Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

LIPSTICK UNDER MY BURKHA (2017)

Sempat menuai berbagai kontra tatkala pertama kali trailer perdananya diluncurkan, berbagai reaksi serta ucapan dan tindakan yang melarang keras dirilisnya film ini pun tampil secara masif, karena dianggap telah melecehkan salah satu agama (baca: Islam) terkait penggunaan kerudung beserta niqab (cadar). Ya, bukan hanya itu saja yang menjadi masalah, pasalnya poster yang ditampilkan pun begitu berani dengan menampilkan jari tengah yang memang identik dengan sebuah perlawanan yang juga dianalogikan dengan lipstik yang menjadi ciri khas wanita. Akankah dengan semua rintangan yang dihadapi serta penggunaan konten yang tampil berani ditengah gempuran massa yang kerap mengecam dan melarang film ini akan membuat film ini tampil goyah? Lipstick Under My Burkha, sebuah pemberontakan ditengah hasrat dan keinginan memperoleh kebebasan.

Cerita berfokus pada empat karakter yang masing-masing memiliki peran yang berbeda, mereka adalah Usha (Ratna Pathak) seorang janda berusia 55 tahun yang menemukan hasrat seksualnya setelah berhubungan dengan seorang lelaki yang berawal dari sebuah telepon. Shireen (Konkona Sen Sharma) seorang ibu tiga anak yang berjuang dari segala "ketertindasan" yang dihadapinya dan berjuang menghidupi hidupnya beserta anaknya sebagai sales. Leela (Aahana Kumra) seorang wanita yang hendak "kawin lari' bersama sang pacar karena dijodohkan oleh sang orang tua dan Rehana (Plabita Borthakur) seorang mahasiswi yang bercita-cita menjadi penyanyi seperti idolanya, Miley Cyrus ditengah tradisi keluarganya yang mewajibkan wanita untuk memakai kerudung. Empat karakter ini berjuang melawan segala rintangan ditengah kolot dan kerasnya adat istiadat serta keadaan masing-masing untuk bisa "bebas" dan mewujudkan mimpi mereka.

Lipstick Under My Burkha garapan sutradara Alankrita Shrivastava memang membawa penonton untuk fokus pada empat karakter dan kemudian mendorong kamu masuk untuk memahami apa yang sebenarnya mereka inginkan ditengah keterbatasan yang hinggap dan kemudian melekat pada diri mereka. Memang bukanlah trik yang baru yang mencoba mengangat isu terkait feminisme dan kesetaraan gender, berbagai film lain telah terlebih dahulu mencoba perspektif yang dilakukan film ini. Mari kita sampingkan isu terkait agama, karena jika saya bahas menurut perspektif serta pandangan agama saya sendiri jelas menyimpang, namun disini saya tidak akan menyangkut pautkan semua berdasar agama, melainkan secara universal, karena saya sendiri percaya bahwa setiap agama yang kita pilih dan anut semua mengajarkan hal yang baik pula terlepas dari tata cara serta konsepnya yang mungkin beda.

Alankrita Shrivastava yang turut pula memboyong menjadi seorang screenwriter harus saya katakan seperti yang telah saya singgung tadi ia tampil "berani" dalam masalah menulis cerita dan kemudian memvisualisasikannya ke dalam bentuk motion picture dimana ia mencoba mengeksplor empat karakter dengan latar belakang berbeda disini, dan itu semua harus saya akui tampil secara all out disini. Ditengah gempuran masalah terkait "pelarangan" serta dalamnya "keinginan" mampu menjadikan karakternya tampil kuat dan mempesona, bagaimana ia membentuk sebuah karakterisasi yang kuat disini adalah kekuatan film ini selain daripada konten "berani" yang ia bawa, semua tergambar jelas disini, fantasi liar karakter serta keadaan yang terus menghimpit mereka membuat karakter mempunyai sebuah "challenge" yang kuat yang kemudian mampu menopang cerita menjadi sebuah kesatuan yang utuh yang saling menyokong satu sama lain. Semua karakter mempunyai problem yang berbeda, namun mereka mempunyai satu hal yang sama, yakni kebebasan untuk bertindak dan berekspresi.

Semua hasil yang kokoh itu turut diimbangi dengan kemampuan para cast yang menawan, Ratna Pathak harus saya akui ini adalah peran yang berani yang ia tampilkan, ia mampu tampil menggila dengan segala gairah seksualnya ditengah usia yang memang tak lagi muda. Konkona Sen Sharma mampu menggambaran sosok seorang wanita yang kuat ditengah kelembutan dan kelemahannya, serta Aahana Kumra serta Plabita Brothakur mampu menjadi seorang wanita yang mempunyai jiwa rebelious ditengah sisi feminim yang ia miliki. Pengadeganan yang Shrivastava tampilkan disini memang tampil seperti naskah inginkan, tampil berani, tak ayal jika kamu melihat beberapa adegan sensualitas yang mampu merangsang dan menciptakan libido yang tinggi dan tentunya adegan sensual Ratna Pathak yang (maaf) melakukan ejakulasi lewat belakang.

Memang film ini minim sekali dengan lagu dan hanya digunakan sebagai background saja, namun semua itu tak lepas dari bidikan kamera dari Akhshay Roy yang turut sumbangsih memberikan sebuah penggambaran yang sesuai akan pola cerita tanpa harus pamer keindahan alam. Seperti Poster yang menampilkan tanda "fuck", Lipstick Under My Burkha mencoba menerapkan itu semua pada "Lipstick" merah yang seolah menjadi ciri wanita, menampilkan sebuah pemberontakan terhadap hasrat dan keinginan untuk tampil setara dan bertindak sesuai keinginan.

SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar