Pada tahun 2022, komika sekaligus musisi (yang kemudian melebarkan sayap ke dunia seni peran), Raim Laode merilis lagu berjudul Komang, sebuah lagu yang ia ciptakan khusus sebagai bentuk kekaguman dan rasa rindu yang ia rasakan terhadap sang wanita pujaan (baca: istrinya). Berkat lirik sederhana-namun kaya makna itu lagunya memecahkan rekor sebagai lagu yang paling banyak didengarkan berturut-turut selama 24 jam di salah satu media streaming pada tahun 2023. Atas dasar pencapaian tersebut, rumah produksi Starvision kemudian mengalihwahanakannya dalam bentuk film panjang sebagai tontonan libur lebaran.
Alih-alih melakukan romantisasi sebagai wujud adaptasi lagunya, Komang menyoroti bagaimana kedua insan yang penuh akan perbedaan tersebut bertemu dan memadu kasih lewat cara yang tak terduga. Semula, Komang Ade (Aurora Ribero) diajak oleh Arya (Adzando Davema), pria yang menaruh hati kepadanya-untuk menyaksikan stand up comedy di sebuah kafe di mana Raim Laode (Kiesha Alvaro) tengah melakukan pentas menjadi pertemuan awal keduanya. Cinta pada pandangan pertama yang dirasakan Ode disambut dengan baik oleh Ade yang menganggapnya sebagai salah satu penampil terbaik pada hari itu.
Perkenalan keduanya kemudian berlanjut lewat jalan Husni (Raim Laode), sahabatnya yang memberikan kesempatan Ode untuk berkenalan dengan sahabat kekasihnya, Ola (Neneng Risma). Berawal dari mencicipi laklak yang dijual Ade, keduanya perlahan tapi pasti memutuskan untuk melakukan sebuah perjalanan yang berujung pada kedekatan.
Ditulis naskahnya oleh Evelyn Afnilia (Munkar, Rumah Dinas Bapak, Almarhum), Komang berhasil menampilkan manisnya hubungan Ode-Ade dalam sebuah adegan sederhana berupa percakapan keduanya yang secara tak langsung menyiratkan perbedaan dua insan yang mampu tampil begitu indah ketika masing-masing menerimanya secara terbuka. Baik Ade maupun Ode keduanya menjadi pilar bagaimana hubungan tak melulu harus selalu diperdebatkan, melainkan hanya perlu dibicarakan.
Pemandangan serupa pun tampil dalam sebuah adegan yang melibatkan ponsel penunjuk arah kiblat. Secara subtil, Evelyn menangkap perbedaan berupa arah ibadah yang berlawanan antara keduanya lewat sebuah dialog sederhana yang begitu mendamaikan hati dan pikiran, entah itu karakternya maupun penonton yang menyaksikan.
Unsur dramanya pun tampil memikat, seolah melanjutkan tongkat estafet yang telah diterapkan. Ade mampu berbaur dengan keluarga Ode lewat kehangatan yang diberikan oleh sang ibu (Cut Mini) ataupun celetukan garing, Boy (Arie Kriting), kakak Ode. Meskipun hal serupa tak terjadi kepada Ode yang memberikan perhatian penuh kepada Meme (Ayu Laksmi) yang menginginkan Komang untuk menikah dengan Arya. Meskipun demikian, Ode tak patah semangat, filmnya cerdik menaruh bentuk perhatian Ode guna memenangkan hati Meme.
Tentu ini tak lepas dari pengadeganan Naya Anindita (Sundul Gan: The Story of Kaskus, Berangkat!, Eggnoid) yang piawai dalam merangkai momen. Pun, Naya memercayakan hal tersebut kepada para pemain yang tepat. Aurora Ribero tampil kompeten, utamanya dalam pelafalan logat Bali yang terdengar natural. Begitupun dengan Kiesha Alvaro yang mampu menjadi tandem yang kuat. Ini merupakan salah satu penampilan terbaik keduanya, terlebih Kiesha Alvaro yang membuktikan bahwa dirinya memang layak untuk diperhitungkan.
Memasuki second-act, Komang menemui batu sandungan berupa cerita yang tampil berlarut-larut sarat stagnansi. Meski tak serta merta melukai sepenuhnya, potensi yang seharusnya tergali digantikan oleh kebingungan dalam mengisi durasi. Beberapa adegan sejatinya bisa dipangkas guna tampil padat. Alhasil, konflik yang seharusnya merekah tadi ditumpuk menjelang akhir.
Satu hal yang sedikit mengganjal ialah ketiadaan linimasa cerita yang jika ditilik dari awal pertemuan hingga terbitnya lagu Komang memakan waktu kurang lebih enam tahun. Komang seolah melupakan hal krusial tersebut yang membuat adegannya terasa melompat-lompat dan sebatas diisi oleh konflik pengisi yang dirajut secara paksa, paling kentara adalah ketika Ode berada di Jakarta. Beberapa adegan tak kontuniti pula reaksi terhadap salah satu konflik keluarga gagal memantik, yang ada hanya menyisakan sedikit cacat logika.
Beruntung, menjelang third-act filmnya berhasil menemui pijakan lewat pengarahan yang dilakukan secara natural. Naya mampu menyulap momen klise begitu manis dengan tambahan twist sederhana yang meski tekesan out of nowhere menyiratkan sebuah alegori tersendiri (clue: lumba-lumba).
Ditemani iringan lagu ciptaan Raim Laode, Komang memang tak sempurna. Namun keberhasilannya dalam memainkan materi klise dengan modifikasi yang membiarkan rasa mengatrol sepenuhnya adalah sebuah gambaran keindahan yang rasanya sulit untuk dijelaskan oleh sekedar kata.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar