Teman
saya pernah berceloteh bahwa masa yang indah dalam hidupnya adalah
ketika ia masih kanak-kanak, ia juga ingin kembali mengalami masa itu
kembali ditengah postur badannya yang kini tampak terlihat tegap dan
tinggi. Hal itu yang kemudian menjadi modal utama film ini, The Little
Prince secara tidak sadar akan membawa kamu kembali ke masa kanak-kanak.
Little
Girl (Mackenzie Foy) merupakan salah satu contoh anak berusia dini di
era sekarang yang menjadi objek dimana orangtua mencoba mewujudkan
ambisi mereka, Ibunya (Rachel McAdams) ingin aga ia masuk kesebuah
sekolah ternama, Werth Academy, sehingga Little Girl secara terpaksa
harus mengikuti jadwal yang telah ibunya terapkan. Aturan yang ibunya
terapkan itu suatu saat membuat Little Girl merasa bosan, dan rasa
penasaran membawanya ke rumah tetangga baru mereka, The Aviator (Jeff
Bridges). Berteman bersama seorang pilot tua yang ingin menghidupkan
kembali pesawat tuanya itu menghidupkan sebuah new experience bagi
Little Girl, ia berkenalan dengan kisah The Little Prince (Riley
Osborne) yang kemudian mengubah kehidupannya.
Saya suka cara
Irena Brignull dan Bob Perisichetti dalam cara menerjemahkan novel
karangan Antoine de Saint-Exupery ke dalam bentuk script, kita tahu
bahwa karakter Little Girl adalah pondasi utama dan ia kelak akan
bertemu dengan sebuah fantasy dengan The Little Prince dan itu yang
kemudian akan saling menopang satu sama lain. Disisi lain juga kita tahu
bahwa disini kita punya dua dunia, that's right dunia Little Girl dan
Little Prince dan itu kemudian digarap oleh Irena Brignull dan Bob
Periichetti dengan baik, ia menset-up dua dunia tersebut layaknya sebuah
koneksi satu sama lain dan jawaban dari semua pertanyaan Little Girl.
Ya, memang dari awal terlihat begitu sangat menarik, tapi setelah
menjelang finish dan jawaban demi jawaban mulai satu persatu terkumpul
di tangan Mark Osborne ini rupanya tak mau bermain lama dalam masalah
membangun suatu tensi cerita, ia bergerak cepat dan kemudian berakibat
pada apa yang telah dibangun dari script tadi, ya menjelang ending
terasa melayang, ya dari upaya statement modern serta fantasy seorang
gadis tadi terasa hampa di ending terlalu tergesa-gesa dalam membangun
tensi tadi, dan yang sangat disayangkan adalah persentasi indah dari
penonton yang ia bangun dibabak awal tadi terasa dipaksakan, banya
jawaban yang tak semuanya terungkap, kisah The Little Prince sendiri
disini terasa sebagai pointless saja, alih-alih membangun sebuah relasi
diantara keduanya yang hasilnya terasa paksa.
The Little
Prince (Le Petit Prince) adalah kisah bagaimana kita akan dewasa pada
waktunya, sehingga kita tak harus mengorbankan masa kecil yang sangat
indah tadi, ia sebenarnya berpotensi menjadi sebuah suguhan yang padat,
tapi cara Mark Osborne disini terkesan faster sehingga banyak
ketinggalan yang ia tinggalkan.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar