The Dark and the Wicked dibuka oleh sebuah keheningan, sementara kamera bergerak menyoroti peternakan domba yang masing-masing tengah mengembik ketakutan, bergumul dengan kawanannya. Setelahnya, samar-samar terlihat seorang wanita yang tengah melakukan aktivitas ditengah gelapnya malam. Berdasar hal ini, kita tahu, bahwa ada yang tak beres dengan kondisi ini. Sebuah situasi yang seperti judulnya ungkapkan, begitu gelap dan jahat.
Belakangan diketahui wanita itu bernama Virginia Straker (Julie Oliver-Touchstone), seorang peternak asal Texas, yang pada saat bersamaan tengah merawat sang suami, David Straker (Michael Zagst) yang sudah lama terbaring di ranjang. Hingga suatu ketika, kedua anaknya, Michael (Michael Abbott Jr.) dan Louise (Marin Ireland) datang menemuinya untuk sekedar menjenguk dan melihat keadaan sang ayah, yang justru mendapari respon tak baik kala sang ibu berusaha untuk memintanya pergi dan jangan pernah datang kembali.
Ambiguitas moral adalah hal yang paling kentara dalam The Dark and the Wicked, yang seperti kebanyakan film indie tempuh, menerapkan mode slow-burn di mana keseluruhan cerita berlangsung selama seminggu. Tentu, setiap harinya terdapat sebuah kejadian atau keanehan yang menimpa mereka, termasuk kematian sang ibu yang memutuskan untuk gantung diri setelah sebelumnya memotong tangannya sendiri.
Masih teringat jelas teringat suara potongan tangan, yang berkat scoring dari musik hasil gubahan Tom Schraeder (Hurt, Act Super Naturally, Doll Eyes) tampil menghantui perasaan. Pun, di lain kesempatan, berbekal suara gemuruh angin memberikan sebuah intensitas tinggi, yang membuat penonton harap-harap cemas. Klasik tapi menolak untuk tampil pasif maupun naif.
Benar, keluarga Straker memang jauh dari agama, bahkan secara terang-terangan mengaku bahwa mereka memang tidak mengenal Tuhan. Hingga tatkala sang ibu mengumpulkan salib kecil yang sering ia temukan, Louise merasa ada sesuatu yang janggal, yang semakin jelas tatkala Michael menemukan sebuah buku berisi tulisan aneh yang mengisyaratkan sebuah pesan adanya ketidakberesan.
Apakah ini bentuk tipu daya iblis, yang seperti ungkapan seorang pendeta (Xander Berkeley) merupakan hukuman dan konsekuensi dari ketidakinginan mengenal Tuhan? Ataukah keluarga Starker memang penyembah iblis? Pertanyaan tersebut memang menggantung, karena fokus filmnya sendiri menampilkan dampak yang terjadi, ketiadaan hubungan harmonis antara anggota keluarga semakin menguatkan ketidaktahuan kita dengan karakternya yang menyimpan setumpuk banyak pertanyaan.
Ditulis sekaligus disutradarai oleh Bryan Bertino (The Strangers, Mockingbird, The Monster), The Dark and the Wicked memang jauh dari kesan baru, mengingat sub-temanya sendiri sudah banyak dieksploitasi dan dieskplorasi oleh para sineas lain. Meski demikian, pengadeganannya tampil efektif karena lebih mengenyahkan jumpscare dan bermain dengan keheningan. Sepertiga awal filmnya adalah bukti dari kreativitas sang sutradara yang membiarkan medium seperti suara maupun kejadian alam sebagai alat penyulut ketakutan.
Senada dengan harapan, para pelakonnya pun tampil brilian. Terutama Ireland, dalam menghantarkan rasa takut secara natural kala matanya seringkali berbicara, sementara rokok adalah penenangnya yang selalu ia jadikan teman. Sementara kehadiran singkat Touchstone begitu membekas di ingatan.
Menuju ke hari berikutnya, intensitas terus dipacu dan dimainkan begitu tinggi dalam proses pencarian yang banyak menekankan pada ranah gore dan cipratan darah yang terus diumbar. Terdapat sebuah sandungan berupa penempatan pacing yang tak tepat sasaran, menciptakan sebuah perpindahan kasar, yang untungnya tak sepenuhnya mengganggu laju penceritaan. Dari sini, The Dark and the Wicked pun berubah ke ranah mainstream.
Ini mengacu pada konklusinya yang sengaja dibiarkan menggantung, pun sebelumnya apa yang ditampilkan berlangsung begitu terburu-buru, seolah ketiadaan ruang untuk bercerita. Biarpun memiliki cacat, beberapa adegan dalam The Dark and the Wicked tak akan mudah dilenyapkan begitu saja, ini berarti, filmnya masih memiliki keberhasilan meski tak sepenuhnya tersampaikan, karena sekali lagi, kejelasan bukanlah hal yang sedari awal diterapkan.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar