Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW : MUSTANG (2015)

Memang sulit tema yang ia pilih, isu yang mereka gunakan di opening mempunyai banyak misi terkait diversity dan liberty yang semuanya terasa menarik. Dari masalah gender, kebebasan, budaya, adat istiadat hingga budaya yang tampak seperti sebuah "penjara" bagi para kuda liar yang susah untuk dijinakkan ini (baca : Mustang). Semua terkemas dalam sebuah film dari Turki yang dipilih oleh Prancis sebagai wakil mereka untuk mewakili perhelatan 88th Academy Awards pada nominasi Best Foreign Language Film. Mustang, When The Virgin suicides reborn with Rapunzel.

Setelah perpisahan dengan gurunya yang pindah ke Istanbul, Lale (GüneÅŸ Åžensoy) bersama empat saudara perempuannya, Nur (DoÄŸa DoÄŸuÅŸlu), Ece (Elit Ä°ÅŸcan), Selma (TuÄŸba SunguroÄŸlu), dan Sonay (Ä°layda AkdoÄŸan) memilih untuk sejenak bermain air di pantai bersama teman-teman mereka. Permainannya sangat sederhana, anak perempuan naik di atas bahu anak laki-laki lalu kemudian saling dorong untuk menjatuhkan lawan. Celakanya hal tersebut dilihat oleh salah satu tetangga mereka yang menilai “aksi” lima bersaudara itu sebagai tindakan cabul, dan berita tersebut dengan cepat sampai ke nenek mereka (Nihal KoldaÅŸ). Lima remaja putri itu mulai kehilangan kebebasan mereka, tidak boleh keluar dari rumah yang perlahan berubah menjadi penjara.



First of all, memang begitu ada alasan tersendiri mengapa Prancis memilih Mustang untuk mewakili perhelatan 88th Academy Awards, ya memang karena Mustang arahan sutradara Turki Deniz Gamze Ergüven memang mengupas habis mengenai moral dan pikiran kolot para orang tua, bukan hanya itu saja, ikut dikupas juga berbagai aspek mengenai gender, adat istiadat, bahkan agama. Memang terasa seperti citra buruk bagi insan perfilman Turki yang dikenal memang lekat dengan budaya serta unsur religiusnya yang bisa dibilang tinggi, Mustang memang tampil dengan ide yan brillian, mencoba menunjukan sebuah kesan diversity dan tentunya liberty di zaman yang memang tak bisa dipungkiri ini.


Memang budaya adalah suatu hal yang harus dilestarikan, tapi bukan membuat kamu harus "menutup mata" jika memang apa yang dihasilkan oleh budaya itu memang menyiksa kamu, dan membuat "hak asasi" yang kamu punya terenggut begitu saja, itu yang kemudian disinggung oleh Deniz Gamze Ergüven disini, ia mencoba untu memberikan sebuah "alarm" yang bukan hanya sekedar membuka mata, tapi memang sudah hak kamu pribadi. Saya suka bagaimana Deniz Gamze Ergüven memberikan sebuah gesekan antara pemikiran kolot dengan para lima anak muda yang memang sudah merasakan hingar bingarnya sebuah kebebasan dan tentunya mengikuti era zaman sekarang, semua itu tampil secara menarik, gesekan yang ia bangun memang kuat sehingga menciptakan sebuah kohesi yang memang bisa dibilang cukup sulit dan tebal.



Chemistry antar karakter begitu kuat, ia mapu standout, menciptakan sebuah gesekan dan konfilk yang memang oke, dari sikap yang simple namun berat dan berarti, dua pemikiran yang memang berbeda jauh harus beradu disini, siapa yang akan menang dan apa yang akan mereka lakukan tatkala hak antara satu sama lainnya harus terenggut dan saling berkonfrontasi untuk menang, itu yang membuat Mustang kian bersinar, bagaimana Deniz Gamze Ergüven membuat beberapa aspek terkait liberty, diversity, dan hak serta gender memang terasa manis, kamu akan menjumpai berbagai macam pemukiran kolot orang tua yang mungkin sudah bahkan masih melekat sampai sekarang.

Overall, Mustang adalah film yang memuaskan, dari sebuah cerita yang simple namun mampu menonjok dan memberikan sebuah alarm bagi semua orang, Thanks Mr. Deniz Gamze Ergüven. My favorite movie in 2015.



SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar