Setelah
tampil dengan menggarap Blue Ruin yang penuh dengan pujian, yang
mempunyai konsep minimalis bermodalkan aksi balas dendam, namun terasa
kokoh. Hendak mengulang kesuksesan di film sebelumnya, sang sutradara,
Jeremy Saulner kembali menghadirkan sebuah konsep minimalis nan kokoh
dan tentunya liar dalam menghadirkan sebuah pertempuran Punk Vs Nazi
berisikan interogasi terhadap subjek
ditemani dengan kekerasan ciri khas semangat film eksploitasi klasik,
mencengkram penonton dari awal hingga akhir. Green Room adalah sebuah
sajian thriller horor yang bukan hanya biasa.
Band Rock Punk
'The Aint's Rights' yang beranggotakan seorang bassist Pat (Anton
Yelchin), gitaris Sam (Alia Shawkat), drummer Reece (Joe Cole), dan sang
vokalis Tiger (Callum Turner) suatu ketika mendapatkan jadwal manggung
dadakan di sebuah lokasi terpencil di Portland. The Aint's Rights
memilih lagu Nazi Punks Fuck Off sebagai salah satu lagu yang mereka
tampilkan, namun celakanya tempat tersebut merupakan bar neo-Nazi.
Mencoba kabur dari amarah para anggota band menyaksikan pembunuhan
brutal di ruang hijau, terperangkap bersama wanita bernama Amber (Imogen
Poots) dan berusaha mencari jalan keluar dari tempat yang telah
dikelilingi milisi senjata di bawah pimpinan Darcy Banker (Patrick
Stewart).
Dengan menggunakan dasar yang begitu kental dari
film-film eksploitasi, Jeremy Saulner melakukan apa yang ia lakukan di
Blue Ruin memasang plot minimalis namun kokoh dan memiliki rasa realisme
yang begitu memikat sehingga rasa mengerikan yang ia ingin tampilkan di
cerita terasa memikat dan tersampaikan dengan baik. Dengan karakter
yang terjebak lalu mencoba mencari jalan keluar, Green Room menyajikan
sebuah lingkaran setan dengan thrill yang menyenangkan untuk diikuti,
menyaksikan karakter putus asa dan berjuang mempertahankan hidup mereka
dan ditemani dengan rasa gelap yang mengganggu untuk memperdalam situasi
mendesak dari cerita.
Hal terbaik yang dilakukan oleh Green
Room adalah cara Saulner mempererat karakter dengan momentum cerita yang
oke, Saulner juga dapat memanfaatkan apa yang Green Room punya dari
eksploitasi thriller yang bergerak cepat terlebih film ini menggunakan
ruang sempit sebagai aksi pertarungan yang cenderung menghasilkan sebuah
aksi yang monoton, namun Saulner kenyataannya memang mampu mencengkram
karakter seta penonton dalam keadaan ngeri. Selain itu juga, Saulner
berhasil memanfaatkan karakter tadi dengan cermat. Di awal kita dibawa
untuk merasa dekat dengan karakter, kita memahami pada situasi yang
mereka hadapi, dan dampaknya situasi berbahaya yang sedang terjadi akan
membuat kamu merasa waspada. Saulner juga pintar mencampur antara hitam
dan putih, kita tahu bahwa karakter memang melakukan kesalahan lewat
hukum kaukalitas tadi, tapi rasa frustasi yang bertumpu pada proses
negoisasi itu merangkul penonton untuk menginginkan para anggota band
dan wanita asing itu untuk dapat selamat.
Itu satu hal menarik
lainnya, Saulner seperti mempermainkan sebuah isu kepada penonton
sembari bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya, dengan sebuah
elemen dan komposisi yang ke tadi Saulner tetap mampu meniptakan kesan
"berbahaya' terlebih pada sang villain serta para anggota band yang
was-was dan berharap untuk selamat. Dengan demikian, Jeremy Saulner
bukanlah seorang sutradara yang mampu memberikan sebuah loncatan yang
besar dari filmnya, tapi membuktikan bahwa ia adalah sutradara yang
mampu mengolah cerita eksploitasi nan minimalis menjadi sajian yang
kokoh dan tentunya menawan.
SCORE : 4/5
0 Komentar