Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - PEMANDI JENAZAH (2024)

 

Pemandi Jenazah menandai duet ketiga Hadrah Daeng Ratu (sutradara) bersama Lele Laila (penulis naskah) pasca Perjanjian Gaib (2023) dan Sijjin (2023). Dua film yang disebut terakhir memang memiliki kualitas dibawah rata-rata, namun kejutan terbesar justru akhirnya datang ketika Pemandi Jenazah membuktikan bahwa dua pembuatnya sudah benar-benar belajar, terlebih secara mengejutkan saya pun berani menyebut bahwa filmnya adalah salah satu film horor terbaik sejauh ini.

Sesuai judulnya, formulanya teramat sederhana, mengisahkan seorang pemandi jenazah satu-satunya di desa bernama Bu Siti (Djenar Maesa Ayu). Bu Siti bukan seorang pemandi jenazah biasa, ia mampu merasakan bahwa seseorang akan segera meninggal (kasus seperti ini banyak dirasakan oleh seseorang dengan profesi serupa). Dalam sebuah film horor, pemandangan seperti itu memang terlihat biasa, namun yang membuatnya terasa membumi adalah bagaimana naskahnya menyiratkan kondisi tersebut sebagai sebuah kutukan alih-alih anugerah. Diperkuat oleh akting memukau dari Djenar Maesa Ayu yang piawai memberikan olah rasa berupa ekspresi sederhana yang menguarkan sebuah ketakutan secara berkala.

Bu Siti mempunyai dua orang anak, Lela (Aghniny Haque) dan Arif (Ibrahim Risyad). Menurut Bu Siti, pekerjaan memandikan jenazah adalah sebuah profesi yang mulia, besar harapannya untuk Lela menggantikan posisinya kelak. Lela dengan jelas menolak, karena ia ingin seperti sang adik, bebas menentukan jalan hidupnya sendiri. Hingga ucapan yang semula ia sematkan itu akhirnya tak berlaku pasca kematian ibunya secara tragis.

Bu Siti meninggal di tempat tidur dengan kondisi bersimbah darah setelah memandikan sahabatnya, Bu Ida (Riafinola Ifani). Lela menjadi orang yang bertugas memandikan jenazah ibunya, yang pada titik ini membawa Pemandi Jenazah menampilkan sebuah drama yang tak segan meruntuhkan tembok perasaan lewat sebuah dialog sederhana yang kaya makna dan susah diterapkan sejatinya. Adegan ketika Lela menutup mata sang ibu secara perlahan dan meminta sang ibu untuk ikhlas menampilkan sebuah pergulatan batin karakternya yang tak berdaya ketika dihadapkan pada sebuah konsep kematian.

Berangkat dari adegan itu pula, Hadrah dan Lele menampilkan sisi lain berupa keanehan yang ditemukan Lela ketika menemukan sebuah kawat besi dalam tubuh ibunya, Lela yakin bahwa ibunya meninggal akibat ulah santet. Kondisi serupa ini ditakutkan terjadi pula dengan sahabat sang ibu: Bu Ana (Vonny Anggraini), Bu Terry (Ruth Marini), dan Bu Tuti (Mian Tiara).

Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, Pemandi Jenazah bermain di ranah sederhana (namun menjadi pembeda) ketika Hadrah dengan kapasitasnya mampu menciptakan keseraman setiap kali bermain di ranah kematian. Semisal pengumuman orang yang meninggal atau proses pemandian jenazah, horor yang sebenarnya berasal dari kejadian tersebut. Semakin menakutkan ketika momen tersebut sarat akan relevansi pula kedekatan personal dengan semua orang.

Namun, pencapaian terbesarnya datang ketika Hadrah (sekali lagi) menggunakan kesunyian sebagai teror yang mencekam. Momen tersebut berlangsung lewat sebuah dialog kasual dengan tambahan penampakan di belakangnya. Mari sebut momen tersebut dengan "adegan mengintip" yang mungkin sebuah hal yang lumrah terjadi di film horor, tetapi yang Hadrah lakukan rasanya tak semenakutkan dan semenyeramkan seperti apa yang telah ditampilkan sebelumnya.

Hadrah dan Lele juga meningkatkan estetika dengan tak segan memberikan sebuah modifikasi ketika salah satu karakternya mendapatkan teror sesungguhnya. Paling kentara ialah dalam salah satu adegan yang melibatkan kamar mandi di dalamnya. Semakin meyakinkan ketika para pemain memberikan performa gemilang.

Bukan tanpa kekurangan, Pemandi Jenazah seiring durasi bergulir dan memasuki babak selanjutnya kentara akan sebuah repetisi di mana kematian demi kematian karakternya terus terjadi. Beruntung, hal tersebut dapat dimafhumi ketika naskahnya mampu menebar sebuah petunjuk (yang tak disadari terjadi), menggiring penonton guna menebak apa yang telah dan akan terjadi setelahnya.

Aghniny Haque sebagai pemeran utama tampil dalam eskalasi yang tinggi. Saya tak segan menyebut performanya sebagai salah satu karakter terbaik sejauh ini. Kalau bukan dia yang memerankan Lela, rasanya sulit untuk bersimpati dan percaya terhadapnya. Demikian pula dengan pemeran senior, termasuk Mian Tiara dan Ruth Marini yang mempunyai momennya tersendiri.

Memasuki babak ketiga, Pemandi Jenazah mulai kekurangan daya dalam menjawab segala dahaga yang sudah disusun sebelumnya. Sebagaimana naskah buatan Lele sebelumnya yang keteteran menjelang akhir, termasuk pemilihan konklusi yang bisa lebih baik lagi ketimbang sebatas menampilkan situasi penuh kecanggungan dan terkesan anti-klimaks. Setidaknya, setumpuk kekurangan tadi terselamatkan oleh dua sampai tiga adegan mencengangkan sekaligus menyeramkan yang berhasil diolah selama para pembuatnya senantiasa sadar dan belajar. Pemandi Jenazah secara lugas menaikkan standar.

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar