Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - QODRAT 2

 

Qodrat (2022) memasang standarisasi baru terkait horror-religi yang tak memilih jalur menggurui. Kehadirannya membawa nafas segar dengan melakukan sebuah modifikasi berupa perkawinan dengan gelaran aksi. Masih dinahkodai oleh Charles Gozali, Qodrat 2 tampil bersinar dalam membentangkan universe miliknya yang tidak layak dianggap sebelah mata    melainkan patut ditunggu kehadirannya.

Melanjutkan cerita secara langsung dari film pertama, ustaz Qodrat (Vino G. Bastian) kini semakin mantap dalam memandang kehidupan, kerapuhan sudah ia tinggalkan    sementara keimanannya kini menjadi kekuatan dalam menghadapi beragam persoalan. Perlahan ia mulai menata sekaligus mengembalikan keluarganya yang telah hilang dalam upaya mencari keberadaan istrinya, Azizah (Acha Septriasa).

Sebagaimana film pertamanya, Qodrat 2 memiliki opening sequence yang menjadi keberhasilan para penulisnya (Gea Rexy dan Asaf Antariksa) dalam memberikan sebuah perspektif baru yang kini hadir lewat sudut pandang Azizah. Pembuka di film pertamanya tatkala Qodrat gagal menyelamatkan Alif (Jason Bangun) ditampilkan kembali, sementara di sudut pintu Azizah menyaksikan kejadian tersebut sembari berusaha melawan godaan yang tak kalah hebat.

Disitulah kejelian para penulisnya yang mengenalkan karakter baru tanpa pernah membuatnya terasa ambigu. Qodrat 2 pun memberikan ruang lebih bagi Azizah    yang juga mengalami luka menganga pasca kematian sang putra, bahkan ia pun merasa dirinya musyrik karena telah bersekutu dengan iblis demi keselamatan Alif.

Memberikan peran Azizah kepada Acha Septriasa adalah keputusan yang sangat tepat dan akurat. Kompleksitas karakter yang penuh dengan luka menganga beserta trauma mampu disampaikan oleh Acha dalam range emosi yang kuat. Tengok bagaimana kamera menangkap secara close-up (yang nantinya banyak dimanfaatkan secara bijak oleh Charles karena memiliki jajaran pemain yang luar biasa gemilang) raut wajah ketakutan beserta keraguan yang menimpanya. Puncaknya adalah sebuah long-take dalam adegan salat taubat    yang menjadi sebuah standar baru seharusnya sebuah adegan ibadah dibuat.

Jika film pertamanya adalah sebuah gebrakan dalam wujud ketegangan meningkat, Qodrat 2 memilih mengurangi jumpscare dan membiarkan kesunyian bekerja. Ditemani scoring garapan Aria Prayogi, momen tersebut nyatanya menciptakan sebuah paranoia tersendiri karena membiarkan penonton menduga apa yang hendak terjadi. Charles seolah menyatakan bahwa ketidaktahuan akan sesuatu yang tak terlihat dapat menciptakan ketakutan yang lebih besar.

Latar desa digantikan dengan pabrik benang yang menyimpan sebuah keanehan. Pasalnya beberapa karyawan mati secara mengenaskan dengan alasan kecelakaan. Terkait hal ini, tentu dapat kita prediksi bahwasannya motif yang sama terulang kembali. Namun, Qodrat 2 mampu menyulap elemen tersebut dengan menampilkan sebuah presentasi baru dalam skala teror dalam taraf yang berbeda.

Elemen aksi tentu masih menghiasi, kali ini skalanya tampil berlipat, Charles pun sesekali menambahkan bumbu komedi yang mampu memancing decak tawa para penonton. Seolah berkaca pada kamus laga aksi Hong Kong dengan tangan kosong serta barang yang berada di sekitar. Sebuah pencapaian baru terkait variaisi yang layak diapresiasi.

Bukan tanpa cela, Qodrat 2 terkendala perihal sosok antagonis yang tak segahar film pertama, kali ini hadir dari diri Safih (Septian Dwi Cahyo), si bos pabrik yang gemar bersumpah serapah. Pun, ancaman Zhadhug jika dibandingkan dengan Assuala terasa kurang intimidatif. Beruntung itu hanya persoalan minor yang tak mengganggu keseluruhan cerita ketika modus operandi pemantik keributan lain masih terjaga.

Misalnya ketika Sukardi (Donny Alamsyah) kerasukan dalam sebuah adegan yang melibatkan truk    tampil diluar dugaan berkat kejelian menempatkan penyebab ia bagaimana ia bertindak demikian atau ketika para korban menemui ajalnya pasca dijadikan tumbal pabrik tampil begitu kreatif, menjauh dari pakem kebanyakan yang biasa diterapkan.

Serupa film pertama pula, konklusinya memberikan perhatian lebih yang kali ini terasa lebih personal sekaligus relevan. Jika film pertama memberikan pemahaman mendalam bagi kalimat tarji, Qodrat 2 menjadikan salat bukan hanya sekedar ritual ibadah biasa, melainkan selaku tiang agama sekaligus kekuatan para pemeluknya. 

Itulah mengapa Qodrat 2 tampil memikat sekaligus mengikat. Ketika banyak horror serupa sebatas menjadikannya sebagai jalan bagi terciptanya teror, Charles Gozali memberikan sebuah pemahaman bahwa sejatinya keimanan dan keyakinan seseorang terhadap Sang Pencipta adalah jalan keluar bagi setumpuk permasalahan kehidupan.

SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar