Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

AYAT-AYAT CINTA 2 (2017)

Sejatinya, Ayat-Ayat Cinta tak perlu memiliki sekuel kalau bukan karena kesuksesan film pertamanya yang menjadi sebuah fenomena. Hal demikian tentu menarik sang penulis kondang dan juga salah satu di antara novelis favorit saya, Habiburrahman El Shirazy lantas meneruskan kisah perjuangan cinta seorang pria bernama Fahri (Fedi Nuril), namun kali ini bukanlah Kairo lagi, melainkan Edinburgh, Skotlandia.

Fahri yang kini hidup sukses dan mapan di Edinburgh jelas memiliki salah satu kekurangan, yakni Aisha yang kini entah dimana, apakah ia masih hidup ataupun sudah meninggal kala kepergiannya sebagai salah satu relawan di Palestina nyaris tak ada kabar. Tentu saja Fahri yang seorang manusia biasa merasakan dilema. Namun kesedihan itu ia sembunyikan, meski acap kali ia menangis. Ketegaran hati Fahri ia wujudkan dengan melakukan hal yang baik, seperti menolong Nenek Catarina (Dewi Irawan dengan kemampuannya mengolah rasa) hingga memperkerjakan seorang imigran bernama Sabina (Dewi Sandra). Tentu kebaikan Fahri menyulut atensi para wanita untuk mendekatinya, seperti Hulya (Tatjana Saphira) sepupu Aisha yang tengah menempuh S2, ataupun Brenda (Nur Fazura) seorang pengacara yang terpikat atas kebaikan Fahri hingga Keira (Chelsea Islan) wanita yang menyalahkan Islam atas kematian sang ayah yang jika kita tengok di trailer kebencian Keira berubah dan meminta Fahri untuk menikahinya.

Sama halnya seperti di film pertama, Fahri memang masih menjadi pria impian para akhwat, baik itu tergambar melalui karakternya ataupun para penonton yang tengah menyaksikannya. Ayat-Ayat Cinta 2 mengetengahkan kisah Fahri yang terjebak dan dilema akan masa lalu, itu memang benar. Keputusan Guntur Soeharjanto untuk tak mendramatisasi kisah Fahri memang patut untuk di apresiasi begitu pula dengan filmnya yang enggan untuk menceramahi. Namun melihat film Ayat-Ayat Cinta 2 sendiri seolah kita tengah menyaksikan episode demi episode kebaikan Fahri yang menjadikannya sosok pria yang terlampau sempurna namun dilema akan cinta, sehingga dilema itu yang membutakan hatinya atas pencarian yang ia cari selama ini ternyata berada di sampingnya.

Saya tak ingin menyebut karakter Fahri bodoh dalam membuka cara pandang, ia memang sosok yang pintar dan menjunjung tinggi sebuah toleransi, bahkan Bhineka Tunggal Ika pun turut ia bahas dalam sesi perdebatan yang di sajikan terlampau singkat. Keenggana Fahri untuk merelakan Aisha memang terlampau singkat, cukup lewat pembicaraan singkat dengan Misbah (Arie Untung). Ini yang menjadi masalah utama, naskah garapan Alim Sudio dan Ifan Ismail memang terlampau tipis dan di paksa untuk berjalan selama 2 jam kurang lebih. Pun dengan debat mengenai perlakuan terhadap wanita yang di tampilkan seadanya.

Menuju konklusi, proses tentang keikhlasan Fahri berujung sia-sia, karena Fahri justru terus terjebak dalam kubangan masa lalu, hingga twist ending pun muncul mengenai ilmu medis yang bisa saja memancing tawa dan dalam prosesnya sendiri terlampau singkat. Ayat-Ayat Cinta 2 jelas mempunyai tujuan mengulangi kesuksesan film pertama sekaligus memuaskan dahaga para akhwat pemuja Fahri yang tak lain adalah pangsa utama penonton filmnya. Meskipun naskah yang terlalu di panjangkan dan penuh dengan lubang sekalipun tak perlu penting untuk di perhatikan.

Melihat track record Fedi Nuril yang memerankan karakter Fahri jelas bukan kali pertama ia tampilkan, Fedi terjebak pada penokohan yang sama sekalipun itu dalam film yang berbeda. Tatjana Saphira serta Chelsea Islan adalah pendukung yang solid, Tatjana dengan kesabarannya, Chelsea dengan amarahnya. Dewi Sandra melengkapi momen dramatik yang bisa saja membuat penonton larut dalam tangis. Ayat-Ayat Cinta 2 serupa dengan karya Guntur Soeharjanto sebelumnya, sebut saja 99 Cahaya di Langit Eropa dan sekuelnya. Megah dalam visualisasi, namun rapuh dalam naskah dan eksekusi. Pun sama dengan scoring yang menggelegar dari Tya Subiakto yang turut melengkapi.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar