Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW : WHAT THEY DON'T TALK ABOUT WHEN THEY TALK TALK ABOUT LOVE (2014)

"Cowok itu jatuh cinta dengan apa yang mereka lihat, cewek jatuh cinta dengan apa yang mereka dengar."

Mungkin telat untuk mereview film ini, film asal sineas dalam negeri, Mouly Surya kembali lagi ke bangku penyutradaraannya setelah fiksi. yang sukses menampilkan sebuah film yang memukau, kali ini lewat "What They Don't Talk About When They Talk About Love" yang dalam bahasa Indonesia berarti "Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta". Karena judulnya terlalu panjang, maka saya selanjutnya akan menyebut film ini dengan ''Don't Talk Love". Film yang melakoni world premiere di Sundance Film Festival ini akan menyoroti kisah-kisah cinta yang terjalin diantara orang-orang difabel atau berkekurangan fisik disebuah Sekolah Luar Biasa (SLB).

Dibuka dengan sebuah opening lagu dari Vina Panduwinata yang berjudul 'Burung Camar' kita diperkenalkan kepada Diana (Karina Salim) yang menderita low vision (kekurangan pada penglihatan). Diana sendiri sudah cukup lama menyukai temannya, Andhika (Anggun Priambodo) yang merupakan seorang tuna netra. Segala cara dilakukan oleh Diana guna menarik perhatian Andhika, meski disisi lain Andhika sendiri sudah memiliki kekasih. Kemudian ada teman sekamar Diana, Fitri (Ayushita Nugraha) seorang tuna netra yang menjalin hubungan dengan Lukman (Khiva Iskak) seorang pria normal dengan tompel di pipinya yang hanya ingin memanfaatkan Fitri untuk menikmati tubuhnya. Disisi lain Fitri juga diam-diam disukai oleh Edo (Nicholas Saputra) seorang penderita bisu dan tuli dan merupakan anak dari seorang ibu penjual makanan di sekolah tersebut (Jajang C. Noer). Empat karakter di film ini kemudian bersinggungan dengan yang namanya "cinta" lewat beragam usaha unik yang ditempuh masing-masing untuk mendapatkan cinta mereka ditengah keidakmampuan untuk membicarakan cinta.





Mungkin menikmati ''Don't Talk Love'' tak semudah membaca sinopsis diatas, sekilas memang tampak sederhana namun Mouly Surya sendiri mengemasnya dengan begitu rumit. Dengan format yang bisa dibilang arthouse ini jelas bukanlah selera kebanyakan orang, pergerakan alur berjalan secara lambat, membiarkan visual bicara ditengah minimnya dialog serta pergerakan kamera yang dominan untuk tampil statis, serta beberapa momen narasi yang memang cukup absurd yang membuat penonton kebingungan untuk mencerna apa yang ingin disampaikan film ini. Namun saya sangat menikmati adegan demi adegan film in, sembari berujar "ini adalah sebuah film yang cerdas", dengan meminggirkan fakta dibalik karakter yang sedang ia miliki, sejatinya menikmati "Don't Talk Love" sangatlah mudah, ini adalah sebuah kisah romansa yang bisa dibilang generik, kisah seseorang yang secara diam-diam mencintai seseorang dan berusaha untuk meraih serta mendapatkan atensi dari orang yang dituju, namun disini Mouly Surya mengemasnya dengan karakter yang unik serta bagaimana karakter menyampaikan pesan cinta tersebut yang tak kalah unik.

Menjauhi untuk tampil melodramatis, "Don't Talk Love" sejatinya mencoba membawa penonton untuk lebih membuka mata terkait keberadaan mereka yang acap kali di pandang understimated, mereka layaknya kita sebagai orang normal, yang ingin dicinta dan mencinta, lewat tuturan gambar yang bak sebuah puisi yang mengalun indah, visualisasi yang menawan itu ditemani pula dengan scoring yang tak kalah menawan, ada satu adegan dimana gambar hanya bergerak tanpa suara sedikitpun, memperlihatkan seorang tuna wicara, itu sebenarnya merupakan sebuah proses visualisasi yang memikat, yang mencoba membawa penonton untuk berinteraksi lewat visual ketimbang dialog yang bertele-tele, berbagai dialog pun tampil tepat guna. 



Mouly Surya memang mengemas film ini dengan begitu detail, termasuk guliran adegan sensualitas yang memang tampil cukup berani disini, itu bukanlah sebuah adegan tanpa arti yang seolah menampilkan keseronokan melainkan menampilkan sebuah hasrat murni si karakter itu sendiri, mereka memang difabel tapi seperti yang saya singgung tadi mereka juga manusia normal seperti kita, terlebih jika berbicara mengenai cinta, Karakter pun tak sembrang dibuat oleh Mouly sendiri, ia memang menggunakan karakter yang memiliki kekurangan tapi lewat karakter itu pun serta lewat film ini, Mouly mencoba membawa penonton untuk melihat sisi kehidupan mereka, bahkan karakter Diana pun mewakili sebagai orang normal yang jatuh cinta lewat perspektif yang manis dan imut khas remaja, sedangkan karakter Fitri mewakili seorang yang sebaliknya, yang penuh dengan hasrat seksual dan cenderung liar. Semua itu makin lengkap tatkala di fasilitasi oleh performa dari para pemain yang memikat lewat karakter khas yang dimiliki masing-masing.

Ada adegan pertengahan yang mungkin membuat penonton pusing tentang karakter mereka, sejatinya twist itu bisa dikatakan sebuah value keseluruhan film ini, inti film ini adalah mereka sendiri, adegan itu sebagai ajang pembuktian Mouly Surya menyatakan sebuah pesan inti secara keseluruhan film ini, "What They Don't Talk About When They Talk About Love" jelas bukanlah sebuah ilm yang mudah intuk dicerna, tetapi jika kamu menilik dari berbgai persepsi film ini adalah sebuah film luar biasa, film yang sesungguhnya dimiliki oleh sineas Indonesia. Cinta memang tidak harus dikatakan secara verbal, bahkan lewat tatapan dan perbuatan tersirat pun cinta bisa disampaikan dengan nyata dan tulus.


SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar