Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - THE WATCHERS (2024)

 

The Watchers menandai kali pertama anak dari sang maestro, M. Night Shyamalan, Ishana Night Shyamalan menggarap film panjang pertamanya (sekaligus menulis naskahnya berdasarkan novel buatan A.M. Shine) setelah sempat menangani beberapa episode Servant, yang juga disutradarai sang ayah. Terdengar seperti buah tak jatuh jauh dari pohonnya memang, meski umpatan terkait nepo baby senantiasa menggelayuti.

Kepekaan Ishana terlihat begitu jelas sedari paruh awal The Watchers di buka, yang menampilkan seorang pria tengah kebingungan mencari jalan pulang namun berakhir tragis selepas suatu entitas berhasil menariknya. Dari sini, atensi penonton akan The Watchers sudah dimainkan sebelum nantinya penonton berkenalan dengan sang protagonis utama.

Mina (Dakota Fanning) namanya. Seorang ekspatriat yang mempunyai bakat seni dalam dirinya. Ia bekerja di sebuah pet shop dan diminta untuk mengantarkan beo oranye ke sebuah kebun binatang di Belfast. Memutuskan untuk menggunakan kendaraan pribadi, Mina malah mendapati dirinya tersesat dan terjebak di sebuah hutan di Irlandia setelah mobil yang dikendarainya mogok dan menghilang begitu saja dari pandangannya.

Kebingungan mencari jalan pulang, Mina kemudian bertemu dengan Madeline (Olwen Fouere) yang membawanya ke sebuah tempat mirip kandang yang kemudian disebut the coop. Madeline kemudian mengenalkan Mina kepada dua penghuni sebelumnya, Ciara (Georgina Campbell) dan Daniel (Oliver Finnegan) yang ternyata sudah terjebak selama berbulan-bulan.

Mina menjadi orang baru yang turut bergabung untuk memberikan hiburan kepada the watchers yang hanya memintanya untuk berdiri ke arah kaca tebal dan menjadi diri sendiri. Demikian aturan sederhana yang diminta mereka, terbukti ketika Mina berdiri di hadapan kaca yang memantul seperti cermin, tepukan riuh dari the watchers begitu bergemuruh.

Bak berkaca pada karya sang ayah, Ishana membangun The Watchers secara pelan namun pasti, menciptakan sebuah tanya yang menampilkan sebuah keterkaitan akan jawaban nantinya. Kengerian itu bersumber dari suara gemuruh nan riuh tanpa harus menampilkan wajah sang entitas secara terburu-buru, karena sejatinya ketakutan akan hal yang tak terlihat lebih menakutkan ketimbang yang terlihat. Dari sini, psikis penonton dimainkan.

Menyaksikan The Watchers ibarat menonton Lady in the Water (2006) dalam bentuk yang berbeda, di mana Ishana turut memainkan dongeng seputar legenda urban mengenai sebuah hutan belantara di Irlandia. Tak ayal, pendekatan Ishana pun bak mencontoh apa yang dilakukan sang ayah, termasuk menaruh dan menciptakan sebuah kelokan di penghujung cerita.

Benar saja, Ishana menyimpan sebuah twist di konklusi yang sayangnya tampil terlalu dini. Kesan draggy sulit untuk dihindarkan yang turut melukai narasi yang sejatinya menyimpan sebuah potensi yang besar. Kentara, Ishana belum berpengalaman dalam mengarahkan dan menciptakan sebuah momentum supaya menghasilkan sebuah dampak yang besar alih-alih harus terputus di tengah jalan.

Twist-nya sejatinya tampil menjanjikan, meski kekurangan eksplorasi dengan sepenuhnya menyerahkan terhadap eksposisi menjadikan The Watchers terlampau sering menyuapi. Kesan cerewet seperti ini justru mengkhianati pengadeganan yang sebelumnya telah menciptakan sebuah pondasi yang kokoh yang justru berujung roboh dalam sekejap.

Sungguh sangat disayangkan memang. Beruntung, The Watchers mempunyai Dakota Fanning yang dalam perannya kali ini (terlahir terlihat di The Equalizer 3) masih memubuktikan bahwa dirinya adalah aktris yang piawai mengolah rasa, utamanya dalam menafsirkan trauma yang selalu menghantuinya. Meski di saat bersamaan, Fanning bak merepresentasikan keseluruhan filmnya yang tertahan akan sebuah alasan yang sulit untuk dijabarkan.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar