Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - FEAR STREET PART ONE: 1994 (2021)

Sebagai pembuka dari adatasi seri buku bagi Fear Street karya R. L. Stine yang dibuat menjadi trilogi (yang dirilis masing-masing dengan selang waktu seminggu di Netflix) Fear Street Part One: 1994 membangun sebuah pondasi yang cukup kokoh sebagai bahan introduksi, di mana pada pembukanya, kita diceritakan mengenai sejarah dua kota yang saling bersebrangan. Shadyside, adalah kota yang mempunyai catatan kriminalitas tinggi, hingga dijuluki "Ibukota Pembunuh di USA". Sementara, Sunnyvale adalah sebaliknya, tempat yang aman pula sebagian masyarakatnya berpendidikan tinggi.


Setelahnya kita diajak untuk menyaksikan pembunuhan yang berlangsung di sebuah mall, di mana oleh sutradara Leigh Janiak (Honeymoon) dijadikan sebuah homage untuk Scream (1996) yang menewaskan seoran wanita bernama Heather (Maya Hawke, serupa Drew Barrymore di kredit pembuka Scream) yang tengah dikejar oleh seorang pria bertopeng tengkorak. Pun, sebelum Heather menghembuskan nafas terakhirnya, identitas sang pelaku pun terungkap.


Untuk itu, diadakanlah sebuah penghormatan bagi para korban yang turut dihadiri oleh siswa SMA dari Shadyside dan Sunnyvale. Pun, demikian dengan Deena (Kiana Madeira) yang menjadikan kegiatan tersebut sebagai hari perpisahannya dengan Sam (Olivia Scott Welch), sang kekasih yang memilih untuk pindah ke Sunnyvale dan kini sudah menjalin kasih dengan Peter (Jeremy Ford).


Kegiatan tersebut berlangsung ricuh, setidaknya untuk para remaja Shadysade dan Sunnyvale yang saling melontar ejekan terhadap kota masing-masing. Puncaknya adalah tatkala Peter yang turut membawa Sam dimobilnya mengalami insiden kecelakaan. Merasa masih menaruh perasaan terhadap Sam, Deena lantas membantu Sam, yang pada akhirnya membuka kembali sebuah kutukan yang sudah lama mengakar di Shadyside.


Ialah kutukan Sarah Fier yang jasad dan lengannya terkubur secara terpisah. Konon, sang penyihir tewas setelah digantung secara massal di sebuah pohon. Kini, Deena bersama dengan dua sahabatnya yang merupakan pengedar narkoba berbentuk pil, Kate (Julia Rehwald) dan Simon (Fred Hechinger) harus menutup kutukan Sarah Fier yang membangkitkan para pembunuh Shadyside mengincar nyawa Sam bedasarkan pengetahuan Josh (Benjamin Flores Jr.), adik Deena yang hobi mengumpulkan kliping dari peristiwa pembunuhan di kotanya.


Satu hal yang pasti (dan saya sukai) dari Fear Street Part One: 1994 adalah bagaimana masing-masing karakternya yang meski tak diberikan penokohan kompleks mampu memancarkan pesona likeable berdasarkan kepedulian mereka terhadap masing-masing. Jika film dengan tema serupa kerap tampil menyebalkan, setidaknya 1994 memberikan sedikit kesempatan terhadap penontonnya untuk memberikan simpati.


Merupakan adaptasi dari novel be yang ditulis oleh Janiak bersama Phil Graziadei memang jauh dari kata sempurna, memakai pendekatan era horror 90-an, terkadang filmnya bak kehilangan nuansa tersebut dan sebatas memasang pernak-pernik benda pula pop culture pada masa tersebut, sebutlah Insane in the Membrane dan Creep yang turut dimainkan hingga Jaws sempat pula disinggung. 


Terkait terornya sendiri, 1994 memang terlampau jinak dengan rangkaian pembunuhan yang jauh dari kesan baru (terkecuali menjelang konklusi yang melibatkan pemotong roti, pula sempat disinggung keberadaannya). Meskipun tak pelit dalam menumpahkan darah, kreativitasnya hanya berjalan sekedar untuk menusuk dan memenggal, di samping cerita yang sebenarnya telah dimodifikasi (menempatkan karakter lesbian sebagai peran utama misalnya).


Walaupun demikian, 1994 memberikan sebuah hiburan dengan taraf yang cukup tinggi sebagai tontonan yang cukup memuaskan, meski itu berarti terkendala seputar aturannya yang kerap disalahi. Separuh akhir filmnya begitu efektif mencengkram anda untuk tetap terjaga, pun demikian dengan penulisannya yang tampil tertata.


Bukan sebuah kejutan apabila 1994 dijadikan sebagai cliffhanger bagi dua film selanjutnya (1978 yang akan membahas seputar kejadian di Camp Nightwing, dan 1666 akan mengupas peristiwa Sarah Fier) yang menimbulkan sebuah ketertarikan tersendiri akan mitologi pula unsur mistisnya yang membutuhkan sebuah tanya untuk segera dijawab.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar