Everything
has a dark side. Kalimat itu pantas untuk disematkan pada film garapan
sutradara Onir ini. Shab yang dalam bahasa Indonesia berarti malam
memang banyak mengambil setting pada malam hari, menjadikan waktu tempat
beristirahat ini sebagai ajang rutinitas memulai kehidupan. Sama
seperti malam yang gelap, kehidupan mereka pun demikian. Dijembatani
oleh sebuah keinginan dan bertahan dalam
melanjutkan hidup, Shab membawa penonton lewat sisi negatif, namun
siapa sangka di balik semua itu tersimpan secercah mimpi dari para
paritisipan. Mimpi yang mereka jaga dan berharap untuk menjadi nyata di
tengah tajamnya batu kehidupan.
Onir membawa kita dalam sudut pandang berbeda mengenai karakternya, Azfar (Ashish Bisht) berangkat dari desa kecil bernama Dhanaulti dengan mimpi menjadi seorang model, namun keterbatasan bahasa dan pengetahuan menghalanginya yang kemudian membuat ia menjadi seorang gigolo bagi Sonal (Raveena Tandon). wanita yang hidup dalam dunia glamour nan mewah namun merasa hampa. Raina (Arpita Chatterjee) seorang wanita yang bekerja di sebuah kafe sebagai seorang waitress demi menghidupi kebutuhan sang adik. Dari sana kita tahu ketiga karakter ini mempunyai satu kesamaan yang sama, menjalani kehidupan.
Shab mengangkat tema yang sangat sensitif melingkupi para tokoh yang bekerja demi kehidupan. Tak hanya itu saja prostitusi, dunia gelap selebritis, homoseksual bahkan konformitas turut disinggung. Narasinya berjalan bergantian, yang acap kali menimbulkan sebuah pace yang kurang mulus, meskipun demikian hal itu saling melengapi walaupun beberapa terasa loss control. Onir yang merangkap sebagai penulis naskah bersama Merle Kröger memang cukup piawai mengejawantahkan sisi dari sebuah malam, meski hal terkait inkonsistensi acap kali harus diperhatikan.
Sinematografi gubahan Sachin Krishn mewadahi nuansa Shab, membungus malam dengan lampu neon serta gemerlap kehidupan nyata, yang sesekali musik gubahan Mithoon menyeruak masuk menemani suasana. Saya suka bagaimana Onir membungkus adegan per adegan yang turut di selipi musim yang silih berganti (ex: summer, autumn, winter) yang menandakan wujud nyata dari sebuah rasa para karakternya. Ini adalah Indian Dream dimana orang mengejar semuanya dalam waktu dan jalur yang dilalui dan bersiap kehilangan semuanya dalam waktu yang singkat.
Azfar mewakili Indian Dream tersebut, mengubah foto yang ia tempelkan di kamar mandi sebagai acuan untuk merubah nasib. Sonal ada figur dengan segala kemewahan namun ia tak bahagia, batin ia turut di pertanyakan. Sementara Raina adalah wujud dari sebuah kedok kebohongan, melindungi diri di balik topeng kebohongan. Semua karakter menyimpan rahasia masing-masing atas nama mimpi dan kehidupan, Onir memang tak menawarkan sebuah twist baru, kita tahu semuanya akan terungkap di paruh akhir, menjawab semua yang telah terjadi guna menghasilkan sebuah impact yang cukup menohok.
Mengutip dari laman wikipedia "Film ini adalah tentang kehidupan orang-orang yang hidup di tepi apa yang masyarakat dapat diterima. Ini adalah tentang berdamai dengan diri sendiri dan menerima orang lain apa adanya. Film ini diatur di kota kosmopolitan Delhi di mana orang-orang dari seluruh negeri datang untuk memenuhi impian mereka. Bagi beberapa orang, mimpi-mimpi ini diwujudkan, sementara yang lain tetap dalam mengejar impian-impian yang sulit dipahami lainnya. Mungkin itu adalah harapan untuk mencapai tujuan itu yang membuat seseorang pergi. Dan kemudian ada orang lain yang menyerah pada kekuatan luar biasa kota impian dan tersesat di labirin."
SCORE : 3.5/5
Onir membawa kita dalam sudut pandang berbeda mengenai karakternya, Azfar (Ashish Bisht) berangkat dari desa kecil bernama Dhanaulti dengan mimpi menjadi seorang model, namun keterbatasan bahasa dan pengetahuan menghalanginya yang kemudian membuat ia menjadi seorang gigolo bagi Sonal (Raveena Tandon). wanita yang hidup dalam dunia glamour nan mewah namun merasa hampa. Raina (Arpita Chatterjee) seorang wanita yang bekerja di sebuah kafe sebagai seorang waitress demi menghidupi kebutuhan sang adik. Dari sana kita tahu ketiga karakter ini mempunyai satu kesamaan yang sama, menjalani kehidupan.
Shab mengangkat tema yang sangat sensitif melingkupi para tokoh yang bekerja demi kehidupan. Tak hanya itu saja prostitusi, dunia gelap selebritis, homoseksual bahkan konformitas turut disinggung. Narasinya berjalan bergantian, yang acap kali menimbulkan sebuah pace yang kurang mulus, meskipun demikian hal itu saling melengapi walaupun beberapa terasa loss control. Onir yang merangkap sebagai penulis naskah bersama Merle Kröger memang cukup piawai mengejawantahkan sisi dari sebuah malam, meski hal terkait inkonsistensi acap kali harus diperhatikan.
Sinematografi gubahan Sachin Krishn mewadahi nuansa Shab, membungus malam dengan lampu neon serta gemerlap kehidupan nyata, yang sesekali musik gubahan Mithoon menyeruak masuk menemani suasana. Saya suka bagaimana Onir membungkus adegan per adegan yang turut di selipi musim yang silih berganti (ex: summer, autumn, winter) yang menandakan wujud nyata dari sebuah rasa para karakternya. Ini adalah Indian Dream dimana orang mengejar semuanya dalam waktu dan jalur yang dilalui dan bersiap kehilangan semuanya dalam waktu yang singkat.
Azfar mewakili Indian Dream tersebut, mengubah foto yang ia tempelkan di kamar mandi sebagai acuan untuk merubah nasib. Sonal ada figur dengan segala kemewahan namun ia tak bahagia, batin ia turut di pertanyakan. Sementara Raina adalah wujud dari sebuah kedok kebohongan, melindungi diri di balik topeng kebohongan. Semua karakter menyimpan rahasia masing-masing atas nama mimpi dan kehidupan, Onir memang tak menawarkan sebuah twist baru, kita tahu semuanya akan terungkap di paruh akhir, menjawab semua yang telah terjadi guna menghasilkan sebuah impact yang cukup menohok.
Mengutip dari laman wikipedia "Film ini adalah tentang kehidupan orang-orang yang hidup di tepi apa yang masyarakat dapat diterima. Ini adalah tentang berdamai dengan diri sendiri dan menerima orang lain apa adanya. Film ini diatur di kota kosmopolitan Delhi di mana orang-orang dari seluruh negeri datang untuk memenuhi impian mereka. Bagi beberapa orang, mimpi-mimpi ini diwujudkan, sementara yang lain tetap dalam mengejar impian-impian yang sulit dipahami lainnya. Mungkin itu adalah harapan untuk mencapai tujuan itu yang membuat seseorang pergi. Dan kemudian ada orang lain yang menyerah pada kekuatan luar biasa kota impian dan tersesat di labirin."
SCORE : 3.5/5
0 Komentar