The
Escape adalah apa yang kita sebut dengan kitchen-sink drama. Sebuah
drama dapur yang begitu dekat dengan kita pula menenggelamkan. Saya
selalu memulai hari dengan bangun tidur-melakukan aktivitas-istirahat
(baca: tidur), pun demikian siklus serupa terulang kala esok hari.
Memang sebuah kondisi yang melelahkan-jika sekilas dipikirkan. Bosan
serta sebuah titik yang menjemukan
kadang menghampiri. Serupa dengan kondisi diatas, The Escape pun
menuturkan kisah demikian, sebuah proses untuk mencari kebebasan
ditengah rutinitas yang melelahkan.
Tara (Gemma Arterton) adalah sosok seorang ibu rumah tangga yang memulai aktivitas dengan bangun tidur-membersihkan rumah-mengantarkan anak sekolah serta mengurus sang suami, Mark (Dominic Cooper) kala memintanya untuk melayani hasrat birahi untuk bercinta. Tentu, bagi Tara hal tersebut memang perkara mudah. Namun serupa dengan orang kebanyakan, terkadang sikap jengah pula jemu menghampiri. Hingga pada suatu ketika, ia mengutarakan kepada sang suami bahwa ia tak bahagia. Puncaknya adalah kala Tara meninggalkan rumah pasca sang anak susah untuk diatur.
Sangat mudah terwakili oleh karakter Tara, karena kondisi serupa mungkin pernah atau bahkan sedang dirasakan oleh beberapa orang di luaran sana. Tara menganggap kehidupannya tak bahagia, monoton pula tak sesuai dengan apa yang diinginkan. Inilah apa yang menjadi pondasi utama The Escape yang begitu tampil dingin-namun menampar oleh tangan Dominic Savage (turut merangkap sebagai penulis naskah).
Sebaliknya pula kita akan begitu mengutuk perbuatan Tara yang cenderung bersikap ambivaliensi terhadap sang anak pula suami. Ini seperti sebuah simpati pula arogansi dicampur dalam satu wadah. Namun Savage lewat kaca matanya mengutarakan sebuah pesan terkait kebebasan. Apa yang dilakukan oleh Tara di sini bisa saja menjadi sebuah simbol keberanian dalam berpendapat, meski pengadilan kasat mata berupa cibiran pula pengucilan bisa saja terjadi.
Berbeda dengan Mark yang selalu mencoba menenangkan pula mencari sebuah resolusi bagi Tara yang selalu bersikap sebaliknya. Ini pula yang menarik di sini, kegamangan pula kurangnya komunikasi terhadap isi hati menjembatani permasalahan mereka. Serupa perempuan lainnya Tara memang ingin dimengerti. Namun sifat gengsi dan terbuka rasanya terlalu baik untuk dilakukan Tara.
“Perempuan terkadang tidak tahu apa yang mereka mau, namun mereka ingin dipahami oleh pasangan mereka.” Demikian jika saya boleh mengutip sebuah pernyataan mengenai perempuan. Jelad ini terlampau rumit, bak berada di sebuah labirin tanpa sebuah arah tujuan yang jelas atau istilah "mencari jarum dalam tumpukan jerami" pun dapat disematkan pada kondisi tersebut yang kian terjaga tensinya oleh Cooper kala ia terus bermain dengan perasaan, yang seperti kita tahu sangat sulit untuk ditebak.
The Escape memang tampil biasa bahkan sederhana-namun Cooper sendiri menolak untuk tampil naif lewat sebuah perasaan yang sensitif. Dalam salah satu adegan kita diperlihatkan kala Tara menghadap sebuah cermin atau kala ia mengunjungi sebuah tempat di Paris yang terdapat sebuah lukisan lewat sebuah buku yang dibaca oleh Tara "The Lady and the Unicorn" yang secara tersirat melambangkan apa yang diinginkan Tara.
Penyutradaraan Cooper begitu dingin tapi mampu tampil bergejolak. Konflik pun dirasa sangat dekat pula sederhana. Serta sebuah resolusi yang kelewat simple namun penuh arti. Demikianlah The Escape tampil, seperti sebuah gerakan yang perlahan pelan namun langkahnya pasti.
SCORE : 4/5
0 Komentar