Love You... Love You Not... (2015)
Remake film I Fine... Thank You Love You asal negeri gajah putih,
Thailand yang mana mencapai kesuksesan pasca perilisannya, dan itu pun
yang menarik rumah produksi MVP Pictures guna mengulang kesuksesan
tersebut (tujuan rata-rata di buatnya sebuah film remake). Pro dan
kontra terkait perbandingan antar film original dan remake-nya selalu menjadi
perdebatan yang sering di lontarkan oleh para penggemar film aslinya,
namun di sini saya tidak akan membandingkan masalah itu karena memang
secara pribadi saya belum menonton film originalnya. Pola penceritaannya
sendiri berkisah mengenai Suchin (RR Melati Pinaring) yang meminta
bantuan guru les Bahasa Inggris-nya, Amira (Chelsea Islan) pasca ia
lolos wawancara dan kemudian pergi ke negeri Paman Sam. Bantuan itu
berupa sebuah pesan bantuan untuk memutuskan hubungannya dengan sang
kekasih, Juki (Hamish Daud) seorang bule Jakarta yang tak bisa berbahasa
Inggris yang kemudian membuat Suchin tak nyaman. Sewaktu menyampaikan
pesan tersebut nyatanya Juki tak terima dan meminta Amira untuk
mengajarinya Bahasa Inggris guna menyusul Suchin. Amira pun mau tak mau
menerima permintaan Juki, memang awalnya Amira di buat jengkel dengan
tingkah laku Juki selaku proses privat berlangsung, namun perlahan tapi
pasti, seperti kebanyakan film yang kita tonton, rasa benci kemudian
berubah seketika menjadi cinta.
Sridhar Jetty selaku sutradara,
menggarap Love You... Love You Not... layaknya film bertema romansa
dengan selingan comedy yang sering kita temui, tak ada sesuatu hal yang
baru yang dilakukan oleh sang sutradara di sini, berawal dari pengenalan
tokoh utama, kemudian bergeser ke ranah comedy, masuk konflik, kemudian
resolusi akhir. Ya, pola generik itu masih terjadi di sini, Sulit untuk
mengatakan bahwa film arahan Sridhar Jetty ini berada pada level
memuaskan, karena memang terhitung apa yang ia tuangkan di sini memang
jamak kita temui di film bergenre serupa, gelakan comedy terkesan hit
and miss. Belum lagi setelah kemunculan tokoh seorang pria yang
mencintai Amira (Miller Khan) hadir, tokohnya pun tak lebih dari sekedar
cowok tajir namun sulit untuk menyatu dengan hati. Menuju pertengahan,
laju film ini semakin kendor, beberapa momen manis seperti boncengan
antar dua karakter hingga mengunjungi pesta memang mampu menampilkan
kesan romantisme yang cukup oke. Hamish Daud dan Chelsea Islan mampu
menjadi karakter yang likeable, penonton pun dapat bersimpati dengan
mudah terhadapnya. Ya, performa kedua cast memang bisa di bilang tampil
bagus, namun sayang inkonsistensi terkait tone hingga kesan predictable
pun terlanjur melekat di film ini. (2.5/5)
ABDULLAH V TAKESHI (2016)
Abdullah V Takeshi garapan sutradara Kemal Palevi yang kemudian
merangkap sebagai pemain dan berperan sebagai Takeshi yang lahir di
Jepang bersamaan dengan Abdullah (Dion Wiyoko). Mereka tumbuh atas
didikan kultur masing-masing, Takeshi dengan gaya Jepang-nya atas
didikan orang tua (Hiromitsu Harada a.ka Chef Harada dan Ayumi Harada),
begitupun dengan Abdullah yang lekat dengan pribadi orang Arab atas
didikan orang tua (Natalie Sarah dan Mike Lucock). Keduanya pun kuliah
di ampus yang sama, juga memperebutkan wanita pujaan yang sama pula, ia
adalah Indah (Nasya Marcella). Tentu pola berikutnya yang terjadi adalah
bagaimana kedua tokoh tersebut memperebutkan sang wanita pujaan lewat
berbagai cara masing-masing (berkenaan dengan kultur tokoh
masing-masing). Abdullah V Takeshi memadukan dua kultur Jepang dan Arab
sebagai fokus utama, dan itu bisa di bilang berhasil meski tak selamanya
berjalan mulus, isu terkait kultur yang melekat pada diri karakter
memang mengandung beberapa sindiran yang bisa di bilang cukup berani,
khususnya terkait bangsa keturunan Arab yang digambarkan mempunyai
sebuah cafe yang mungkin bak sebuah diskotik, lengkap dengan musik DJ
serta para pengunjung yang menari lengkap dengan baju geblus-nya. Secara
tak sengaja itu berarti sindiran, namun saya tak akan menjelaskan
secara detail, karena secara pribadi saya juga dibuat annoying
melihatnya, dan takut menjadi perbincangan yang berujung sebuah
pertengkaran terkait ketidaksetujuan, begitupun yang dilakukan oleh ayah
Abdullah yang secara sengaja bersaing dengan cara kotor dengan ayah
Takeshi, pasalnya ayah Abdullah yang memulai duluan, dan saya harap
adegan ini tak diikuti oleh kaum se-agama saya yang notabene beragama
Islam.
Durasi awal memang di habiskan untuk memperebutkan tokoh
utama, namu perlahan menuju pertengahan Kemal Palevi mengubah dan mulai
menunjukan inti film ini yang sebenarnya yakni terkait "Putra yang
tertukar" yang mana sering menjadi sasaran empuk bagi para pembuat
sinetron di stasiun televisi swasta. Cara penyampaian Kemal sendiri
memang berjalan mulus, penempatan comedy pun terkesan hit and miss,
namun inti twist film ini terasa sangat dangkal, dimana kita tahu sedari
awal opening yang menampilkan proses melahirkan semuanya sudah
terendus. Tak heran jika Abdullah V Takeshi sendiri serasa kehilangan
taji-nya, memang inti film ini jelas meneriakan hal terkait diversity
yang mana sering menjadi sebuah hal yang berujung diskriminasi dan
kemudian meruntuhkan toleransi. Itu memang jelas nyatanya, namun
masalahnya sendiri berada pada cara Kemal sendiri yang menggarap serta
menulis naskahnya terkesan kurang rapi, twist tiba-tiba bisa dibilang
berada pada level biasa khas sinetron, dan itu yang membuatnya ditutup
nyaris tanpa taji di balik kesan yang berarti. (2.5/5)
0 Komentar