Memang
bukan sebuah premis yang bisa dibilang baru, premis ini sudah lazim
digunakan oleh filmmaker lainnya, mengangkat sebuah kisah romansa
dibalik kejamnya perang saudara serta tatanan masyarakat yang begitu
ekstrem, pernah digunakan juga oleh Pearl Harbour, Fury serta Unbroken.
Lalu apakah Gernika dapat kembali membuat sebuah perubahan dalam skala
besar? Gernika a romantic war with the taste mixed of Pear Harbour and Unbroken.
Bersetting di Spanyol, tahun 1937 saat perang saudara, tepatnya di
sebuah desa bernama Gernika, Henry (James D'Arcy) seorang Jurnalis yang
datang ke Spanyol untuk meliput berita tentang perang saudara, mobil
yang dikendarai Henry terkena serangan bom, hingga ia harus berurusan
dengan kantor pers internasional, dan bertemu dengan Teresa (Maria
Valverde) seorang anggota kantor pers, meski awalnya terasa canggung
Henry dan Teresa perlahan-lahan mulai menjalin hubungan, namun
kebahagiaan mereka harus terenggut dikala tatanan sosial yang begitu
kejam dan Spanyol, tepatnya di Gernika sedang dilanda perang saudara
kembali.
Memang setelah membaca sinopsis diatas sudah terlihat
bahwa film yang digarap oleh Koldo Serra dengan sokongan naskah dari
Carlos Clavijo Cobics dan Barney Cohen serta bantuan story dari Jose
Alba mempunyai cerita yang dangkal, serta umum digunakan. Memang sebuah
cerita yang dangkal akan terlihat asik jika dibantu oleh directoring
yang mumpuni, namun apa yang dilakukan oleh Koldo Serra adalah
sebaliknya. Serra di paruh awal film ini masih ragu kemana sebenarnya
membawa jalur nahkoda film ini, film ini seolah-olah tidak memiliki arah
tujuan yang jelas kemana sebenarnya akan berlayar, apakah lebih
mengedepankan jalur war atau romantisme? Sungguh sebuah jalur yang
membingungkan yang dipilih film ini, dimana film ini hanya mengambil
separuh diantara jalur tadi, berada ditengah-tengah antara war dan
romantic.
Memang harus diakui film ini sukses menggambarkan
sebuah tatanan masyarakat serta sosial yang kejam, dimana seseorang yang
berbuat salah harus menerima hukuman yang berat, diasingkan, serta
dianggap pengkhianat, sebuah point tersendiri bagi film ini, juga visual
effect CGI ledakan bom yang lumayanlah, meskipun agak kasar. Namun apa
yang dilakukan Koldo Serra terhadap film ini, mempunyai dua point
tersendiri itu tak ia manfaatkan, ia malah sibuk membangun sebuah
jembatan cerita untuk film ini, serta penonton dibuat menunggu "waktu
yang ditunggu-tunggu" menunjukan batang hidungnya. Terlalu lama
membangun sebuah konflik menyebabkan film ini terkuras, elemen romantis
maupun war terasa sekejap dan kurang, sehingga seperti yang saya
sebutkan tadi, film ini hanya duduk ditengah-tengah, tak mampu
menjangkau kedepan serta ditutup dengan klimaks yang berasa melodrama,
namun entah kenapa menurut saya film ini terlalu memaksakan diri untuk
membuat penonton bisa memberikan simpati dan empati, terasa hampa dan
hambar Serra menutup film ini dengan klimaks yang memaksa penonton untuk
merasakan dan berada disamping karakter yang kurang dipoles oleh Serra,
seandainya Koldo Serra memberikan bekal kepada karakter, setidaknya
elemen itu akan berhasil menarik simpati penonton.
Overall,
Gernika sebuah romantic war yang mempunyai cerita yang mentah serta
kurang matang baik itu disektor cerita, directoring, maupun karakter.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar