Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - COBALT BLUE (2022)

 

Disadur dari novel berjudul sama buatan sang penulis aslinya, Sachin Kundalkar (turut merangkap sebagai penulis naskah dan sutradara, meski di kredit akhir filmnya namanya tak ditampilkan dan masih menjadi sebuah perdebatan antara kesengajaan atau bukan), Cobalt Blue mewarisi apa yang dilakukan oleh Luca Guadagnino di Call Me By Your Name (2017) terkait cinta pertama seorang remaja di tengah masa tumbuh kembangnya. Berlatar tahun 1996 di Fort Kochi, yang mana merupakan tahun rilis bagi film Fire yang dibintangi oleh Shabana Azmi dan Nandita Das, film bertemakan serupa yang menjadi pioner di masanya. Pun, dalam salah satu adegan Kundalkar memberikan sebuah homage pada dinding kota yang dihiasi poster ikonik miliknya.


Tanay (Neelay Mehendale) adalah pria muda yang amat menggemari sastra dan syair, menurut sang ayah (Shishir Sharma) bakat tersebut merupaka turunan dari sang kakek, yang sejak paruh awal filmnya sudah diceritakan meninggal, pun demikian dengan sang nenek yang bernasib serupa, meninggal di hari yang sama. "Cinta adalah kebiasaan, begitu kebiasaan itu hilang, maka kematian yang didapat." Demikian ucap Tanay kepada sang kakak perempuan satu-satunya, Anuja (Anjali Sivaraman), yang jauh dari kata feminim dan amat menggemari olahraga hoki.


Kematian sang kakek membuat ruangan atas kosong, Tanay meminta kepada sang ayah untuk menempatinya-namun sang ayah terlanjur menyewakannya. Itu tak mengapa asalkan menurut Tanay, sang penyewa haruslah laki-laki. Tak perlu waktu lama untuk doa Tanay terkabul, saat ia pulang dari fakultas, ia mendapti seorang lelaki lebih tua darinya, mengenakan baju ketat dan membuat dadanya selalu terbuka (diperankan oleh Prateik Babbar). Selama film berlangsung, kita tidak mengetahui nama asli pria tersebut, hanya dipanggil dengan sebutan "tamu yang membayar".


Dari sini kisah cinta kawula muda dengan hasrat yang menggebu dimulai, perlahan kedekatan Tanay dan sang pria mulai menumbuhkan cinta, bahkan sampai melakukan outdoor sex. Kundalkar mengemas adegan tersebut secara sensual dengan keintiman yang juh dari kata eksploitasi seksual. Semakin terasa dengan suntikan performa Neelay yang menandai debut pertamanya di tengah gelar PhD miliknya, sementara Babbar menjadi lawan yang sepadan, sempurna mewakili gelar cool boy.


Konflik semakin memuncak kala di saat yang sama, Anuja jatuh cinta untuk pertama kalinya kepada sang pria, mereka bahkan kabur bersama demi menghindari perjodohan Anuja yang didesak agar sang adik, Aseem (Anant V Joshi) sudah memiliki kekasih dan bertunangan. Sayang, dalam pemaparannya, Kundalkar memilih jalan pintas yang tak seharusnya ditempuh, mengingat babak pertamanya sudah menampilkan kesubtilan sang sutradara.


Pergolakan batin Tanay memang menarik untuk disimak, pun sang aktor memberikan performa yang benar-benar bernyawa. Kundalkar menyadari hal itu, dan memberikan beban berat baginya untuk menanggung segala kemalasan konklusinya. Tak sepenuhnya berakhir buruk, tetap bisa dipahami-meski gagal sepenuhnya membungkus "the art of letting go".


Biarpun begitu, Cobalt Blue adalah tontonan yang kuat dalam memainkan stigma masyarakat yang terbilang tabu ini. Contoh nyatanya adalah apa yang dialami oleh Professor Tanay (diperankan oleh Neil Bhoopalam) yang menganggap orientasi seperti ini adalah kriminal, gadis-gadis bahkan pemerintah perlahan mengambil pria yang disukainya. Demikian lirihnya.


Sejalan dengan hal itu adalah bidikan kamera dari Vincenzo Condorelli yang senantisa menyulut sebuah eyegasm tersendiri. Entah itu latar tempat maupun pengambilan gambarnya sumbangsih memberikan nyawa yang mewakili perasaan karakternya, termasuk gedung tua penuh patung dan kolam bulat yang dipercaya oleh Tanay, menjadi tempat bagi Pablo, kura-kura peliharaannya yang jarang terlihat.


Cobalt Blue, sekali lagi menambah jajaran sinema Hindi dalam memaparkan dan memainkan "kondisi" yang banyak diamini oleh para pelaku maupun pemilik perasaan serupa, kondisi di mana serupa kura-kura peliharaan Tanay, terjebak dalam tempurung miliknya. Manusia (baca: orang dewasa) memang pandai berbohong, itulah mengapa ia memiliki catatan rahasia, yang dalam kontek ini berwaran biru kobalt. 

 

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar