Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - JALAN PULANG

 

Dijual dengan embel-embel "bersatunya 3 ratu horror", Jalan Pulang yang merupakan debut penyutradaraan pertama JeroPoint (sebelumnya merupakan seorang penulis utas populer dengan judul seperti Di Ambang Kematian, Lemah Santet Banyuwangi, Perewangan) nyatanya hanya sebatas mengandalkan gimik tanpa memberikan substansi lebih. Singkatnya, filmnya hanya bertujuan meraup pundi-pundi finansial dengan menjual nama aktor tenar.

Satu minggu menjelang ulang tahunnya, Arum (Saskia Chadwick) yang lahir pada tanggal kabisat mendadak mengalami kesurupan di sekolah pasca melihat penampakan seorang wanita berbaju hijau. Jangan harapkan eksekusi penuh darah layaknya yang dijual dalam trailer, eksekusi yang dilakukan sang sutradara sebatas menampilkan muncratan darah di wajah Arum dengan alasan kesurupan yang sangat klise.

Akibatnya, Arum dikeluarkan di sekolah, yang kemudian memaksa Lastini (Luna Maya) mencari sekolah baru sekaligus jalan keluar guna menyembuhkan Arum    berdasarkan catatan yang ditinggalkan sang suami, Surya (Eduwart Manalu). Bersama kedua anaknya, Lia (Taskya Namya) dan Rama (Raffan Al Rayan), Lastini memulai perjalanan mengunjungi para dukun guna menyelamatkan dan menyembuhkan Arum.

Di atas kertas, Jalan Pulang ditulis sebagai road-trip-movie yang seharusnya tampil menarik. Perjalanan mengunjungi dukun dengan latar belakang yang berbeda pun memberikan sebuah variasi tersendiri, misalnya Ki Rustaman (Kiki Narendra) yang berasal dari marga Sunda, Ruhannah (Jajang C. Noer) dengan budaya Bali, hingga Mbah Drajat (Cetul Leatherart) yang mengadakan ritual adat Jawa dengan segala kemewahan tarian disertai gamelan. Sayang, keragaman tersebut tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya tatkala narasi penunjang adegan tampil teramat tumpul.

Hal ini terjadi akibat lemahnya naskah hasil keroyokan yang dikerjakan oleh Kelanara Studio yang sebatas fragmen demi fragmen populer yang sering kali tertulis dalam sebuah utas populer. Demikian pula dengan sajian terornya yang cenderung main aman dan sangat standar, yang berarti menampilkan jumpscare klasik dengan menekan volume tinggi yang sangat berpotensi memecah gendang telinga.

Demikian pula dengan sentuhan dramanya yang tampil sangat memaksa, kehangatan yang dilukiskan lewat adegan menyanyi sangatlah artifisial, di saat penonton membutuhkan keintiman serta relasi kuat antar keluarga sebagaimana yang dijual oleh tagline miliknya. Alhasil sulit untuk menjauhkan rasa kantuk di saat hampir keseluruhan cerita adalah hasil pengulangan yang amat membosankan. 

Masalah paling fatal yang menerpa Jalan Pulang ialah ketiadaan "aturan main" yang jelas. Sang sineas hanya sebatas menerapkan tanpa memperhatikan aturan demi menampilkan sebuah konklusi yang sarat akan plot-twist tanpa pernah menyinggung maupun melakukan sebuah "penanaman" petunjuk. Itulah mengapa keseluruhan plotnya sangatlah cacat akan logika.

Mengarahkan dan bekerja sama dengan tiga aktor spesialis horror di debut film perdananya merupakan sebuah anugerah bagi JeroPoint, tetapi sangat disayangkan performa mereka tidak sepenuhnya bekerja akibat nihilnya kontribusi serta asupan karakterisasi bagi mereka. Taskya Namya adalah contoh nyata dan kentara yang "kena batunya" di saat kehadirannya sebatas tempelan belaka, sementara Shareefa Daanish yang memerankan Marsinah menjadi korban eksploitasi tanpa arti. 

Menjelang konklusi, Jalan Pulang tampil tanpa energi. Di saat kemonotonan alur sarat repetisi (Arum kerasukan  bawa ke dukun  ulangi) miliknya, unsur drama yang diniatkan menguras emosi tampil datar begitu saja akibat lemahnya narasi. Di titik ini, Jalang Pulang kekurangan daya dan upaya dalam merangkai makna judul miliknya.

SCORE : 1.5/5 

Posting Komentar

0 Komentar