Semenjak Jaws (1975), saya amat menyukai film bertemakan serangan hiu yang rutin saya saksikan sedari kecil lewat DVD. Ada sebuah sensasi tersendiri yang membuat saya takut untuk berenang dalam air dalam, yang mana merupakan keberhasilan filmnya dalam menciptakan sebuah kengerian. Datang dari produser dwilogi 47 Meters Down, Great White ingin mengulang ketakutan tersebut disaat semuanya berjalan diluar rencana sebelumnya, yang mana merupakan trope umum film sejenis yang sudah jamak dieksploitasi dan dieksplorasi.
Sepasang kekasih, Kaz (Katrina Bowden) dan Charlie (Aaron Jakubenko) adalah dua orang yang tengah menjalankan bisnis penerbangan pesawat amfibi yang mengalami krisis finansial. Beruntung, di saat keduanya tengah kebingungan menghadapi kehamilan Kaz yang tiba-tiba, panggilan penumpang datang dari Joji (Tim Kano) dan Michelle (Kimie Tsukakoshi) yang menyewa jasa mereka untuk mengunjungi Hell's Reef. Setibanya di pantai, Michelle menemukan potongan mayat dengan gigitan hiu di kakinya. Dari sini, karakternya menuju sebuah keputusan bodoh yang dijadikan Great White untuk membuka deretan teror serangan hiu pada umumnya.
Saya takkan menyebut detailnya seperti apa, yang pasti plot tersebut adalah sebuah tindakan yang amat dipaksakan. Benar, tujuannya adalah atas asas kemanusian hingga logika pun tak sampai digunakan. Mungkin Great White mengambil statement "pada saat situasi kacau, logika memang jarang dikedepankan". Iya, saya mafhum akan hal ini, meski ini berarti meniadakan koneksi dengan karakternya yang sedari awal sudah tak layak untuk diberi simpati.
Ditulis naskahnya oleh Michael Boughen (Dying Breed, The Loved Ones), Great White sarat akan kemiripan dengan Frenzy a.ka Surrounded (2018) yang kebanyakan cerita menghabiskan waktu di atas kapal karet. Ini sejatinya bisa menyulut sebuah ketakutan andai filmnya lebih melipatgandakan kengerian alih-alih sebatas aksi repetisi. Sebutlah momen tatkala kamera menampilkan kaki yang menjuntai karakternya yang efektif memberikan kesan harap-harap cemas ketimbang pengulangan keadaaan bawah laut yang kentara artificial.
Mengenai tampilan hiunya, Great White jauh dari kesan mumpuni tatkala barisan CGI-nya amat memilukan. Budget memang mempengaruhi, meski beberapa aksi diantaranya mampu memberikan sebuah momen yang watchable. Sisanya adalah sebuah pengulangan demi pengulangan yang miskin kreativitas. Salah satunya adalah momen flashback yang menyiratkan ketakutan Charlie yang hampir tewas oleh gigitan hiu selama menjadi ahli biologi atau kematian karakternya yang bermula dari sebuah kebodohan (bertengkar di atas perahu karet karena kecemburuan).
Setidaknya, para pemainnya tampil meyakinkan pula barisan shot kamera menciptakan sebuah kesan estetik. Menuju konklusi, tensi seketika naik, yang membuat Martin Wilson selaku sutradara debutan mendadak sedikit naik kelas-setelah sebelumnya terjebak pada sebuah pengulangan sarat kejemuan (kentara di pauh awal filmnya). Andai momen seperti ini banyak ditampilkan, Great White mungkin takkan berlalu begitu saja selepas menontonnya.
SCORE : 2/5
0 Komentar