Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

CINTA LAKI-LAKI BIASA (2016)

Melihat jejeran nama seperti Alim Sudio, Asma Nadia serta Guntur Soeharjanto jelas bukanlah pertama kali mereka bersatu dalam sebuah layar, sebelumnya mereka bertiga tergabung dalam "Jilbab Travelers: Love Sparks in Korea". "Cinta Laki-Laki Biasa" mempertemukan kembali jajaran nama itu sebagai usaha membangun sebuah suguhan film bernuansa religiusititas. Memang masih memegang paem umum layaknya film beretema serupa, namun "Cinta Laki-Laki Biasa" mempunyai sebuah effort yang mulus tanpa adanya sebuah kesan menggurui atau karakter kelewat sempurna, yang mana adalah sebuah penyakit film bertemakan religi.

Ceritanya sendiri berkisah mengenai Nania (Velove Vexia) seorang wanita dari golongan "berada" yang kemudian melakukan sebuah praktek di sebuah proyek pembangunan rumah sederhana, yang kemudian mempertemukannya dengan Muhammad Rafli Imani (Deva Mahenra) seorang lelaki yang menjadi mentor-nya. Berawal dari sanalah cinta mempertemukan mereka, sehingga tatkala Rafli melamar Nania guncangan pun terjadi terkait "status" yang menjadi permasalahan sang ibu Nania (Ira Wibowo) yang menentang keras, begitupun dengan ketiga kakaknya (Dewi Rezer, Fanny Fabriana, Donita) yang sukses menikah dengan laki-laki yang mapan (Agus Kincoro, Uli Herdiansyah, Adi Nugroho). Namun cinta tak kalah karena urusan itu, Nania dan Rafli kemudian menjalin sebuah rumah tangga.

Memang cerita yang tertera diatas terkesan formulaic tentang sebuah kisah cinta "beda status" yang mana sudah ribuan kali menjadi langganan sebuah film dan FTV yang sering muncul di televisi swasta. Namun materi yang sudah terkesan formulaic ini menyimpan sebuah konflik sederhana namun berpotensi tampil secara intim. Begitupun yang terjai di film berdasarkan sebuah novel karya Asma Nadia ini yang kemudian turut serta sebagai peracik naskah bersama Alim Sudio, ia memang tak terkesan mewah, namun benturan konflik terkait "status" itu mampu tampil secara mulus tanpa adanya sebuah paksaan terkait cerita maupun tampil secara tergesa-gesa.

Guntur Soeharjanto selaku sutradara mampu mmainkan timing yang tepat sehingga membuat penonton cepat pula memberikan sebuah simpati kepada karakter, tengok saja adegan tatkala sang mertua (Ibu dari Nania) terlalu mengurusi rumah tangga Nania seperti mengirimkan sebuah peralatan bayi tatkala Nania hamil karena ia beranggapan bahwa Rafli tak akan mampu untuk membelinya, itu memang sebuah adegan sederhana namun itu pun berkat kinerja Soeharjanto mampu menampilkan sebuah gesekan yang kuat, khususnya terkait batin Rafli yang seolah dianggap remeh. Intimitas itu pun yang menjadi kekuatan dasar karakter, karakter Rafli memang tak sempurna, ia hanyalah seorang laki-laki biasa seperti yang telah tercantum di judulnya, tapi cinta yang ia miliki sangat luar biasa, ia beranggapan bahwa sebuah kebahagian itu tak dibangun dalam kemewahan, tapi dengan sebuah kesederhanaan yang diwarnai keakraban dan ketulusan, sama seperti halnya rumah tak perlu mewah, karena rumah mewah tak menjamin keluarganya akan bahagia, melainkan dari sebuah rasa yang kita ciptakan terhadap rumah itu.

Dikala itu pun juga Soeharjanto piawai memainkan emosi, emosi karakter dan penonton tersulut semakin kuat pula semakin pelik, belum lagi tatkala sang ibu Nania yang sering membandingkan Rafli dengan sang kakak serta Tyo Handoko (Nino Fernandez) seorang dokter muda yang tadinya akan dijodohkan dengan Nania. Disaat bersamaan juga musik gubahan Andhika Triyadi mampu mengisi celah emosional adegan tersebut, sehingga menampilkan sebuah pergolakan yang sama hebatnya. Deva Mahenra mampu menyuntikkan sisi emosional yang pas, batin ia memang terkoyak habis, tapi tutur ekspresi yang ia tampilkan begitu membantu yang jelas tergambar dari raut wajahnya, sementara itu Velove Vexia mampu mejadi lawan sepadan bagi Deva ia pun tampil begitu natural serta memberikan dampak yang baik pada chemistry mereka, Ira Wibowo pun tak kalah hebatnya, ia mampu menjadi penyulut konflik yang tak tampil intimidatif namun intimacy. Nino Fernandez mungkin tak terlalu tampil banyak ruang, tapi keberadaannya pun mampu menciptakan konflik yang cukup kuat, seperti tatkala ia merawat Nania di rumah sakit tempat ia bekerja.

Kala penceritaannya menuju third-act Soeharjanto justru tampil tergesa-gesa ingin segera menuju klimaks, alhasil adegan itu pun tampil kurang maksimal dan sedikit menurunkan tensi cerita. Kala tensi mulai naik Soeharjanto mengemasnya begitu menggampangkan dan terburu-buru, meski tak sepenuhnya mengganggu intensitas cerita, jelas ada lebih baiknya kalo third-act ini tampil sedikit santai, hal ini terjadi mungkin demi mempercepat durasi sehingga tak pelak gulirannya begitu cepat. Walaupun demikian, tata gambar arahan Cesa David Luckmansyah jelas membantu aliran cerita, meski ta tampil memikat nan mewah seperti di "Jilbab Travelers: Love Sparks in Korea" namun ritmenya terasa pas. "Cinta Laki-Laki Biasa" garapan Guntur Soeharjanto memang bermodalkan cerita yang lumrah terjadi, namun berkat timing serta penggarapan yang mumpuni, menjadikannya jauh dari kesan megecewakan, meski kekurangan di akhir melekat pada film ini.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar