Satu Hari Nanti adalah film dewasa. Mengusung rating 21+ yang dalam
filmnya ini bukan berarti bertaburan adegan vulgar, memang adegan ciuman
atau adegan ranjang sempat menghiasi layar, namun sekali lagi bukanlah
menjadi sebuah fokus utama. Dewasa dalam artian film garapan Salman
Aristo (Mencari Hilal, Talak 3) ini lebih kepada perspektif karakternya
mengenai sebuah cinta. Cinta yang bukan
hanya sebatas bertukar rayuan gombal ataupun saling suap-menyuapi
melainkan cinta dalam pandangan karakternya sendiri, pun setting luar
negeri bukan hanya sebatas ajang jalan-jalan belaka.
Bersetting di Swiss yang memfasilitasi keempat karakternya untuk tinggal bersama tanpa adanya sebuah ikatan pernikahan. Bima (Deva Mahenra) yang meniti karir sebagai pemusik mendapti hubungannya dengan Alya (Adinia Wirasti) yang sedang menempuh pendidikan chocolatier semakin hambar, sementara Chorina (Ayushita Nugraha) si manajer hotel merasa jengah dengan sikap pasangannya, Din (Ringgo Agus Rahman) seorang tour guide yang kerap bermain wanita. Kedua pasangan ini saling mendukung satu sama lain, menyediakan tempat bersandar kala sang pasangan tengah di terpa masalah, hingga lebih jauh kala sebuah ikatan persahabatan kini mulai terhiasi hasrat yang menggebu.
Satu hal pasti yang dimiliki oleh Satu Hari Nanti adalah Salman Aristo yang mampu membuat ceritanya terkesan solid, pun demikian dengan karakternya yang berkembang solid menyuarakan isi hati berupa sebuah kegelisahan terhadap masing-masing karakternya daripada bertukar rayuan gombal, keempat karakternya ini menyuarakan apa yang mereka resahkan, bukan hanya sebatas naif atau memendam perasaan. Tentu performa pemainnya sangat berjasa membangun semua itu, terutama Adinia Wirasti yang mampu menyulap momen sederhana ketika di dapur begitu hidup, penuh akan rasa.
Dalam segi visual pun begitu memanjakan mata, bidikan kamera dari Faozan Rizal mampu mengambil sudut demi sudut Swiss begitu menawan, pun dengan skoring dari Aghi Narottama beserta Bemby Gusti yang menghidupkan suasana lewat musik bernuansa Eropa. Salman Aristo mampu menekankan momentum terasa belgelora dan elegan, memberi sebuah wadah bagi penonton untuk menilik lebih para karakternya yang kian tersibak mengenai baris demi baris dialog yang ia sampaikan, tak selamanya keputusan mereka terasa simpatik, namun mampu memberikan sebuah wadah bagi penonton untuk mengerti keadan masing-masing.
Sayang penyutradaraan Salman Aristo harus tersaji sedingin Swiss, kala Salman kesulitan memberikan sebuah bobot berupa sensitivitas rasa. Pemainnya mampu memainkan hal itu dengan benar, namun sekali lagi kurang untuk di gali lebih dalam yang mengakibatkan urung adanya sebuah jalur tersendiri bagi penonton dalam ranah rasa, yang mana membuat filmnya hanya berlalu begitu saja tanpa meninggalkan sebuah dampak tersendir. Benar memang film ini jika ditelusuri lebih dalam lagi menyimpan berbagai potensi untuk di gali, alhasil Satu Hari Nanti hanya berjalan di ranah kognitif bukan afektif.
Kelemahan itu semakin memuncak kala konklusi di akhir kuraang memunculkan sebuah dampak baik itu bagi karakternya maupun penonton. Mengusung sebuah tagline "Cinta itu Perjalanan" yang mana dalam hal ini kurang berjalan mulus, saya mengharapkan di klimaks ini puncaknya sebuah konflik yang kemudian disusul sebuah konklusi yang mumpuni, namun sayang semuanya hanya berjalan begitu saja ditengah kesan dewasa dan elegan yang sudah menempel pada karakternya. Semuanya tersaji sekeras cokelat dan sedingin Swiss.
SCORE : 3/5
0 Komentar