Di dunia yang diisi oleh kebanyakan laki-laki yang menganut budaya patriarki, kehadiran Chhorii (2021) seolah menegaskan kembali bahwa mereka bukanlah satu-satunya yang berhak menciptakan kekuasan, membuat kendali, dan serta-merta berbuat sesuka hati. Vishal Furia selaku sutradara menampar anggapan tersebut sembari meluruskan bahwa harkat dan martabat wanita (termasuk para penerusnya) lebih mulia daripada mereka yang memuja sebuah budaya secara buta.
Selang empat tahun sejak film pertamanya sekaligus mengambil latar tujuh tahun pasca kisahnya, Chhorii 2 kembali melanjutkan kisah Sakshi (Nushrratt Bharuccha) yang selepas terbebas dari peristiwa mengancam nyawanya, kini melanjutkan hidup bersama Rani (Pallavi Ajay) dengan mengurus anak semata wayangnya, Ishani (Hardhika Sharma). Lewat bantuan Samar (Gashmeer Mahajani), polisi baik hati yang dengan senang hati memberikan tempatnya secara cuma-cuma, Sakshi perlahan tapi pasti mulai kembali menata kehidupannya.
Kebahagiaan tersebut tentu harus menemui batu sandungan ketika pada suatu malam, Ishani menghilang secara misterius. Sakshi, Rani, bersama Samar bahu-membahu mencari keberadaan Ishani yang kemudian terungkap bahwa puterinya kini berada dalam pengaruh bahaya sihir Daasi Ma (Soha Ali Khan), wanita misterius yang mengabdi kepada pemimpin pemuja patriarki.
Ditulis naskahnya oleh Vishal Furia (bersama Divya Prakash Dubey dan Ajit Jagtap), Chhorii 2 mungkin terkesan mengikuti pakem sekuel kebanyakan, di mana bahaya datang dari tempat yang sama. Namun, sebagaimana film terdahulunya yang merupakan adaptasi ulang dari film berbahasa Marathi berjudul Lapachhapi, Furia tak bertujuan memberikan terobosan, melainkan memberikan modifikasi bagi kisah yang pernah terjadi.
Budaya patriarki serta kecintaan kecintaan buta terhadap tradisi yang teralienasi memang masih digunakan sebagai sebuah substansi, Furia pun menambahkan urgensi terkait praktik pernikahan dini yang pada kenyataanya masih lumrah terjadi, serta bagaimana wanita yang terlena oleh tipu daya pria turut melanggengkan perbuatan jahanam atas dasar kodrat dan kesetiaan pun turut disinggung, menciptakan sebuah dualisme yang berlawanan arah dan tujuan.
Hal tersebut tampil secara subtil lewat sebuah adegan "menyuapi sup" yang terkesan sederhana, namun menjadi jembatan sempurna bagi kisahnya dalam memaparkan sudut pandang yang berbeda. Kesubtilan pun sudah ditunjukkan sedari awal filmnya, tatakla Sakshi yang mengajar di kelas turut membahas isu perihal aadimanav (manusia gua) yang mempunyai pola pikir terbelakang merupakan interpretasi bagi cerita yang menanti.
Sederhananya, Chhorii 2 adalah sekuel yang mampu menampilkan kualitas setara dengan film terdahulunya. Furia selaku sutradara, masih memberikan hati dan tujuan yang kuat lewat pengadeganannya yang tampil mumpuni, utamanya dalam memberikan sebuah variasi terhadap segala komentar sosial yang dikemas dengan cara yang begitu elegan.
Sebagaimana kewajiban sekuel yang harus tampil lebih besar dalam cakupan produksi maupun penceritaan, Chhorii 2 pun melakukan hal tersebut dengan berimbang, seolah memberikan sebuah bridging bagi filmnya untuk senantiasa berkembang, sebutlah sub-plot mengenai kondisi Ishani, yang pantang untuk terkena sinar matahari.
Elemen horornya pun turut berkembang, jika di film pertama Vishal Furia hanya sebatas mengandalkan jumpscare beserta scoring berisik, kali ini ia bermain dengan scary imageries yang bukan hanya sebatas menciptakan paranoia, namun turut membawa pesan perihal perlawanan dan pemberdayaan wanita sebagaimana tema yang dibawanya. Mungkin beberapa diantaranya terkesesan out of nowhere, namun tak lantas mengganggu jalannya cerita.
Deretan set-piece yang dibuat pun turut mendukung pengadeganan. Ladang tebu kini digantikan dengan lorong gelap dunia bawah, menciptakan sebuah rasa sesak yang tak segan menghantam para karakternya dalam mempertaruhkan hidup dan mati sembari mempertahankan misi menyelamatkan orang yang dicintai.
Nushrratt Baruccha tampil over-the-top, baik itu sebagai seorang figur ibu maupun lambang kekuatan pemberdayaan wanita yang menolak tunduk pada tindak-tanduk pria, sementara Soha Ali Khan, berbekal tatapan tajam dan sikap misteriusnya mewakili sisi yang berlawanan, terpaksa menuruti budaya yang membohongi logika dan perasaannya.
Menuju paruh kedua, Chhorii 2 bertransformasi menjadi sebuah crowd-pleaser tanpa melupakan akar yang dibawanya, beberapa templat yang biasa melekat pada film horror turut ia bawa, semisal prosesi ritual dan tumbal yang untungnya masih tampil dengan membawa urgensi alih-alih sebatas menghiasi keharusan yang seharusnya terjadi.
Sayang, menjelang konklusi, deretan terornya tampil begitu mengendur, seiring dengan naskahnya mencoba mengenalkan dan memberikan screen-time lebih kepada Pradhan Ji (Mukul Srivastava), tetua yang dipercaya menjadi cikal-bakal lahirnya masyarakat setempat. Dengan tampilan mengerikan yang bakal mengingatkan pada sosok Nosferatu (lengkap dengan segala modus operandinya) eksplorasi terhadap karakternya jelas menyimpan setumpuk potensi.
Sadar dengan hal tersebut, Vishal Furia pun seolah menyimpan rapat-rapat eksplorasinya dengan menahan segala interpretasi atas tujuan komerisialisasi. Satu lagi cela yang dialami oleh Chhorii 2 ketika ceritanya sengaja ditahan untuk menampilkan kelanjutan di saat filmnya membutuhkan sebuah kepastian. Lantas apakah apakah penantian tersebut akan berakhir memuaskan atau juustru melemahkan? Mari kita nantikan dengan harapan demikian.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar