Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - MUSLIHAT

 

Dalam salah satu adegan pembukanya, Muslihat menampilkan salah satu karakter anak kecil yang mati mengenaskan selepas membunuh seekor ular berwarna hitam, setelahnya ia mati mengenaskan dengan leher yang terlilit sarung. Ya. Saya tidak sedang bercanda, fakta tersebut digunakan untuk membuka sebuah opening sequence yang sangat penting dari sebuah film, yang nantinya memberi sebuah pengaruh besar terhadap penonton, tak terkecuali saya. Berdasarkan adegan tersebut, saya pun sadar tengah menyaksikan film sarat tipu muslihat.

Semuanya bermula dengan kepindahan Jihan (Asmara Abigail) yang turut memboyong sang adik, Syafa (Ajeng Giona) untuk menempati sebuah rumah tua yang nantinya dijadikan sebagai tempat tinggal baru bagi anak panti. Rumah tersebut didapat Gustaf (Edward Akbar), sang kepala sekaligus ustaz    dengan harga yang murah, sementara Jihan bersama dengan Mang Kamal (Ence Bagus) hanya bertugas mengurus rumah tersebut.

Hari pertama dihabiskan dengan berbenah serta membersihkan seisi ruangan. Demikian pula dengan para anak panti yang turut membantu, terkecuali Syafa dan Rahma (Jacqueline Immanuela) yang memutuskan untuk pergi ke pasar malam. Pertemuan mereka dengan salah satu warga setempat bernama Juna (Fatih Unru) membuka sebuah fakta yang membuat kebanyakan warga enggan menbantu dan mengunjunginya.

Ditulis naskahnya oleh Evelyn Afnilia (trilogi Pamali, Almarhum, Rumah Dinas Bapak), Muslihat tak menawarkan hal baru selain setia terhadap pakem. Tak butuh waktu lama untuk filmnya bergerak menampilkan teror    sebagaimana formula horor rumah berhantu pada umumnya, terlebih selepas kemunculan Shinta (Tata Janeeta) perempuan misterius yang kerap menyanyikan kidung Sunda.  

Semua formula usang tersebut sayangnya tak berjalan sebagaimana mestinya, semisal memberikan hiburan atau memperkuat narasi. Muslihat hanya sibuk menampilkan deretan aksi kesurupan yang kian direpetisi. Sebenarnya, filmnya berpotensi menjadi sebuah crowd-pleaser andai pengadeganan miliknya mampu memberikan sebuah motivasi alih-alih sekadar mereka ulang adegan tanpa memperhatikan timing. Alhasil, apa yang ditampilkan tak pernah terasa meyakinkan, semuanya terasa seperti tempelan.

Debut Chairun Nissa (setelah sebelumnya lebih sibuk mengarahkan film dokumenter, termasuk  Semes7a yang diproduseri oleh Nicholas Saputra) di film panjang horror pertama miliknya (sementara segmen Wayang Koelit dalam omnibus Hi5teria merupakan perkenalannya dengan genre horror) nyatanya lebih pantas eksis di era 2010-an ketimbang di zaman sekarang di mana horror sudah berevolusi dan menampilkan tajinya secara matang. Ilun (demikian nama sapaannya) bak berkaca pada pedoman usang yang rasanya nihil untuk berkembang, terlebih kala ia gagal menafsirkan maksud dan tujuan utama judul filmnya yang nihil sebuah korelasi maupun substansi.

Memasuki paruh kedua, Muslihat pun mulai berani menampilkan deretan kematian para penghuni panti. Ini mungkin bisa menjadi sebuah gebrakan atas keberanian, meski apa yang didapat justru sebuah kesan malas dalam merangkai teror di mana kesenangan tersebut ditampilkan off-screen. Selebihnya, apa yang terjadi setelahnya adalah kompilasi kerasukan yang diperparah oleh tata rias memuakkan.

Berada di garda terdepan, nama Asmara Abigail turut tenggelam seiring filmnya yang gagal menampilkan potensi sang aktris, karakter Jihan hanya tampil penuh kebingungan seiring durasinya bergulir, sementara Edward Akbar sebagai seorang ustaz adalah salah satu keputusan misleading filmnya, di mana separuh durasi filmnya ia hanya bisa berceramah tanpa melakukan sebuah usaha yang benar-benar sah. Demikian pula dengan para penghuni panti yang digawangi oleh Aan (Keanu Azka) yang hanya sebatas pernak-pernik semata pengisi filmnya.

Tibalah bagi Muslihat untuk menampilkan konklusinya yang tak lebih dari usaha malas para pembuatnya, adegan rukiah dengan bacaan yang tak jauh dari Al-Fatihah dan Ayat Kursi menjadi sajian penutup yang tampil begitu lemah. Tunggu, begitu filmnya menampilkan sebuah twist secara kasar tanpa memperhatikan kerunutan narasi yang seolah dibuat hanya sebatas memberi aksi. Seolah mengamini judulnya, keseluruhan Muslihat memang penuh dengan tipu muslihat (in a negative way).

SCORE : 1/5 

Posting Komentar

0 Komentar