Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW : THE LITTLE PRINCE (2015)

Teman saya pernah berceloteh bahwa masa yang indah dalam hidupnya adalah ketika ia masih kanak-kanak, ia juga ingin kembali mengalami masa itu kembali ditengah postur badannya yang kini tampak terlihat tegap dan tinggi. Hal itu yang kemudian menjadi modal utama film ini, The Little Prince secara tidak sadar akan membawa kamu kembali ke masa kanak-kanak.

Little Girl (Mackenzie Foy) merupakan salah satu contoh anak berusia dini di era sekarang yang menjadi objek dimana orangtua mencoba mewujudkan ambisi mereka, Ibunya (Rachel McAdams) ingin aga ia masuk kesebuah sekolah ternama, Werth Academy, sehingga Little Girl secara terpaksa harus mengikuti jadwal yang telah ibunya terapkan. Aturan yang ibunya terapkan itu suatu saat membuat Little Girl merasa bosan, dan rasa penasaran membawanya ke rumah tetangga baru mereka, The Aviator (Jeff Bridges). Berteman bersama seorang pilot tua yang ingin menghidupkan kembali pesawat tuanya itu menghidupkan sebuah new experience bagi Little Girl, ia berkenalan dengan kisah The Little Prince (Riley Osborne) yang kemudian mengubah kehidupannya.



Saya suka cara Irena Brignull dan Bob Perisichetti dalam cara menerjemahkan novel karangan Antoine de Saint-Exupery ke dalam bentuk script, kita tahu bahwa karakter Little Girl adalah pondasi utama dan ia kelak akan bertemu dengan sebuah fantasy dengan The Little Prince dan itu yang kemudian akan saling menopang satu sama lain. Disisi lain juga kita tahu bahwa disini kita punya dua dunia, that's right dunia Little Girl dan Little Prince dan itu kemudian digarap oleh Irena Brignull dan Bob Periichetti dengan baik, ia menset-up dua dunia tersebut layaknya sebuah koneksi satu sama lain dan jawaban dari semua pertanyaan Little Girl.



Ya, memang dari awal terlihat begitu sangat menarik, tapi setelah menjelang finish dan jawaban demi jawaban mulai satu persatu terkumpul di tangan Mark Osborne ini rupanya tak mau bermain lama dalam masalah membangun suatu tensi cerita, ia bergerak cepat dan kemudian berakibat pada apa yang telah dibangun dari script tadi, ya menjelang ending terasa melayang, ya dari upaya statement modern serta fantasy seorang gadis tadi terasa hampa di ending terlalu tergesa-gesa dalam membangun tensi tadi, dan yang sangat disayangkan adalah persentasi indah dari penonton yang ia bangun dibabak awal tadi terasa dipaksakan, banya jawaban yang tak semuanya terungkap, kisah The Little Prince sendiri disini terasa sebagai pointless saja, alih-alih membangun sebuah relasi diantara keduanya yang hasilnya terasa paksa.

The Little Prince (Le Petit Prince) adalah kisah bagaimana kita akan dewasa pada waktunya, sehingga kita tak harus mengorbankan masa kecil yang sangat indah tadi, ia sebenarnya berpotensi menjadi sebuah suguhan yang padat, tapi cara Mark Osborne disini terkesan faster sehingga banyak ketinggalan yang ia tinggalkan.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar