Tab

REVIEW - PABRIK GULA

 

Semenjak kesuksesan KKN di Desa Penari, MD Pictures seolah mempunyai agenda rutin untuk mengalihwahanakan cerita dari utas SimpleMan yang dirilis dalam momen libur lebaran. Pabrik Gula adalah salah satu bukti nyata dari sekian realisasi, mempertemukan kembali Awi Suryadi (sutradara) bersama Lele Laila (penulis naskah) yang terbukti ampuh mengundang jutaan penonton (terbukti ketika tulisan ini dibuat, filmnya sudah meraup 2 juta lebih penonton).

Jika familiar dengan cerita KKN di Desa Penari, sulit menampik bahwa Pabrik Gula memiliki kemiripian serupa dalam medium tempat yang berbeda. Ganti perkampungan dengan pabrik serta mahasiswa KKN dengan buruh musiman selaku calon korban. Bedanya, Pabrik Gula merupakan versi "lebih baik" dari KKN di Desa Penari yang tak jarang sekali menampilkan aktivitasnya.

Sedari paruh awalnya dibuka, naskahnya tampil cukp baik dalam menyoroti kebersamaan buruh pabrik musiman yang masing-masing terdiri dari: Endah (Ersya Aurelia), Fadhil (Arbani Yasiz), Naning (Erika Carlina), Wati (Wavi Zihan), Hendra (Bukie B. Mansyur), Dwi (Arif Alfiansyah), serta Franky alias Mulyono (Benedictus Siregar) dalam sebuah shoot keberangkatan mereka menggunakan truk. Setidaknya, momen seperti ini memberikan sebuah dampak berarti menjelang konklusi.

Sebagai buruh musiman, mereka harus menuruti aturan yang ditetapkan oleh Ibu Marni (Vonny Anggraini) yang memberlakukan aturan jam kuning (berlaku selepas selesai pekerjaan hingga jam 9 malam) dan jam merah (ditandai dengan pluit, dan mengharuskan para buruh untuk tak keluar dari loji). Sebagaimana yang sering diterapkan dalam kamus film horror, ancaman datang ketika aturan yang diterapkan dilanggar. 

Pabrik Gula mungkin terlalu template dalam menampilkan sajian teror, alurnya pun jauh dari kata rapi. First-act yang ditampilkan kentara menggantungkan sepenuhnya pada barisan jumpscare yang jauh dari kata baru, namun Awi Suryadi mengemasnya dengan timing yang pas, seolah ia telah ribuan kali belajar dari kesalahan sebelumnya.

Teknisnya pun mendukung gaya estetika yang gemar Awi terapkan dalam setiap filmnya. Gambar tangkapan sinematografer langganannya, Arfian (Sebelum 7 Hari, Perewangan, Do You See What I See: First Love) bukan sekedar pamer gaya belaka, melainkan turut menciptakan pengadeganan presisi yang layak untuk diapresiasi. Paling kentara adalah ketika menampilkan adegan ritual hingga kesurupan yang digarap begitu maksimal.

Angin segar hadir dalam balutan komedi    yang berkat kepiawaian duo Benedictus-Arif hingga kehadiran satpam pabrik, Rano (Yono Bakrie) dan Karno (Sadana Agung) menambah bobot cerita yang membuat penonton tetap terjaga. Keberhasilan mereka dalam mengundang gelak tawa sukes mencuri perhatian, utamanya momen yang melibatkan "sandal" dan "hantu ngompol".

Awi dan Lele paham betul bagaimana mengemas Pabrik Gula, sehingga narasi yang ditampilkan pun tak mencoba untuk tampil berbeda, seolah paham bahwa ceritanya kali ini sudah banyak diketahui publik. Meskipun sepenuhnya mengandalkan jumpscare, setidaknya usaha Lele dalam bercerita patut dihargai, kali ini terdapat bridging hingga ketepatan timing dalam mengatur segala tempo yang akan ditampilkan.

Itulah mengapa konklusinya cukup meninggalkan kesan    meskipun sebatas berada di permukaan. Walupun saya mengharapkan apabila latar belakang mengenai kerajaan demit dapat lebih dieksplorasi ketimbang sebatas dieksploitasi. Wujud mereka yang berbeda menyimpan setumpuk cerita yang semestinya bisa lebih dikembangkan lagi.

Keputusan untuk menekan volume dan membiarkan gambar sepenuhnya bercerita menjadi keunggulan film ini. Hal itu kentara ditampilkan menjelang konklusi seiring prosesi ritual yang dijalankan oleh Mbah Samin (Budi Ros) dan Mbah Jinah (Dewi Pakis) dalam performa yang luar biasa apik sebagai cenayang. Pujian lebih patut diberikan kepada Dewi Pakis dalam melakoni setiap adegan secara meyakinkan, ia merupakan nyawa utama dalam film ini.

Pabrik Gula mungkin bukanlah tontonan sempurna, ia adalah sajian horror yang digarap cukup baik. Serupa jargon "pesta rakyat pabrik gula" yang dijadikan materi promosinya, kehadirannya patut dirayakan sebagai bentuk hiburan yang rasanya sayang untuk dilewatkan. 

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar