelikan dengan
kualitas yang sangat busuk dan mencengangkan. Lihat saja penampakan
hantu pada poster yang hanya tampil numpang lewat, kenapa tak poster
hantu nenek-nenek saja? Dari posternya saja, tampsk jelas memang sudah
menyimpang kemudian cerita juga mengikuti jalan yang sama, akting pemain
juga demikian, scoring yang sangat mengganggu dan yang paling
mengganggu adalah tata make up hantu dengan memakai penggunaan CGI yang
memang sangat trend belakangan ni di ranah film horor Indonesia yang
berniat menampilkan keseraman malah berakhir kelucuan. Overall, Jangan
Dengerin Sendiri adalah sebuah film yang mencoba tampil pintar, namun
tanpa dukungan yang maksimal.
SCORE : 1/5
0 Komentar