Indonesia
memang dikenal banyak sekali memiliki urban legend yang fenomenal,
beberapa urban legend itu ,memang sudah tak asing lagi di telinga kamu
jika mengenal nama seperti Pocong, Tuyul. Suster Ngesot maupun
Kuntilanak. Memang masih banyak lagi urban legend sekaligus menjadi ciri
khas sebagai "hantu asal Indonesia" sejajar dengan itu kamu mungkin
pernah mendengar sebuah urband legend
yang konon sering mengambil anak kecil untuk dirawat, biasanya yang
diambil adalah anak kecil yang kurang perhatian dari sang orang tua. Ya,
itu adalah Wewe, sosok makhluk astral layaknya Kuntilanak yang katanya
dalam wujud nenek-nenek. Ide itu pun kemudian memancing sutradara yang
sering berkecimpung di film horor, sutradara yang mengawal debutnya
lewat sebuah video clip, dan mulai terangkat namanya lewat film horor
yang diambil juga dari urband legend, Jelangkung dan Kuntilanak. So,
dapatkah Wewe berada sejajar dengan dua masterpiece itu?
Keputusan sepihak yang diambil oleh Jarot (Agus Kuncoro) dengan
memboyong keluarga kecilnya yang terdiri dari sang istri, Irma (Inong
Nidya Ayu), serta kedua putrinya, Luna (Nabilah JKT48) dan Aruna
(Khadijah Banderas), ke sebuah rumah baru yang jauh dari peradaban
membawa pengaruh buruk. Selain hubungan Jarot dan Irma yang
berangsur-angsur tergerus kemesraannya saban hari, Aruna juga kerap
mengeluhkan sering melihat adanya sosok lain berkeliaran di rumah
tersebut. Terlampau sibuk dengan pekerjaan masing-masing (dan bertengkar
tentunya), Jarot dan Irma menganggap keluhan Aruna tak lebih dari
imajinasi liar anak kecil. Luna menjadi satu-satunya keluarga yang
menyadari adanya kejanggalan pada diri Aruna.Saat Luna mencoba
mendekatkan diri dengan sang adik yang sempat merenggang, permasalahan
lain muncul dengan hilangnya Aruna tanpa jejak, menurut tetangga sebelah
yang juga pernah mengalami hal yang serupa, Aruna mungkin menghilang
karena diculik oleh makhluk astral berwujud wewe.
Memang
Rizal Mantovani bukan kali pertama ia menangani sebuah film bergenre
horor, ia pernah menorehkan prestasi lewat "Jelangkung" bersama
koleganya, Jose Poernomo serta lewat "Kuntilanak" ia memang berhasil
membuat sebuah sajian horor yang memang berada di atas rata-rata, itu
mungkin dulu ketika beliau masih memegang pakem film horor yang pure.
Semenjak tahun 2010 memang beredar kabar film horor indo beralih ke
horor dengan balutan visualisasi yang penuh sensualitas, beliau memang
mengikuti pakem yang beredar yang menghasilkan karya seperti ''Jenglot
Pantai Selatan" serta "Taring: Dedemit Hutan Werenggini" disanalah
muncul sebuah penurunan dari sang maestro film horor, terasa skeptis
memang dan berharap lewat "Wewe" kualitas horor yang beliau lakukan
terulang kembali.
Wewe memang masih bermain dengan jumpscare
yang menghentak lewat scoring dari Andi Rianto, tak ada sesuatu
pembaharuan dari film ini sendiri dan berjalan layaknya film horor
dengan intensitas untuk menakut-nakuti penonton dan sesekali membuatnya
menjerit ketakutan, dan disini Rizal Mantovani memang berhasil
mengemasnya dengan sajian general dan terasa oke memang terutama cara ia
bermain dengan penonton untuk perlahan-lahan menebak sosok wewe itu
sendiri, dan alhasil semua memang berjalan seperti semestinya, tak lupa
pernak-pernik khas horor ia terapkan disini, misalnya medium cermin,
nyanyian lagu lengser wengi, pahatan kayu seram, boneka, hingga suasana
gelap lengkap dengan pohon yang besar dengan suasana yang cenderung
hening sebagai penambah estetika, dan untungnya disini ia cukup untuk
membuat sebuah visualisasi yang oke.
Rizal memang
memfokuskan filmnya untuk tampil beriringan dengan unsur drama yang
mungkin kerap terjadi di real life, dan disini unsur kasih sayang
dipermainkan oleh Rizal dengan medium horor, memang aksi sebagai
pengkawinan dua genre ini cukup berhasil membuat sebuah tensi yang oke.
Jika kamu penggemar film horor arahan Rizal Mantovani sebelumnya, saya
rasa ''Wewe" terasa seperti penggabungan nuansa a la Rizal, mulai dari
cara ia bermain seperti halnya di filmnya "Mati Suri" serta "Kuntilanak"
serta memainkan atensi penonton pun sama persis. Wewe sejatinya memang
cukup oke untuk sajian film horor, namun fokus utama Rizal untuk mencoba
menjelaskan seluk-beluk wewe itu sendiri di paruh kedua film terasa
seperti kurang eksplorasi terhadap objek terkait wewe itu sendiri, hanya
diceritakan lewat sebuah buku kecil serta dari mulut ke mulut para
wwarga. Mungkin jika penceritaan yang ia lakukan lewat media visualisasi
akan tambah oke, mengingat wewe memang sangat berpotensi menjadi sebuah
film horor yang mampu membuat kamu untuk mengikuti segmen demi segmen
hingga film berakhir.
Naskah garapan Anto Nugroho, mungkin
terasa minim untuk membuat sebuah gelaran pertunjukan serta trik baru
untuk wewe, hingga mungkin terasa minim untuk eksplorasi sesuai judulnya
itu sendiri, memang wewe bisa dikatakan cukup bagus bermain atensi
namun menurut saya pribadi lebih akan bagus jika semua itu tereksplorasi
secara baik dan solid. Agus Kuncoro memang nyawa film ini, ia mampu
memainkan sebuah bahasa rasa yang maksimal, begitupun dengan Inong Nidya
Ayu, Khadijah Banderas mampu membuat karakter Aruna menarik perhatian
penonton, serta Nabilah Ratna Ayu atau biasa kita kenal Nabilah JKT48 di
debut aktingnya menurut saya meski harus banyak belajar kembali,
terutama cara bagaimana bermain ekspresi. Wewe memang bukanlah sajian
yang memukau, tetapi ia juga bukan sebuah sajian yang memuakan.
SCORE : 3/5
0 Komentar