Dil Bechara memegang sebuah beban kala memutuskan untuk melakukan remake sekaligus adaptasi bagi novel laris John Green, The Fault in Our Stars, yang pada enam tahun lalu merubah sebuah disease porn dengan pesan menyentuh atas perayaan kehidupan seseorang yang terbingkai dalam sebuah kenangan. Melakoni debut perdananya sebagai sutradara, Mukesh Chhabra (sebelumnya merupakan seorang casting director) bertanggung jawab atas romansa dua insan yang sama-sama memiliki kesamaan.
Kizie (Sanjana Sanghi) adalah gadis berdarah Punjab yang menderita kanker tiroid. Ini mengharuskannya memasang selang dan menghirup oksigen dari tabung bawaannya yang ia beri nama Pushpinder. Demi bisa hidup, Kizie harus mematuhi segala peraturan, entah itu dari kedua orang tuanya (diperankan oleh Swastika Mukherjee dan Saswata Chatterjee) maupun anjuran kesehatan berupa meminum obat rutin setiap saat. Singkatnya, kehidupan tersebut amat membosankan baginya.
Hingga pertemuannya dengan Immanuel Rajkumar Junior alias Manny (Sushant Singh Rajput) dalam pentas seni memberikan warna baru terhadap hidupnya. Kizie mungkin tak bisa merasakan kehidupan gadis normal seperti harapannya, namun, ia bisa merasakan keindahan atas kebersamaannya bersama Manny yang selalu membawanya pada sebuah pengalaman baru, seiring dengan tumbuhnya perasaan antar keduanya.
Manny adalah penderita osteosarkoma (kanker tulang) yang berkebalikan dalam memandang kehidupan dengan Kizie. Kehidupan bagi Manny ialah untuk bersenang-senang dan mewujudkan impian selama masih ada harapan dan tindakan. Itulah mengapa ia menghiraukan segala anjuran kesehatan dan tak segan untuk menghirup rokok sekalipun, karena menurutnya-kanker sudah menggerogoti tubuhnya.
Tak butuh lama untuk Dil Bechara menampilkan segala keindahan disamping kematian yang siap datang kapan saja. Manny mengajak Kizie untuk bergabung bersamanya membuat sebuah film sarat unsur aksi milik Rajinikanth, di mana ini adalah impian salah satu sahabat mereka, Jagdish Pandey alias JP (Sahil Vaid) sebelum kehilangan kedua matanya di tengah glaukoma (kanker saraf mata) yang bisa kapan saja datang. Keputusan untuk tak mendramatisasi cerita adalah rasa yang masih dijaga oleh Chhabra sebagai warisan kekuatan milik pendahulunya.
Tentu, modernisasi dan penyetaraan budaya tak dapat dihindari, yang mana ditampilkan terlampau jauh oleh Dil Bechara-meski bukan sebuah masalah selama unsur utama masih terjaga. Keputusan ini sejatinya tampil kreatif di beberapa bagian (membuat film) yang menampilkan sebuah variansi tersendiri terhadap narasi, meski tak jarang juga yang disepelekan kehadirannya, sebutlah kepergian Manny-Kizie ke Paris guna mendatangi Abhimanyu Veer (Saif Ali Khan), penyanyi idola Kizie yang tak meneruskan album miliknya.
Beberapa sub-plot memang terkesan tumpang-tindih dalam penyajiannya, termasuk ketika Chhabra menampilkan sebuah titik balik bagi konflik yang kurang sebuah build-up karena kedatangannya terasa tiba-tiba. Naskah hasil tulisan Shashank Khaitan (Humpty Sharma Ki Dulhania, Badrinath Ki Dulhania, Dhadak) dan Suportim Sengupta (Meri Pyaari Bindu) memang mampu menangkap pula menghasilkan sebuah esensi, meski tidak dengan kedalamannya yang tak sepenuhnya merata.
Meski demikian, Dil Bechara tetaplah sajian yang masih saya nikmati berkat aransemen musik dari A.R. Rahman yang penuh akan semangat beserta gubahan lirik Amitabh Bhattacharaya yang seirama dan senada dengan cerita, di samping sinematografi Satyajit Pande (Kahaani, Dead Ishqiya, Dangal) yang mampu menangkap keindahan Jamshedpur lengkap dengan segala spot cantik miliknya, favorit saya adalah taman penuh rongsokan kendaraan, yang juga dijadikan main poster sebagai bentuk promosi.
Konklusinya masih mampu mengundang air mata, utamanya setelah kita melihat rekam video kebersamaan Kizzie dan Manny yang di saat bersamaan menjadi sebuah perayaan atas penghormatan kepergiaan sosok tercinta. Pun, Dil Bechara mengubah kata Seri (dalam bahasa Tamil berarti Ok) begitu menyayat hati, yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya-setelah ia mengeliminasi keaslian sebuah dongeng yang sering dibacakan nenek menegenai Ratu dan Pangeran yang tak selamanya abadi. Ini adalah salah satu anggapan filmnya dalam memandang kematian sebagai sebuah kepastian.
Dalam peran pertamanya, Sanjana Sanghi memberikan sebuah performa berisi terhadap Kizie, itu dapat kita pahami hanya lewat voice over penuh pembawaan berarti. Sahil Vaid dan Saswata Chatterjee adalah karakter pendukung yang menyalurkan tawa pula rasa secara bersamaan, sementara kita tahu ini adalah peran terakhir yang dibawakan mendiang Sushant Singh Rajput, yang sekali lagi membutikan bahwa kepekaannya dalam merespon atau menciptakan situasi adalah salah satu keahlian murni. You will always be missed.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar