Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW : WEWE (2015)

Indonesia memang dikenal banyak sekali memiliki urban legend yang fenomenal, beberapa urban legend itu ,memang sudah tak asing lagi di telinga kamu jika mengenal nama seperti Pocong, Tuyul. Suster Ngesot maupun Kuntilanak. Memang masih banyak lagi urban legend sekaligus menjadi ciri khas sebagai "hantu asal Indonesia" sejajar dengan itu kamu mungkin pernah mendengar sebuah urband legend yang konon sering mengambil anak kecil untuk dirawat, biasanya yang diambil adalah anak kecil yang kurang perhatian dari sang orang tua. Ya, itu adalah Wewe, sosok makhluk astral layaknya Kuntilanak yang katanya dalam wujud nenek-nenek. Ide itu pun kemudian memancing sutradara yang sering berkecimpung di film horor, sutradara yang mengawal debutnya lewat sebuah video clip, dan mulai terangkat namanya lewat film horor yang diambil juga dari urband legend, Jelangkung dan Kuntilanak. So, dapatkah Wewe berada sejajar dengan dua masterpiece itu?

Keputusan sepihak yang diambil oleh Jarot (Agus Kuncoro) dengan memboyong keluarga kecilnya yang terdiri dari sang istri, Irma (Inong Nidya Ayu), serta kedua putrinya, Luna (Nabilah JKT48) dan Aruna (Khadijah Banderas), ke sebuah rumah baru yang jauh dari peradaban membawa pengaruh buruk. Selain hubungan Jarot dan Irma yang berangsur-angsur tergerus kemesraannya saban hari, Aruna juga kerap mengeluhkan sering melihat adanya sosok lain berkeliaran di rumah tersebut. Terlampau sibuk dengan pekerjaan masing-masing (dan bertengkar tentunya), Jarot dan Irma menganggap keluhan Aruna tak lebih dari imajinasi liar anak kecil. Luna menjadi satu-satunya keluarga yang menyadari adanya kejanggalan pada diri Aruna.Saat Luna mencoba mendekatkan diri dengan sang adik yang sempat merenggang, permasalahan lain muncul dengan hilangnya Aruna tanpa jejak, menurut tetangga sebelah yang juga pernah mengalami hal yang serupa, Aruna mungkin menghilang karena diculik oleh makhluk astral berwujud wewe.



Memang Rizal Mantovani bukan kali pertama ia menangani sebuah film bergenre horor, ia pernah menorehkan prestasi lewat "Jelangkung" bersama koleganya, Jose Poernomo serta lewat "Kuntilanak" ia memang berhasil membuat sebuah sajian horor yang memang berada di atas rata-rata, itu mungkin dulu ketika beliau masih memegang pakem film horor yang pure. Semenjak tahun 2010 memang beredar kabar film horor indo beralih ke horor dengan balutan visualisasi yang penuh sensualitas, beliau memang mengikuti pakem yang beredar yang menghasilkan karya seperti ''Jenglot Pantai Selatan" serta "Taring: Dedemit Hutan Werenggini" disanalah muncul sebuah penurunan dari sang maestro film horor, terasa skeptis memang dan berharap lewat "Wewe" kualitas horor yang beliau lakukan terulang kembali.

Wewe memang masih bermain dengan jumpscare yang menghentak lewat scoring dari Andi Rianto, tak ada sesuatu pembaharuan dari film ini sendiri dan berjalan layaknya film horor dengan intensitas untuk menakut-nakuti penonton dan sesekali membuatnya menjerit ketakutan, dan disini Rizal Mantovani memang berhasil mengemasnya dengan sajian general dan terasa oke memang terutama cara ia bermain dengan penonton untuk perlahan-lahan menebak sosok wewe itu sendiri, dan alhasil semua memang berjalan seperti semestinya, tak lupa pernak-pernik khas horor ia terapkan disini, misalnya medium cermin, nyanyian lagu lengser wengi, pahatan kayu seram, boneka, hingga suasana gelap lengkap dengan pohon yang besar dengan suasana yang cenderung hening sebagai penambah estetika, dan untungnya disini ia cukup untuk membuat sebuah visualisasi yang oke.



Rizal memang memfokuskan filmnya untuk tampil beriringan dengan unsur drama yang mungkin kerap terjadi di real life, dan disini unsur kasih sayang dipermainkan oleh Rizal dengan medium horor, memang aksi sebagai pengkawinan dua genre ini cukup berhasil membuat sebuah tensi yang oke. Jika kamu penggemar film horor arahan Rizal Mantovani sebelumnya, saya rasa ''Wewe" terasa seperti penggabungan nuansa a la Rizal, mulai dari cara ia bermain seperti halnya di filmnya "Mati Suri" serta "Kuntilanak" serta memainkan atensi penonton pun sama persis. Wewe sejatinya memang cukup oke untuk sajian film horor, namun fokus utama Rizal untuk mencoba menjelaskan seluk-beluk wewe itu sendiri di paruh kedua film terasa seperti kurang eksplorasi terhadap objek terkait wewe itu sendiri, hanya diceritakan lewat sebuah buku kecil serta dari mulut ke mulut para wwarga. Mungkin jika penceritaan yang ia lakukan lewat media visualisasi akan tambah oke, mengingat wewe memang sangat berpotensi menjadi sebuah film horor yang mampu membuat kamu untuk mengikuti segmen demi segmen hingga film berakhir.

Naskah garapan Anto Nugroho, mungkin terasa minim untuk membuat sebuah gelaran pertunjukan serta trik baru untuk wewe, hingga mungkin terasa minim untuk eksplorasi sesuai judulnya itu sendiri, memang wewe bisa dikatakan cukup bagus bermain atensi namun menurut saya pribadi lebih akan bagus jika semua itu tereksplorasi secara baik dan solid. Agus Kuncoro memang nyawa film ini, ia mampu memainkan sebuah bahasa rasa yang maksimal, begitupun dengan Inong Nidya Ayu, Khadijah Banderas mampu membuat karakter Aruna menarik perhatian penonton, serta Nabilah Ratna Ayu atau biasa kita kenal Nabilah JKT48 di debut aktingnya menurut saya meski harus banyak belajar kembali, terutama cara bagaimana bermain ekspresi. Wewe memang bukanlah sajian yang memukau, tetapi ia juga bukan sebuah sajian yang memuakan.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar