Sempat
menuai berbagai kontra tatkala pertama kali trailer perdananya
diluncurkan, berbagai reaksi serta ucapan dan tindakan yang melarang
keras dirilisnya film ini pun tampil secara masif, karena dianggap telah
melecehkan salah satu agama (baca: Islam) terkait penggunaan kerudung
beserta niqab (cadar). Ya, bukan hanya
itu saja yang menjadi masalah, pasalnya poster yang ditampilkan pun
begitu berani dengan menampilkan jari tengah yang memang identik dengan
sebuah perlawanan yang juga dianalogikan dengan lipstik yang menjadi
ciri khas wanita. Akankah dengan semua rintangan yang dihadapi serta
penggunaan konten yang tampil berani ditengah gempuran massa yang kerap
mengecam dan melarang film ini akan membuat film ini tampil goyah?
Lipstick Under My Burkha, sebuah pemberontakan ditengah hasrat dan
keinginan memperoleh kebebasan.
Cerita berfokus pada empat
karakter yang masing-masing memiliki peran yang berbeda, mereka adalah
Usha (Ratna Pathak) seorang janda berusia 55 tahun yang menemukan hasrat
seksualnya setelah berhubungan dengan seorang lelaki yang berawal dari
sebuah telepon. Shireen (Konkona Sen Sharma) seorang ibu tiga anak yang
berjuang dari segala "ketertindasan" yang dihadapinya dan berjuang
menghidupi hidupnya beserta anaknya sebagai sales. Leela (Aahana Kumra)
seorang wanita yang hendak "kawin lari' bersama sang pacar karena
dijodohkan oleh sang orang tua dan Rehana (Plabita Borthakur) seorang
mahasiswi yang bercita-cita menjadi penyanyi seperti idolanya, Miley
Cyrus ditengah tradisi keluarganya yang mewajibkan wanita untuk memakai
kerudung. Empat karakter ini berjuang melawan segala rintangan ditengah
kolot dan kerasnya adat istiadat serta keadaan masing-masing untuk bisa
"bebas" dan mewujudkan mimpi mereka.
Lipstick Under My
Burkha garapan sutradara Alankrita Shrivastava memang membawa penonton
untuk fokus pada empat karakter dan kemudian mendorong kamu masuk untuk
memahami apa yang sebenarnya mereka inginkan ditengah keterbatasan yang
hinggap dan kemudian melekat pada diri mereka. Memang bukanlah trik yang
baru yang mencoba mengangat isu terkait feminisme dan kesetaraan
gender, berbagai film lain telah terlebih dahulu mencoba perspektif yang
dilakukan film ini. Mari kita sampingkan isu terkait agama, karena jika
saya bahas menurut perspektif serta pandangan agama saya sendiri jelas
menyimpang, namun disini saya tidak akan menyangkut pautkan semua
berdasar agama, melainkan secara universal, karena saya sendiri percaya
bahwa setiap agama yang kita pilih dan anut semua mengajarkan hal yang
baik pula terlepas dari tata cara serta konsepnya yang mungkin beda.
Alankrita Shrivastava yang turut pula memboyong menjadi seorang
screenwriter harus saya katakan seperti yang telah saya singgung tadi
ia tampil "berani" dalam masalah menulis cerita dan kemudian
memvisualisasikannya ke dalam bentuk motion picture dimana ia mencoba
mengeksplor empat karakter dengan latar belakang berbeda disini, dan itu
semua harus saya akui tampil secara all out disini. Ditengah gempuran
masalah terkait "pelarangan" serta dalamnya "keinginan" mampu
menjadikan karakternya tampil kuat dan mempesona, bagaimana ia membentuk
sebuah karakterisasi yang kuat disini adalah kekuatan film ini selain
daripada konten "berani" yang ia bawa, semua tergambar jelas disini,
fantasi liar karakter serta keadaan yang terus menghimpit mereka membuat
karakter mempunyai sebuah "challenge" yang kuat yang kemudian mampu
menopang cerita menjadi sebuah kesatuan yang utuh yang saling menyokong
satu sama lain. Semua karakter mempunyai problem yang berbeda, namun
mereka mempunyai satu hal yang sama, yakni kebebasan untuk bertindak dan
berekspresi.
Semua hasil yang kokoh itu turut diimbangi
dengan kemampuan para cast yang menawan, Ratna Pathak harus saya akui
ini adalah peran yang berani yang ia tampilkan, ia mampu tampil menggila
dengan segala gairah seksualnya ditengah usia yang memang tak lagi
muda. Konkona Sen Sharma mampu menggambaran sosok seorang wanita yang
kuat ditengah kelembutan dan kelemahannya, serta Aahana Kumra serta
Plabita Brothakur mampu menjadi seorang wanita yang mempunyai jiwa
rebelious ditengah sisi feminim yang ia miliki. Pengadeganan yang
Shrivastava tampilkan disini memang tampil seperti naskah inginkan,
tampil berani, tak ayal jika kamu melihat beberapa adegan sensualitas
yang mampu merangsang dan menciptakan libido yang tinggi dan tentunya
adegan sensual Ratna Pathak yang (maaf) melakukan ejakulasi lewat
belakang.
Memang film ini minim sekali dengan lagu dan hanya
digunakan sebagai background saja, namun semua itu tak lepas dari
bidikan kamera dari Akhshay Roy yang turut sumbangsih memberikan sebuah
penggambaran yang sesuai akan pola cerita tanpa harus pamer keindahan
alam. Seperti Poster yang menampilkan tanda "fuck", Lipstick Under My
Burkha mencoba menerapkan itu semua pada "Lipstick" merah yang seolah
menjadi ciri wanita, menampilkan sebuah pemberontakan terhadap hasrat
dan keinginan untuk tampil setara dan bertindak sesuai keinginan.
SCORE : 4/5
0 Komentar