Memang
sulit tema yang ia pilih, isu yang mereka gunakan di opening mempunyai
banyak misi terkait diversity dan liberty yang semuanya terasa menarik.
Dari masalah gender, kebebasan, budaya, adat istiadat hingga budaya yang
tampak seperti sebuah "penjara" bagi para kuda liar yang susah untuk
dijinakkan ini (baca : Mustang). Semua terkemas dalam sebuah film dari
Turki yang dipilih oleh Prancis sebagai
wakil mereka untuk mewakili perhelatan 88th Academy Awards pada nominasi
Best Foreign Language Film. Mustang, When The Virgin suicides reborn
with Rapunzel.
Setelah perpisahan dengan gurunya yang pindah ke
Istanbul, Lale (Güneş Şensoy) bersama empat saudara perempuannya, Nur
(DoÄŸa DoÄŸuÅŸlu), Ece (Elit Ä°ÅŸcan), Selma (TuÄŸba SunguroÄŸlu), dan Sonay
(Ä°layda AkdoÄŸan) memilih untuk sejenak bermain air di pantai bersama
teman-teman mereka. Permainannya sangat sederhana, anak perempuan naik
di atas bahu anak laki-laki lalu kemudian saling dorong untuk
menjatuhkan lawan. Celakanya hal tersebut dilihat oleh salah satu
tetangga mereka yang menilai “aksi” lima bersaudara itu sebagai tindakan
cabul, dan berita tersebut dengan cepat sampai ke nenek mereka (Nihal
KoldaÅŸ). Lima remaja putri itu mulai kehilangan kebebasan mereka, tidak
boleh keluar dari rumah yang perlahan berubah menjadi penjara.
First of all, memang begitu ada alasan tersendiri mengapa Prancis
memilih Mustang untuk mewakili perhelatan 88th Academy Awards, ya memang
karena Mustang arahan sutradara Turki Deniz Gamze Ergüven memang
mengupas habis mengenai moral dan pikiran kolot para orang tua, bukan
hanya itu saja, ikut dikupas juga berbagai aspek mengenai gender, adat
istiadat, bahkan agama. Memang terasa seperti citra buruk bagi insan
perfilman Turki yang dikenal memang lekat dengan budaya serta unsur
religiusnya yang bisa dibilang tinggi, Mustang memang tampil dengan ide
yan brillian, mencoba menunjukan sebuah kesan diversity dan tentunya
liberty di zaman yang memang tak bisa dipungkiri ini.
Memang budaya
adalah suatu hal yang harus dilestarikan, tapi bukan membuat kamu harus
"menutup mata" jika memang apa yang dihasilkan oleh budaya itu memang
menyiksa kamu, dan membuat "hak asasi" yang kamu punya terenggut begitu
saja, itu yang kemudian disinggung oleh Deniz Gamze Ergüven disini, ia
mencoba untu memberikan sebuah "alarm" yang bukan hanya sekedar membuka
mata, tapi memang sudah hak kamu pribadi. Saya suka bagaimana Deniz
Gamze Ergüven memberikan sebuah gesekan antara pemikiran kolot dengan
para lima anak muda yang memang sudah merasakan hingar bingarnya sebuah
kebebasan dan tentunya mengikuti era zaman sekarang, semua itu tampil
secara menarik, gesekan yang ia bangun memang kuat sehingga menciptakan
sebuah kohesi yang memang bisa dibilang cukup sulit dan tebal.
Chemistry antar karakter begitu kuat, ia mapu standout, menciptakan
sebuah gesekan dan konfilk yang memang oke, dari sikap yang simple namun
berat dan berarti, dua pemikiran yang memang berbeda jauh harus beradu
disini, siapa yang akan menang dan apa yang akan mereka lakukan tatkala
hak antara satu sama lainnya harus terenggut dan saling berkonfrontasi
untuk menang, itu yang membuat Mustang kian bersinar, bagaimana Deniz
Gamze Ergüven membuat beberapa aspek terkait liberty, diversity, dan hak
serta gender memang terasa manis, kamu akan menjumpai berbagai macam
pemukiran kolot orang tua yang mungkin sudah bahkan masih melekat sampai
sekarang.
Overall, Mustang adalah film yang memuaskan, dari
sebuah cerita yang simple namun mampu menonjok dan memberikan sebuah
alarm bagi semua orang, Thanks Mr. Deniz Gamze Ergüven. My favorite
movie in 2015.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar