Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - SHEHZADA (2023)

 

Terkecuali untuk Desi Boyz (2011), komedi buatan sutradara Rohit Dhawan senantiasa tampil campy, pun demikian dengan karya ketiganya kali ini yang merupakan adaptasi resmi dari film Telugu, Ala Vaikunthapurramuloo (2020). Kartik Aaryan menggantikan Alu Arjun sebagai sang pangeran, sementara naskahnya masih dipegang oleh sang penulis film aslinya, Trivikram Srinivas. Shehzada adalah sajian ringan yang terlampau ringan, yang tak segan mengeliminasi ragam esensi.

Akibat sebuah kesalahan, Valmiki (Paresh Rawal) menukar bayi laki-lakinya dengan sang rekan seperjuangan, Randeep (Ronit Roy) yang kini merupakan seorang menantu dari seorang miliarder bernama Aditya Jindal (Sachin Kedhekar) pasca menikahi sang puteri, Yashoda (Manisha Koirala). Selang 25 tahun, Bantu (Kartik Aaryan) dibesarkan oleh Valmiki dengan penuh kebencian-di samping sikap dan tutur katanya yang begitu jujur serta penuh kecerdasan, sementara Raj (Ankur Rathee) hidup dalam kemanjaan duniawi yang kerap menjadikannya lelaki yang kurang percaya diri.

Sampai di sini, mudah untuk menyebut Shehzada sebagai sajian pop-corn movie yang tujuannya murni sebagai sebuah hiburan tanpa membutuhkan logika bersamanya. Itu bukan sebuah hal yang haram hukumnya selama pembuatnya tetap konsisten dengan apa yang hendak diceritakan-meski pada dasarnya plot yang disajikan terlampau ringan. Shehzada sebaliknya, plot yang ringan tidak pernah merasa terselesaikan karena filmnya sendiri sibuk mengatasnamakan sebuah hiburan.

Narasinya tampil meluas, turut melibatkan Samara (Kriti Sanon), love-interest Bantu yang kemudian dijodohkan dengan Raj, hingga deretan aksi yang semuanya bermula ketika Sarang (Sunny Hinduja) menolak dan kukuh untu membeli 50% saham yang dimiliki perusahaan Jindal. Aspek tersebut sejatinya sudah cukup untuk membuat sebuah spectacle memukau khas pop-corn movie dengan penggunaan style-over-substance yang kerap dilipatgandakan ketika menampilkan adegan aksi. Hasilnya fluktuatif, beberapa terlihat pantas, namun tak sedikit pula yang terlalu memaksa.

Bukan hanya gelaran aksi dan romansa yang dikedepankan, Shehzada mempunyai tujuan lain dengan menampilkan sajian drama keluarga disfungsional di tengah hingar-bingar kekayaan rumah bak sebuah istana. Pesannya memang mulia, tetapi eksekusinya jauh dari mumpuni-ketika semuanya seolah dianggap sebelah mata dan menggunakan cinta dan ketulusan hati sebagai sarana instan naskahnya meringkas sebuah penyelesaian.

Konklusinya tampil lemah ketika ketiadaan sebuah penebusan menjadikan filmnya tak mempunyai pijakan dan tujuan. Pun, selain serba instan, metode yang digunakan sebagai jembatan menuju kesana teramat klise. Unsur patriarki masih saja mengakar, dan karakter wanita tak jauh hanya sebatas eye candy atau sebagai damsel-in-distress.

Beruntung, Shehzada memiliki Kartik Aaryan dan Paresh Rawal di kubu yang bersebrangan. Aaryan memang berada di zona nyamannya, sementara Rawal sekali lagi memainkan karakter yang pantas untuk dibenci diluar sikapnya yang ingin menang sendiri (motivasi karakternya sendiri kurang akan sebuah karakterisasi). Jangan lupakan barisan nomor trek musikalnya yang turut menjadi poin positif meski dalam penempatan yang tak seharusnya, Munda Sona Hoon Main adalah favorit saya, Chedkaniyan adalah sebuah festive khas Bollywood, Mere Sawaal Ka adalah romantisasi sederhana dan Charachter Dheela 2.0 adalah recreated yang tak kalah membumi.

SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar