Sakral adalah kolaborasi antara MD Pictures dengan Dee Company yang "terbaik" sejauh ini. Itu berlaku ketika saya menikmati filmnya kala awal durasi bergulir. Setidaknya, Sakral mampu memaparkan cerita ketimbang menyerang kita sebagai penonton dengan gempuran jump scare plus tata suara berisik (meski itu terjadi juga). Menyebut kata "terbaik" di sini bukan berarti semuanya berjalan baik, ini seperti sebuah pembelajaran tersendiri bagi Dee Company yang kali ini menempatkan Tema Patrosza (Tumbal:The Ritual) di bangku sutradara. Sekali lagi kata "terbaik" harus seketika terhempas kala konklusi yang berujung menggelikan yang rasanya tak mampu dicerna oleh akal sehat kita sekalipun.
Melina (Olla Ramlan) bersama Daniel (Teuku Zacky) tengah berbahagia kala mereka tengah menanti lahirnya jabang bayi kembar yang hendak di beri nama Flora dan Fauna (ehh.... maaf maksud saya Fiona). Sayang, hanya Flora saja yang berhasil selamat. Selang beberapa tahun, Flora tumbuh menjadi anak pendiam dan urung melontarkan sepatah kata sedikit pun, ia hanya memandangi dan memainkan kotak musik berwarna putih yang selalu ia bawa kemana pun. Singkat kata, keanehan ini akan menggiring kita pada sebuah misteri yang nantinya telah dipersiapakan oleh Baskoro Adi Wuryanto (Jailangkung, Ruqyah: The Exorcism, Gasing Tengkorak) yang sulit sekali diterima akal sehat. Ya, intinya adalah sebuah cinta yang mampu mengalahkan segalanya. Termasuk serangan iblis sekalipun. Entah ini sebuah metafora atau apa yang jelas ini terdengar menggelikan bukan?
Eksekusinya terbilang medioker. Kala mayoritas durasi menampilkan beragam keanehan yang berujung pada sebuah penampakan hantu yang dapat berubah warna menjadi hitam maupun putih. Entah ini sebuah ketidakonsistenan atau sebuah dobrakan baru dari Dheeraj Kalwani. Melina tentu menjadi sasaran sang makhluk yang pada kisahnya membuat Daniel meragukan kesehatan sang istri, membawanya ke sebuah psikiater. Dan booom.... begitu mudahnya sang psikiater memvonis Melina menderita Skizofernia. Boleh setuju atau tidak ini adalah loncatan alur yang begitu cepat.
Keputusan Tema Patrosza untuk menempatkan jump scare sedari awal patut di apresiasi, memfokuskan filmnya pada sebuah penceritaan yang tak tergolong rapi. Setidaknya semuanya tersampaikan meski cacat sana-sini, ini adalah sebuah pembelajaran yang baik, meski hanya berjalan beberapa langkah dan harus mengorbankan lima produksi film sebelumnya. Sekali lagi, mereka tengah belajar. Ini yang saya maklumi meski tetap saja gangguan setumpuk pertanyaan mengganjal di kepala demi mengucapakan kata sebuah "pembelajaran".
Olla Ramlan yang menjalani debut aktingnya hanya bermodalkan teriakan histeris dengan tubuh rela terbanting, sementara Teuku Zacky berusaha keras membuat dialog terdengar nyaman untuk diucapakan, meski penulisannya sangatlag dangkal. Sementara sang aktris yang memerankan hantu, saya tak kuasa untuk menyebutnya, hanya bermodalkan cekikikan yang menggelikan dengan tingkah serba kaku. Sekaku batang kayu sekalipun.
Menuju 30 menit terakhir, Sakral menumpahkan sebuah kegilaan sarat kesadisan yang tampil serba tanggung. Entah berapa banyak kaca pecah, berapa galon darah tumpah dan berapa potongan tubuh patah. Semuanya tak memiliki esensi berlebih selain hanya sebatas melengkapi. Pun semakin vital kala kamera men-close up adegan tersebut yang sengaja dibuat serba tanggung demi menghindari gunting sensor. Alhasil, Sakral tersaji nyaris tanpa taji. Ini membuktikan kurangnya sebuah kepekaan pula perhatian lebh sang sutradara,-ataukah bisa saja kurangnya pemahaman pula pengalaman. Yang jelas konklusi yang hanya "bermodalkan cinta" turut melemahkan filmnya untuk mendapat sebuah cap yang turut memusingkan logika untuk mencernanya.
SCORE : 2/5
0 Komentar