Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - JABARIYA JODI (2019)

 

Jabariya Jodi (Forced Couple) berangkat dari sebuah tradisi yang lazim terjadi di Bihar, di mana seorang pria diculik secara paksa guna menghindari mahar yang tak mampu dibayar keluarga mempelai wanita. Berjalan mengikuti arus komedi, Jabariya Jodi sejatinya menarik dan berpotensi melayangkan kritisi tersendiri mengikuti khasanah sinema Hindi masa kini. Sayang, persentasinya tak sepenuhnya mulus karena naskah hanya memainkan "problema sosial" tersebut di permukaan, bukan di kedalaman.
 
 
Abhay Singh (Sidharth Malhotra) adalah pemuda penuh gaya yang menjalankan sindikat jabariya shaadi (pernikahan paksa), tugasnya adalah memenuhi panggilan keluarga mempelai wanita untuk menangkap pria yang memasang mahar tinggi (biasanya dilakukan oleh keluarga yang memiliki mahasiswa berprestasi, dokter, hingga jabatan tinggi di perusahaan) dan menyebutnya sebagai surprise party (selanjutnya surprise shaadi). Mereka dipaksa untuk menjalankan pernikahan dan menolak berarti siap datang ke pemakaman.
 
 
Suatu ketika, tatkala melancarkan modus operandinya, Abhay bertemu kembali dengan Babli (Parineeti Chopra). Kekasih masa kecilnya di Madhopur Bihar-yang pindah ke Patna sebab Babli mencium pipinya. Reuni keduanya semula berjalan biasa, namun, setelah sering jalan bersama, keduanya menemukan kembali cinta lama yang kini masih terhalang ayah Babli, Duniya Lal Yadav (Sanjay Mishra) yang masih membencinya serta ambisi Abhay untuk tak menikah sebelum mendapat gelar MLA.
 
 
Ditulis naskahnya oleh Sanjeev K. Jha (Barot House) yang merupakan pribumi asal Bihar, paruh pertama Jabriya Jodi tampil menjanjikan, di mana atensi didapat sedari filmnya melakukan introduksi. Dimulai dengan tampilan flashback masa kecil dua tokoh utama yang menggemaskan, kemudian berlanjut memberikan penokohan Babli yang pemberontak, sementara sebuah poster Kill Bill (2003) hingga Mission : Impossible - Rogue Nation (2015) yang terpampang di dinding ditampilkan. Ini menunjukan bahwa sang sutradara debutan, Prashant Singh mempunyai sensitivitas tinggi, di mana kehadiran poster memberikan intensi terhadap karakter asli Babli.
 
 
Selanjutnya, Jabariya Jodi tampil ringan di mana romansa keduanya mengambil alih sentral penceritaan. Pilihan ini sejatinya tepat, mengingat Prashant bisa melakukan dua tugas sekaligus secara bersamaan. Namun, apa yang dilakukan bukan seperti yang diharapkan, Jabriya Jodi tak mampu memberikan sebuah pengisahan yang benar-benar mengikat alih-alih terjebak pada sebuah melodrama berkepanjangan.
 
 
Klise. Demikian kata yang tepat mewakili keseluruhan hasil akhir Jabariya Jodi yang menanggalkan potensi utama hanya untuk menampilkan deretan adegan yang ditujukan mengundang air mata. Singkatnya, gambaran tersebut mewaklili sebuah problematika dan pengorbanan cinta yang coba ditampilkan Prashant dengan sepenuhnya patut pada formula romansa serupa. Pun, deretan konfliknya tampil stagnan, tak jauh dari masalah yang ditarik-ulur.
 
 
Puncaknya adalah ketika Duniya Lal meminta jasa jabariya shaadi lewat perantara sahabatnya, Pathak (Neeraj Sood) yang mengantarkannya pada Hukun Dev Singh (Javed Jaffrey), ayah Abhay. Pun, kesalahpahaman datang dari Babli yang mengira bahwa sang ayah hendak menjodohkannya dengan Abhay. Nantinya, Babli mengetahui yang sebenarnya pula sebaliknya dengan Abhay yang kecewa dengan keputusannya. Opsi lain pun dilakukan: menculik Abhay guna menikahinya secara paksa. Dari sini awal mula ketidakberesan naskahnya.


Padahal, Prashant Singh sempat memberikan saya sebuah pemandangan menyentuh kala kedua karakter utama pulang ke rumah, menceritakan segala keluh kesah dan perasaan terjujur mereka sampaikan kepada orang tua sebagai orang yang mengetahui betul sikap anaknya. Babli kepada sang ayah, sementara Abhay menangis di pangkuan sang ibu (Sheeba Chadda). Keduanya memiliki sikap didik yang berbeda, di mana Duniya Lal melarang Babli untuk menangis karena terlalu cengeng (sudut pandang seorang laki-laki) sementara lewat sudut pandang perempuan, ibu Abhay menyuruh Abhay untuk menangis, mengeluarkan segala kesedihannya. Sungguh, sebuah stereotif sederhana yang benar adanya.
 
 
Parineeti Chopra terlihat bersenang-senang tatkala mengulang perannya di Meri Pyaari Bindu (2017) sebagi sosok wanita kuat nan tangguh, bahkan sempat dijuluki "Babli Bomb" setelah video-nya menghajar sang kekasih viral lewat televisi dan sosial media. Sidharth Malhotra menampilkan kerapuhan seorang pria yang terjebak dalam dilema, di mana harapan dan keingin acap kali terhalang perspektif turunan sang ayah, melihatnya berperan sebagai pria slengean lengkap dengan syal dan kemeja mencolok dirasa kurang pantas pada dirinya, Varun Dhawan adalah yang terdepan dalam karakter ini. Aparshakti Khurana adalah MVP di Jabriya Jodi, berperan sebagai Santosh, teman dekat Babli yang menaruh rasa kepadanya adalah karakter yang paling saya sukai. Jatah tampilnya memang kurang banyak, namun, lewat Santosh saya belajar bahwa mencintai tak harus memaksa dan membiarkan cinta dan perasaan memilih sejujurnya.


Konklusinya adalah yang terlemah, di mana untuk menampilkan sebuah titik balik filmnya, Jabriya Jodi harus tampil menye-menye terlebih dahulu lewat sebuah dramatisasi yang tak sampai mengundang simpati. Semakin menjengkelkan adalah tatkala perubahan sikap kolot orang tua berubah begitu mudah berbekal satu kalimat saja. Untuk urusan ini, Antardwand (2010) jelas jauh lebih unggul dalam memainkan dan memaparkan pemasalahan serupa dengan sumber utama.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar