Berangkat dari semesta milik Kang Mak (yang merupakan remake resmi horor legendaris asal Thailand, Pee Mak) Kang Solah (from Kang Mak) X Nenek Gayung merupakan spin-off sekaligus crossover hasil pengembangan cerita yang cukup cerdik (kalau tidak ingin disebut 'memanfaatkan pundi finansial') selepas kesuksesan film pendahulunya yang mendulang kesuksesan dengan meraup 4, 86 juta penonton selama masa penayangannya. Berdasarkan fakta di lapangan, sampai tulisan ini dibuat, Kang Solah (from Kang Mak) X Nenek Gayung pun sudah meraup satu juta penonton lebih (dan akan terus bertambah). Lantas bagaimana dengan kualitas akhirnya?
Melanjutkan kisah film pertamanya, selepas mengantarkan Makmur (Vino G. Bastian) ke kampung halamannya untuk menemui Sari (Marsha Timothy), kini giliran Solah Vincenzio (Rigen Rakelna) untuk pulang ke Kampung Cisiliasari ditemani Fajrul (Indra Jegel), Jaka (Tora Sudiro), serta Supra (Indro Warkop). Berharap disambut dengan baik layaknya seorang pahlawan oleh masyarakat setempat, Solah justru mendapati dirinya dianggap sudah meninggal. Belum sampai di situ, kedatangan Solah untuk menemui sang gadis pujaan, Dara Gonzales (Davina Karamoy) bak gayung tak bersambut, sang kekasih ternyata hendak menikah dengan sang adik kandung, Iqbal (Kenzy Taulany).
Dalam kekecewaannya, timbul masalah ketika proses pernikahan Dara dan Iqbal yang acapkali diganggu oleh sosok bernama Nenek Gayung (Asri Welas) yang tengah mencari korban untuk ia mandikan. Berbekal rasa sayang terhadap keluarga, Solah pun mendatangi Nenek Gayung untuk menyelamatkan pernikahan antara Dara dan Iqbal.
Masih disutradarai oleh Herwin Novianto berdasarkan naskah buatan Alim Sudio, Kang Solah (from Kang Mak) X Nenek Gayung banyak meminjam elemen film pertamanya sebagai pondasi, utamanya dalam cara bertutur filmnya bak sebuah carbon copy dengan sedikit sentuhan yang berbeda. Elemen komedi tampil dua kali lipat berbekal performa para pelakonnya yang sudah tak diragukan lagi, celotehan Fajrul, Jaka, hingga Supra menghisi lajur filmnya sepanjang durasi, belum lagi dengan kehadiran Sigi Luciano (diperankan oleh Praz Teguh sebagai kepala desa setempat) serta kembalinya dukun gadungan dalam wujud Kang Mas Pusi (Andre Taulany).
Unsur komedinya kebanyakan bersumber dari hal yang bersifat populer, utamanya relasi mereka dalam kehidupan sehari-hari, semisal referensi tokoh dalam Miracle in Cell No.7 hingga Ipar Adalah Maut yang akan efektif apabila penonton paham terhadap materi aslinya. Selebihnya hanya diisi oleh beberapa toilet jokes hingga komedi receh yang tampil hit and miss. Sedikit downgrade memang apabila disandingkan dengan film sebelumnya yang mampu memberikan sebuah relevansi tersendiri.
Lain pula dengan elemen horornya yang jauh dari kesan seram, seolah para pembuatnya memang tak ingin menjadikan filmnya terlampau serius. Berbekal riasan sedanya, screentime Nenek Gayung yang diperankan dengan baik oleh Asri Welas (kehebatannya dalam memainkan drama dan komedi secara bersamaan layak diberikan apresiasi lebih) mungkin tak banyak mendominasi. Hal ini diakibatkan banyaknya cabang penceritaan yang kerap membuat filmnya kehilangan fokus, untungnya semua itu tak lantas merusak keseluruhan filmnya.
Memasuki babak ketiga, Kang Solah (from Kang Mak) X Nenek Gayung bertransformasi layaknya tontonan era 80-an di mana kehadiran sebuah twist membuka filmnya untuk tampil menggila (in a good way). Hal ini memberikan sumbangsih tersendiri atas nama hiburan serta akan bekerja dengan baik apabila penonton sadar akan tujuan utama filmnya. Kapan lagi kita melihat dua karakter saling melempar jurus layaknya karakter dalam sebuah video gim maupun tontonan aksi jaman dahulu?
Seolah ingin memenuhi hasrat penonton Indonesia yang haus akan sebuah twist. Konklusinya pun menampilkan double twist yang cukup baik (meski bukan sebuah hal baru) dalam pengadeganan yang sedikit terburu-buru. Setidaknya, filmnya mampu memberikan sebuah alasan yang logis dan berusaha menyuntikkan rasa bittersweet. Usaha tersebut memang tak sepenuhnya berhasil, demikian pula dengan elemen dramanya yang meninggalkan sebuah transisi cukup kasar dan tak bekerja secara baik layaknya film sebelulmnya. Ditilik dari segi filmis tujuan utama filmnya, apa yang diharapkan pada sebuah film yang sebatas ingin bersenang-senang tanpa adanya niatan untuk memberikan sebuah pembaharuan?
SCORE : 3/5
0 Komentar