"Cowok itu jatuh cinta dengan apa yang mereka lihat, cewek jatuh cinta dengan apa yang mereka dengar."
Mungkin telat untuk mereview film ini, film asal sineas dalam
negeri, Mouly Surya kembali lagi ke bangku penyutradaraannya setelah
fiksi. yang sukses menampilkan sebuah film yang memukau, kali ini lewat
"What They Don't Talk About When They
Talk About Love" yang dalam bahasa Indonesia berarti "Yang Tidak
Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta". Karena judulnya terlalu panjang,
maka saya selanjutnya akan menyebut film ini dengan ''Don't Talk Love".
Film yang melakoni world premiere di Sundance Film Festival ini akan
menyoroti kisah-kisah cinta yang terjalin diantara orang-orang difabel
atau berkekurangan fisik disebuah Sekolah Luar Biasa (SLB).
Dibuka dengan sebuah opening lagu dari Vina Panduwinata yang berjudul
'Burung Camar' kita diperkenalkan kepada Diana (Karina Salim) yang
menderita low vision (kekurangan pada penglihatan). Diana sendiri sudah
cukup lama menyukai temannya, Andhika (Anggun Priambodo) yang merupakan
seorang tuna netra. Segala cara dilakukan oleh Diana guna menarik
perhatian Andhika, meski disisi lain Andhika sendiri sudah memiliki
kekasih. Kemudian ada teman sekamar Diana, Fitri (Ayushita Nugraha)
seorang tuna netra yang menjalin hubungan dengan Lukman (Khiva Iskak)
seorang pria normal dengan tompel di pipinya yang hanya ingin
memanfaatkan Fitri untuk menikmati tubuhnya. Disisi lain Fitri juga
diam-diam disukai oleh Edo (Nicholas Saputra) seorang penderita bisu dan
tuli dan merupakan anak dari seorang ibu penjual makanan di sekolah
tersebut (Jajang C. Noer). Empat karakter di film ini kemudian
bersinggungan dengan yang namanya "cinta" lewat beragam usaha unik yang
ditempuh masing-masing untuk mendapatkan cinta mereka ditengah
keidakmampuan untuk membicarakan cinta.
Mungkin menikmati
''Don't Talk Love'' tak semudah membaca sinopsis diatas, sekilas memang
tampak sederhana namun Mouly Surya sendiri mengemasnya dengan begitu
rumit. Dengan format yang bisa dibilang arthouse ini jelas bukanlah
selera kebanyakan orang, pergerakan alur berjalan secara lambat,
membiarkan visual bicara ditengah minimnya dialog serta pergerakan
kamera yang dominan untuk tampil statis, serta beberapa momen narasi
yang memang cukup absurd yang membuat penonton kebingungan untuk
mencerna apa yang ingin disampaikan film ini. Namun saya sangat
menikmati adegan demi adegan film in, sembari berujar "ini adalah sebuah
film yang cerdas", dengan meminggirkan fakta dibalik karakter yang
sedang ia miliki, sejatinya menikmati "Don't Talk Love" sangatlah mudah,
ini adalah sebuah kisah romansa yang bisa dibilang generik, kisah
seseorang yang secara diam-diam mencintai seseorang dan berusaha untuk
meraih serta mendapatkan atensi dari orang yang dituju, namun disini
Mouly Surya mengemasnya dengan karakter yang unik serta bagaimana
karakter menyampaikan pesan cinta tersebut yang tak kalah unik.
Menjauhi untuk tampil melodramatis, "Don't Talk Love" sejatinya
mencoba membawa penonton untuk lebih membuka mata terkait keberadaan
mereka yang acap kali di pandang understimated, mereka layaknya kita
sebagai orang normal, yang ingin dicinta dan mencinta, lewat tuturan
gambar yang bak sebuah puisi yang mengalun indah, visualisasi yang
menawan itu ditemani pula dengan scoring yang tak kalah menawan, ada
satu adegan dimana gambar hanya bergerak tanpa suara sedikitpun,
memperlihatkan seorang tuna wicara, itu sebenarnya merupakan sebuah
proses visualisasi yang memikat, yang mencoba membawa penonton untuk
berinteraksi lewat visual ketimbang dialog yang bertele-tele, berbagai
dialog pun tampil tepat guna.
Mouly Surya memang mengemas
film ini dengan begitu detail, termasuk guliran adegan sensualitas yang
memang tampil cukup berani disini, itu bukanlah sebuah adegan tanpa arti
yang seolah menampilkan keseronokan melainkan menampilkan sebuah hasrat
murni si karakter itu sendiri, mereka memang difabel tapi seperti yang
saya singgung tadi mereka juga manusia normal seperti kita, terlebih
jika berbicara mengenai cinta, Karakter pun tak sembrang dibuat oleh
Mouly sendiri, ia memang menggunakan karakter yang memiliki kekurangan
tapi lewat karakter itu pun serta lewat film ini, Mouly mencoba membawa
penonton untuk melihat sisi kehidupan mereka, bahkan karakter Diana pun
mewakili sebagai orang normal yang jatuh cinta lewat perspektif yang
manis dan imut khas remaja, sedangkan karakter Fitri mewakili seorang
yang sebaliknya, yang penuh dengan hasrat seksual dan cenderung liar.
Semua itu makin lengkap tatkala di fasilitasi oleh performa dari para
pemain yang memikat lewat karakter khas yang dimiliki masing-masing.
Ada adegan pertengahan yang mungkin membuat penonton pusing tentang
karakter mereka, sejatinya twist itu bisa dikatakan sebuah value
keseluruhan film ini, inti film ini adalah mereka sendiri, adegan itu
sebagai ajang pembuktian Mouly Surya menyatakan sebuah pesan inti secara
keseluruhan film ini, "What They Don't Talk About When They Talk About
Love" jelas bukanlah sebuah ilm yang mudah intuk dicerna, tetapi jika
kamu menilik dari berbgai persepsi film ini adalah sebuah film luar
biasa, film yang sesungguhnya dimiliki oleh sineas Indonesia. Cinta
memang tidak harus dikatakan secara verbal, bahkan lewat tatapan dan
perbuatan tersirat pun cinta bisa disampaikan dengan nyata dan tulus.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar