Butuh waktu 7 tahun guna merealisasikan franchise keempat dari Despicable Me yang fenomenal itu. Bagaimana tidak, lewat film pertamanya yang dirilis 14 tahun yang lalu kita diperkenalkan dengan makhluk kuning nan menggemaskan bernama Minions (yang mempunyai dua waralaba) yang popularitasnya sudah tak perlu diragukan, menyasar kalangan balita, anak-anak hingga dewasa sekalipun. Berdasar hal itu, para pembuatnya hendak mengulang (dan meraup pundi finansial) dengan menghadirkan Despicable Me 4 pasca dua tahun sebelumnya sukses dengan Minions: The Rise of Gru.
Waralaba terakhirnya memberikan kesegaran dengan memasukan banyak referensi akan genre eksploitasi, pun demikian yang saya harapkan dari film ini yang sayangnya berujung meruntuhkan kepercayaan atas segala kesempatan yang diberikan. Despicable Me 4 seolah menegaskan bahwa franchise ini seharusnya sudah terhenti dan tidak perlu diperas lagi. Bukan tanpa alasan, pembuatnya pun sudah tak peduli lagi dengan apa yang ditawarkan.
Selain fakta bahwa filmnya kali ini memperkenalkan anggota keluarga baru dalam wujud Gru Jr. buah hati Gru (Steve Carell) bersama Lucy (Kristen Wiig). Despicable Me 4 masih mempertahankan formula sama dalam setiap waralabanya, tak jauh dari menambahkan karakter keluarga dan penjahat tentunya. Kali ini giliran Maxime Le Mal (Will Ferrell), mantan teman sekelas Gru yang menyimpan dendam pribadi sewaktu bersekolah.
Hal itu semakin menjadi kala dalam sebuah reuni, Gru yang kini tergabung dalam AVL (Anti-Villain League) berniat untuk menangkap Maxime bersama sang istri, Valentina (Sofia Vergara, yang mencuri perhatian lewat celetukan khas-nya) dan mempermalukannya kembali. Pasca penangkapan Maxime, Gru memutuskan untuk menghabiskan banyak waktu dengan sang putra, namun semuanya urung terjadi kala Maxime ternyata berhasil meloloskan diri.
Berdasarkan hal itu, Silas (Steve Coogan), pimpinan AVL, meminta Gru untuk pindah ke Mayflower dan mengganti seluruh identitas dan pekerjaan keluarganya demi keamanan bersama. Pindah ke Mayflower, rupanya menambah beban baru bagi Gru ketika Poppy Prescott (Joey King) ternyata mengetahui identitas Gru yang merupakan seorang penjahat dan meminta Gru untuk melakukan sebuah pencurian sekali lagi.
Ditulis naskahnya oleh Mike White (School of Rock, Pitch Perfect 3, Migration) bersama Ken Daurio (trilogi Despicable Me, Horton Hears a Who!) Despicable Me 4 tak memberikan sebuah pembaharuan lain selain menambahkan karakter. Premis dan konflik utamanya masih berkutat pada perjuangan Gru membasi penjahat yang kini dalam wujud Maxime Le Mal yang pada paruh pertamanya diberikan penobatan sebagai penjahat terbaik. Sepintas, pertanyaan mengganggu berkutat di kepala, jika benar ia merupakan salah satu penjahat berpengaruh, lantas selama ini di mana eksistensinya?
Cacat logika seperti itu tak berhenti sampai di sini, Despicable Me 4 pun turut menambahkan elemen superhero dalam wujud lima Minions hasil percobaan (nantinya disebut Mega Minions) yang tampilannya bak perkawinan X-Men dengan Fantastic Four, tentu secercah harapan muncul ke permukaan, yang nyatanya berlalu begitu saja akibat para pembuatnya yang tak memberikan urgensi lebih.
Bagaimana penonton mengenal para karakternya jika dalam mayoritas durasi peran mereka hilang bak di telan bumi, baik Maxime maupun Mega Minions keduanya tak memberikan peranan lebih selain sebagai pelengkap saja. Ini disebabkan oleh naskahnya yang terlalu bercabang dalam memberikan penceritaan, alhasil fokus utama menjadi teralihkan dan membosankan.
Ya. Belum pernah saya menyaksikan waralaba ini begitu membosankan dan menjemukkan di tengah naskahnya yang formulaik, baik itu kelucuan, ketegangan maupun hal mendasar seperti hiburan dari para karakternya urung didapatkan. Chris Renaud selaku sutrdara gagal memberikan sebuah magnet penarik perhatian dalam rangka menciptakan kesenangan.
Biarpun sang sutradara memberikan evolusi dengan menambahkan elemen superhero dan pernak-pernik K-Pop (yang persentasinya sangat ketinggalan zaman) tak mampu menolong Despicable Me 4 dari kebobrokan dan krisis identitas yang sudah tak dapat dipertahankan.
Puncaknya adalah pengadeganan menjelang konklusi yang dipenuhi klimaks serba instan. Sekali lagi, filmnya sangat membosankan dengan segala trope mendasar yang entah sudah berapa kali diterapkan. Terlebih, kali ini pernanan Mega Minions tak banyak membantu. Salah satu dialog yang dilontarkan para warga berujar "i'm tired with Superheroes" seolah mewakili keseluruhan filmnya secara tidak langsung. Sudah saatnya waralaba ini mencari inspirasi baru dengan keluar dari zona nyamannya sendiri.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar