Diluar
sampul filmnya sebagai film horor, Sajen garapan sutradara Hanny R.
Saputra (Heart, Love is Cinta, Mirror) sekaligus menandai kembalinya
sang sutradara pasca menggarap film Dejavu: Ajian Puter Giling,
menyimpan sebuah isu penting terkait bullying yang mungkin sampai
sekarang kerap terjadi, khususnya di kalangan remaja. Namun naskah
garapan Haqi Achmad yang mana ini adalah
kali pertama beliau menyusun naskah film bergenre horor bak kebingungan
menyampaikan pesan tersebut yang kemudian berujung pada sebuah momen
penampakan hantu yang bukannya membuat bulu kuduk berdiri melainkan
mengundang saraf tawa.
Ya, saya tak salah menyebut hal itu karena saya sendiri dan mungkin mayoritas penonton yang sudah menyaksikan film ini dibuat terpingkal-pingkal kala muncul sebuah penamapakan hantu keluar dari layar televisi layaknya Sadako dalam film The Ring yang kemudian kembali hilang kala sang kepala sekolah yang diperankan oleh Minati Atmanegara melemparkan pensil ke depan layar dan begitupun banyak penampakan serupa yang diluar nalar terulang kembali.
SMA Pelita Bangsa adalah tempat terjadinya sebuah teror hantu, konon sekolah swasta elit ini mempunyai reputasi buruk yang disimpan rapat-rapat oleh sang kepala sekolah, terjadi kasus bunuh diri yang semuanya dilatarbelakangi oleh motif yang sama yakni penindasan. Alanda (Amanda Manopo) salah satu murid yang mendapatkan beasiswa ingin memutus rantai bullying dengan merekam kejadian tersebut. Namun niat memutus rantai bullying tersebut gagal dikarenakan kamera peninggalan almarhum sang ayah harus dirampas oleh sang penindas, mereka adalah Bianca (Steffi Zamora) dan sang kekasih, Davi (Jeff Smith), berniat mengambil kameranya kembali Alanda malah dijebak yang membuatnya kemudian putus asa hingga tewas bunuh diri di sebuah lift.
Disinilah teror serta puncak utama Sajen sebagai film horor tampil, setelah sebelumnya momen drama kentara menghiasi paruh awal filmnya yang justru menjadi sebuh titik balik sekaligus jurang yang teramat dalam bagi filmnya untuk meluncur sebebas-bebasnya mengedor penampakan demi penampakan menggelikan yang turut memancing saraf tawa. Hanny R. Saputra seolah kebingungan mencari jalan untuk filmnya yang kemudian membuat Sajen urung dikulik lebih, terlebih saya begitu mengharapkan mitos mengenai penggunaan sajen hingga isu terkait bullying yang sama-sama urung untuk dipaparkan lebih.
Mengabaikan dua poin penting diatas, Sajen malah melucuti momen seriusnya yang dibangun sejak awal, membuatnya kembali lagi menampilkan momen menggelikan berupa penampakan hantu Alanda dilayar ponsel Davi, yang mana selain memancing tawa sang aktor kurang mulus menampilkan ekspresi takut, seolah definisi "ganteng" akan luntur darinya. Sebuah tanda tanya besar pun kembali muncul dibenak saya ketika menyadari sekolah yang (katanya) elit dan nomor satu ini bak kekurangan tenaga pengajar, hanya tampil dua guru, dan seorang pembagi tisu....eh maaf maksud saya pustakawan bernama Ratu (Rachel Amanda) yang sering membagikan tisu ketimbang mengurus buku.
Alhasil apa yang saya alami ketika menonton film ini adalah sakit perut akibat terlalu banyak tertawa, rasanya saya ingin mengikuti nasihat dari Riza (Angga Yunanda) untuk sering mengucap istigfar. Namun ketika melihat klimaks Sajen saya kembali sulit menahan tawa sekaligus kehilangan otak sehat saya sendiri. Pernah menonton Carrie? Klimaksnya bernada serupa kala hantu Alanda mengobrak-abrik sang sahabat, Kayra (Chantiq Schagerl) dengan melemparnya kesana-kemari pada acara prom night. Yang menjadi fokus utama saya adalah para siswa juga para guru yang menyaksikan kejadian tersebut tanpa perasaan takut sama sekali, hanya berdiri tegak dan membuka mulut bak tengah melihat pertandingan sepakbola yang turut memberikan sentuhan drama yang juga membawa ibu Alanda (diperankan oleh Nova Soraya) menangis, entah itu memuji kehebatan sang anak ataupun menangis menahan takut sembari diiringi rasa penasaran.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar