Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

A COPY OF MY MIND (2015)

Apa yang terlintas dibenak kamu jika mendengar nama Joko Anwar? Horror? Thriller? Cerita High Concept?. Ya, menilik film terakhirnya (Kala, Pintu Terlarang, Modus Anomali) semua itu memang gambaran nyata dari seorang Joko Anwar. Namun di "A Copy of My Mind" Joko mungkin sedikit beralih ke ranah itu, mencoba menampilkan sebuah romansa dua insan pinggiran kota Jakarta, yang jauh dari hingar bingar serta gegap gempita Ibukota. A Copy of My Mind seperti judulnya merupakan sebuah "salinan" dari pikiran Joko Anwar yang begitu dekat dengan realita kehidupan personal kita.

Sari (Tara Basro) adalah seorang wanita yang bekerja di sebuah salon, kesehariannya setelah bekerja adalah menonton film dari DVD Bajakan yang ia beli, hingga suatu hari ia pun merasa kecewa karena DVD yang a beli sangat jelek subtitlenya, ia pun kembali ke toko tersebut dan bertemu dengan Alek (Chicco Jerikho) sang pembuat subtitle DVD bajakan, berawal dari semua itu pun tumbuh sebuah romansa yang intim diantara keduanya, hingga memunculkan sebuah rasa yang saling melengkapi satu sama lain.

Jelas jika kamu membaca sinopsis diatas memang sangatlah sederhana, namun bukan Joko Anwar jika ia tidak bisa menyulap materi sederhana menjadi sebuah tontonan yang sayang untuk dilewatkan. Disini ita punya dua karakter yang bisa dibilang bernasib sama, Alek seorang pembuat subtitle DVD bajakan yang tinggal di sebuah kontrakan sembari merawat seorang nenek sang pemilik kontrakan, begitupun dengan Sari seorang pekerja saln kecantikan yang juga memiliki nasib yang sama, yakni berjuang untuk hidup ditengah gegap gempita Ibukota. Mimpi yang ia miliki pun sederhana, yakni bisa memiliki sebuah "home theater" demi merasakan kepuasan menonton film kesukaannya, yakni film bertema monster yang berwujud aneh seperti dalam sebuah dialog "gue suka sama film makhluk campuran gitu kaya buaya sama ikan jadinya bukan" yang tak lain adalah genre favorit dari Joko Anwar waktu ia muda dulu.

"A Copy of My Mind" seperti yang saya utarakan tadi, ini adalah sebuah "copy" dari "mind" seorang Joko Anwar, dimana memang karakter Alek dan Sari disini mewakili sebagian besar dari kita, memiliki kehidupan biasa yang jauh dari kata "orang penting" mereka adalah cerminan kaum pinggiran dari megahnya Ibukota, jika pun salah satu dari mereka menghilang tak ada seseorang manapun yang mencari kecuali mereka sendiri, dan itu yang membuat dua karakter ini terasa romantis yang dalam artian "dunia terasa milik mereka" sendiri, tak ayal beberapa adegan seks pun terlihat terasa real yang mengartikan sebuah kekuatan cinta dan perasaan antar karakter, dan itu turut di fasilitasi oleh kinerja Chicco Jerikho dan Tara Basro yang memang tampil memukau, gelaran ekspresi hingga adegan yang menuntut sebuah arti pun terasa semakin menjanjikan.

Tak hanya itu saja, bukan Joko Anwar jika dalam filmnya tak menyelipkan sebuah arti dalam artian kritisi disini, di tengah setting saat kampanye pemilu Presiden memuncak, serta karakter yang cenderung tak interest,karena untuk memikirkan kehidupan personal saja pun sulit apalagi memikiran orang banyak. Emosi yang tersulut dari karakter memang cenderung tak diperlihatkan secara gamblang, karakter lebih memendamnya yang kemudian menciptakan sebuah kontradiksi batin yang sangat hebat, dan itu sukses ditampilkan disini secara baik, setting di "kota pinggiran" Jakarta pun turut memfasilitasi film ini, dimana sesuai dengan pesan yang akan disampaikannya, film ini memang sederhana tak perlu buaian dialog yang hiperbolis, nyatanya dialog sederhana membicarakan sebuah film pun memang mampu menciptakan sebuah suasana yang romantis.

Selain romansa film ini pun turut menyelipkan berbagai aspek lain seperti praktik korupsi, kritik yang dilontarkan pun tak memaksa masuk ke otak penonton, yang jadi fokus adalah dua insan di pinggiran Ibukota yang berjuang akan hidup serta cinta pada diri mereka, yang turut juga menumpahkan seluruh perasaan Joko disini baik cinta, marah, sedih, gelisah ke dalam satu rangkaian cerita yang kemudian ditutup dengan sebuah konklusi yang mendefinisikan kehidupan kita sebagai pion-pion yang menjalankan perannya masing-masing. Apapun yang terjadi life must go on, baik itu pahit dan manis yang mungkin tidak diketahui orang lain, cukup diri kita saja yang merasakannya.


SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar