Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

AFTER (2019)

Seperti trilogi Fifty Shades of Grey, After yang disadur dari novel (sebelumnya populer di Wattpad) rekaan Anna Todd ini memiliki kemiripan serupa perihal seorang wanita yang jatuh cinta dengan pria misterius, sang wanita adalah tipikal good girl sementara si pria adalah bad boys. Tentu, premis ini sudah kelewat medioker dalam genre romansa yang pada ujungnya akan berkutat pada pergulatan mereka dalam menghadapi cinta dengan selipan konflik yang seadanya. After bernasib sama persis dengan trilogi Fifty Shades of Grey, baik itu dalam segi premis, penceritaan hingga kualitas akhirnya sedemikian sama.
 
 
Semua bermula kala Tessa (Josephine Langford) memasuki sebuah fakultas, pindah dari rumah ke asrama. Tessa yang diantar oleh sang ibu (Selma Blair) pula sang kekasih, Noah (Dylan Arnold) yang masih duduk di bangku SMA, mendapati sebuah kesan tak mengenakkan kala pertama masuk ke kamar Tessa-yang kemudian Tessa sendiri yakinkan mereka karena dia bisa menjaga dirinya sendiri. Dari sini kita mengenal Tessa sebagai gadis polos yang tengah mencari jati diri pula menggapai mimpinya.
 
 
Hingga, semuanya berubah kala Tessa bertemu Hardin (Hero Fiennes-Tiffin) si bad boys yang tiba-tiba hadir di kamar Tessa-yang pada saat itu ia anggap pria freak yang tak tahu diri. Seolah menarik ucapannya, Tessa mulai terpikat pada Hardin pasca berdebat perihal novel Pride and Prejudice, menghabiskan waktu bersama dan mulai jatuh cinta terhadapnya.
 
 
Romantika Tessa dan Hardin terjadi begitu cepat kala kita belum terpikat dengan keduanya, usai sebuah kejadian di sebuah danau yang membangkitkan hasrat birahi Tessa-yang baru mengenal cinta pertama dan belum hilang keperawanannya. Relasi keduanya memang kurang mengikat berkat penggarapan dangkal yang hanya mementingkan orgasme, bukan dari hati yang lubuk dalam atas dasar cinta. Dari sini saya bisa menilai bahwa Tessa hanya mengikuti nafsu birahi ketimbang cinta yang sebenarnya.
 
 
Mudah pula bagi karakter Tessa-yang terbutakan atas cinta berubah sikap, mulai dari mengubah penampilan hingga memutuskan melawan hingga berpisah dengan sang ibu dengan alasan tak ingin dikekang. Perubahan sikap Tessa memang luar biasa instan tanpa kita mengetahui sebuah proses yang cukup panjang, dari sini saya bisa sedikit memaafkan karena sejatinya remaja yang hendak menginjak usia dewasa memang kadangkala demikian.
 
 
Naskah buatan sang sutradara, Jenny Gage beserta Susan McMartin dan Tamara Chestna sebatas berkutat pada romantika cinta pertama penuh hasrat menggelora, tak masalah jika mereka bisa menyajikan sebuah urgensi lebih dalam ceritanya. Ketimbang memberikan sentuhan lebih, penyutradaraan Gage luar biasa malasnya, kala konflik terjadi hanya berdasar atas kesalahpahaman pula kecurigaan yang gampang menemukan titik temu. Ketimbang memberikan sebuah emosi, Gage hanya sebatas mengoles tanpa memanfaatkan lebih.
 
 
Saya sadar, saya terlalu berharap dari sebuah cerita remaja klise yang sedemikian medioker. After memang menggulirkan kisah seputar cinta pertama pula dampaknya terhadap sang protagonis-yang kurang amunisi lebih dalam pengadeganannya akibat naskah yang luar biasa malas pula sarat akan kegampangan tersendiri.
 
 
Seperti halnya remaja yang kerap bersikap labil, penyutradaraan Gage pun demikian. Kerap berpindah haluan tanpa memperdalam hal krusial yang dimainkan, sebutlah karakterisasi dangkal Hardin yang digambarkan misterius-yang urung terlihat jelas sisi misteriusnya, selain akting dingin miliknya.
 
 
Seperti yang telah saya singgung diatas, After memanglah klise pula medioker, hingga tak mengejutkan jikalau konklusi selaku penutupnya gagal tampil merekah pula memiliki emosi akibat penggampangan cerita yang sebatas memenuhi twist berupa ketidakseriusan-yang berubah sebaliknya pasca bersama. Sebuah premis yang terlampau jamak kita temui dalam FTV maupun sinetron. After akhirnya berujung serupa dengan kualitas premisnya.
 
 
SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar