Tulisan Inspired by True Events membuka Cocaine Bear yang kemudian disusul oleh sebuah pernyataan yang merupakan hasil rujukan dari Wikipedia, bahwasannya bahwa manusia cenderung dapat berjuang atau melarikan diri dari serangan beruang. Benar, filmnya sendiri terinspirasi oleh sebuah kejadian di tahun 1985, akibat kecerobohan seorang pengedar kokain yang menyelundupkan barang haramnya di hutan akibat kelebihan muatan di sebuah pesawat, yang pada akhirnya secara tak sengaja di makan oleh beruang (dijuluki sesuai judulnya bahkan ada yang menyebutnya Pablo Escobear) dan berujung pada sebuah kematian akan overdosis zat adiktif tersebut.
Dalam sebuah wawancara, sutradara Elizabeth Banks (Pitch Perfect 2. Charlie's Angels) mengatakan bahwa wujud film ini merupakan sebaliknya. Apa jadinya jika sang beruang tidak mati dan malah kecanduan akan kokain sehingga menyerang apa saja yang akan menghalanginya. Sekilas menurut Banks adalah sebuah wujud balas dendam, namun siapa sangka filmnya sendiri akan tampil semenyenangkan ini lewat beberapa celutukan komedi pula kegilaan filmnya sendiri.
Ditulis naskahnya oleh Jimmy Warden (The Babysitter: Killer Queen), ceritanya sendiri tak jauh dari pakem, di mana banyaknya karakter tak jauh dari calon korban atau sekedar pelengkap filmnya. Namun, yang spesial di sini ialah Warden memberikan sebuah karakterisasi lebih (meski tak layak disebut spesial) yang menjadikan karaternya memiliki ciri khas akan konsistensinya sendiri-yang secara tak langsung menampilkan sebuah dualisme menggelitik wujud hasil sebuah anomali yang tak saya sangka akan selucu ini.
Setelah jatuhnya beberapa kargo kokain di hutan yang terekpos media, Syd (Ray Liotta dalam peran terakhirnya) mengutus dua rekannya, Daveed (O'Shea Jackson Jr.) dan sang anak, Eddie (Alden Ehrenreich) untuk mengumpulkan kembali barang jualannya, di saat bersamaan pula aksi mereka terendus oleh detektif sekitar, Bob (Isiah Whitlock Jr.). Sari (Keri Russell) seorang perawat pun turut terlibat tatkala kedatangannya ke hutan Chattahoochee-Oconee demi mencari sang buah hati, Dee Dee (Brooklynn Prince) yang bolos sekolah hanya untuk melukis air terjun bersama temannya, Henry (Christian Convery).
Tak hanya mereka saja yang secara kebetulan terlibat, beberapa remaja yang dipimpin oleh Vest (J.B. Moore) pun turut memanfaatkan kesempatan, hingga sang penjaga hutan, Liz (Margo Martindale) hingga aktivis lingkungan bernama Peter (Jesse Tyler Ferguson) turutmenjadi sasaran beruang sakau yang meronta-ronta dan mengamuk mencari cadangan kokain.
Selain variasi karakternya yang koheren, konsistensi akan tujuan utama untuk sekedar mencari keuntungan dan bertahan hidup dileburkan menjadi satu. Ini seperti menyaksikan sebuah thriller-slasher di mana keberadaan pembunuh bertopeng maupun pembunuh berantai digantikan oleh serangan beruang teler dengan segala keganasan dan kelucuannya (favorit saya adalah ketika beruang menari akibat efek kokain hingga tertidur pulas dengan kelaminnya yang menimpa Eddie).
Terkait seberapa kegilaan yang dihasilkan, Cocaine Bear mungkin terlihat jinak dibandingkan deretan horror kelas B sampah yang kebanyak dibuat dalam anggaran kecil dari studio baru. Namun, jika disandingkan dengan horor Hollywood arus utama, kesegaran pula kegilaannya jelas berada setingkat lebih jauh.
Deretan karakter likeable dengan sentuhan gore jelas adalah sajian efektif penyulut atensi yang tak segan membuat penontonnya bersorak-sorai kegirangan. Saya pun demikian, terlebih para pemain bermain natural-tanpa dituntut untuk melucu, karena pada dasarnya apa yang ditulis sejak awal sudah lebih dari sekedar lucu.
Cocaine Bear memiliki satu sekuen ampuh, di mana keseraman dan kelucuan dileburkan menjadi satu. Momen tersebut wujud dalam sebuah sekuen yang melibatkan ambulan di dalamnya, ini membuktikan bahwa Elizabeth Banks si sutradara akhirnya melahirkan sebuah karya yang benar-benar layak disebut berhasil, keliaran eksplorasi akhirnya ia temukan pasca sederet karya sebelumnya yang kekurangan tenaga dan terhalang akan sebuah tuntutan atas nama hiburan.
SCORE : 3.5/5
1 Komentar
Nahhhh gitu dong spasi antar alineanya jangan panjang teuing hahaha ...
BalasHapus