Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

JARAN GOYANG (2018)

"Datang sinting pulang tergila-gila" demikianlah tagline yang dimiliki Jaran Goyang yang bak sebuah modifikasi dari rapalan mantra Jelangkung. Benar pula, saya yang datang untuk menyaksikan film ini dibuat sinting dan begitu film usai saya pun kembali dibuat gila. Entah apa yang menimpa terhadap diri ini, ataukah saya terkena ilmu pengasih "Jaran Goyang"? Saya pun tak tahu pasti selain dibuat sinting dan gila pasca menyaksikan Jaran Goyang yang dengan ampuh meracuni korban seperti saya ini untuk membuka bibir yang terkatup rapat, sulit rasanya untuk menyebut film gila nan sinting ini mencemari kualitas perfilman kita yang tengah berada pada masa jaya dijejali tontonan berkualitas, Jaran Goyang pun menyelinap masuk dengan rasa tak tahu diri.
 
Jaran Goyang membuka sekuennya dengan menampilkan seorang wanita tengah dikejar sesosok kuda hitam di tengah hutan pada malam hari. Rupanya itu hanya sekedar mimpi sebelum kembali menghadirkan sebuah adegan tari yang kemudian disusul oleh cameo dari Trio Macan dengan satu vokalis tambahan tengah menggoyang panggung menyanyikan lagu "Jaran Goyang". Entah pembuka jenis apa ini yang tak saling bertautan satu sama lain berkat sebuah makna yang saya tak tahu apa selain celetukan "Apa salah dan dosaku sayang?"
 
Jaran Goyang adalah ilmu pengasih guna memikat hati pasca cinta ditolak, seperti karakter dalam film ini, Elena (Cut Meyriska) seorang penyanyi dangdut ternama dengan jadwal yang super padat. Ya, ini adalah wanita yang tadi menyanyi dengan Trio Macan,-namun pasca sekuen tadi, saya sama sekali tak melihat Elena kembali menyanyi. Patut dipertanyakan memang. Lalu kita diajak pada sebuah sekuen ketika Elena bersama sang adik yang turut merangkap sebagai manajernya, Tania (Laura Theux) yang tiba-tiba melihat penampakan seekor kuda hitam di siang bolong, dengan sebuah tapal yang tertinggal pula. Meski merasakan sebuah keanehan, saya pun dibuat gendeng kala mereka yang awalnya membuang tapal kuda tersebut kembali mencomot kembali guna dijadikan sebuah koleksi. "Unik" katanya. Sekali lagi saya mafhumi kebiasaan wanita cantik nan kaya yang gemar bertingkah aneh.
 
Setelah itu, Elena mendadak dibuat tergila-gila dan menyebutkan nama Dirga (Ajun Perwira) terus-menerus. Dirga yang seorang tukang kebun di rumah mereka jelas memakai ilmu pengasih "Jaran Goyang" pasca di tolak mentah pula di siram kopi panas oleh Elena. Ialah Srinthil (Nova Eliza) tante dari Dirga yang memberikan ilmu pengasih itu. Awalnya Srinthil memang menolak memberikan, -namun luluh juga karena alasan tak tega denga melayangkan satu syarat khusus kepada Dirga, yakni tak boleh memakai ilmu tersebut sebagai pelampiasan nafsu. Come on, ini seperti seseorang pengedar narkoba atau penjual alat kontrasepsi yang melarang barang jualannya untuk disalahgunakan. Sekali lagi, ini berkat sebuah kompas moral yang dipaksa dimasukan tanpa memperhatikan aturan yang diabaikan oleh sang penulis naskah Wahyu S. Nugroho.
 
Di tangan sutradara yang tepat, Jaran Goyang jelas berpotensi menjadi sebuah sajian yang pasti mengenai sebuah obsesi yang merajai hasrat untuk memiliki. Namu sutradara Findo Purwono HW (Menculik Miyabi, EL) bukanlah sutradara yang demikian. Ketimbang menjadikan sebuah studi karakter ia malah sibuk memberikan penonton beragam penampakan berwujud hitam pekat. Apakah ini sebuah makna tersirat dari filmnya yang memiliki kualitas berupa gumpalan hitam pekat serupa makhluk yang meneror karakternya?
 
Menyebut Findo Purwono HW sebagai sutradara yang tepat jelas begitu sulit, alhasil menyebut dia sebagai sutradara yang cepat bisa dibilang pas. Ya, cepat dalam membuat sebuah sajian karya yang tersaji mentah pula tak tahu bagaimanan menyusun rangakaian cerita ke dalam sebuah layar. Dengan cepat pula ia memberikan sebuah moral value yang bak sebuah cerita yang diambil dari film hidayah televisi Azab dengan judul "Memakai ilmu Jaran Goyang, mayat berubah menjadi arang, sulit dikebumikan karena melepuh dan tak terlihat seperti debu".
 
Tentu film dengan kualitas yang berpijak pada sebuah kitab sinetron mempunyai adegan dramatis yang diulang-ulang pula tanpa masuk akal sekalipun. Seperti kala Dirga memukul pacar dari Elena, Robert (Cris de Lima) yang adegan pukulannya di ulang selama tiga kali. Untuk apa? Jelas demi memuaskan hati para khalayak untuk mendramatisasi adegan tersebut.

Satu hal positif yang dimiliki oleh Jaran Goyang ialah ia tetap bertutur mengikuti cerita, mengurangi jump-scared berlebih. Hanya satu? Ya begitulah. Saya menikmati Jaran Goyang sebagai tontonan "So-bad-it's-good". Sehingga kala konklusi penutup film ini tampil saya tiba-tiba pusing tak kepalang. Benar apa yang disampaikan oleh tagline-nya, Jaran Goyang adalah tontonan yang mampu menggoyang pikiran menjadi sinting dan gila.

SCORE : 1/5
 
 

Posting Komentar

0 Komentar