Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - VANGUARD (2020)

 

Sebagaimana film yang dibintangi oleh Jackie Chan kebanyakan (meski di film ini porsinya tak terlalu dominan), jualan Vanguard, selain nama tenar sang aktor adalah aksi berbalut komedi yang berada dalam taraf cukup tinggi. Rentetan baku tembak pula aksi akrobatik dilipatgandakan, belum lagi jika menyebut sentuhan petualangan layaknya tontonan semacam Indiana Jones serta deretan alat canggih (mesin drone berbentuk lebah dan merpati) dikedepankan. Selama anda tak mengharap lebih dan murni mencari hiburan, Vanguard adalah tontonan yang cukup memuaskan, tanpa memikirkan logika dan murni menikmatinya dengan alasan melepas penat.


Qin Guoli (Jackson Lou) adalah seorang akuntan yang mendapati sebuah serangan, setelah sebelumnya secara paksa berhubungan dengan pemimpin anggota teroris bernama Brother of Vengeance yang bersarang di Timur Tengah. Setelah kematian sang pemimpin, kini giliran Omar (Eyad Hourani) yang merupakan putra petinggi kelompok-menuntut balas pula uang yang disimpan oleh Qin, disamping keberadaan senjata pemusnah massal yang siap dikeluarkan.


Tak butuh lama untuk kita menikmati deretan aksinya, yang sedari paruh awal diperlihatkan dalam sebuah adegan penyerangan terhadap Qin oleh Arctic Wolves, sementara dua protagonis kita, Lei Zhenyu (Yang Yang) dan Zhang Kaixuan (Ai Lun) yang merupakan anggota Vanguard (sebuah firma internasional yang melayani perlindungan bagi kliennya yang membutuhkan pertolongan khusus) menyelamatkannya, karena Qin merupakan salah satu klien VIP-nya.


Vanguard dipimpin oleh Tan Huanting (Jackie Chan), yang pada misi ini turut tangan karena setelah penyerangan terhadap Qin gagal, Omar meminta pasukab Arctic Wolves untuk menculik putri semata wayang Qin, Fareeda (Ruohan Xu) yang tengah berada di Afrika, menjadi seorang aktivis pelindung satwa liar. Sampai ini, anda paham bagaimana narasinya berjalan, yang tak memberikan kedalaman lebih selain menghantarkannya pada gelaran aksi pula petualangan yang jauh dari kata membosankan.


Menandai kali keenam Jackie Chan bekerja sama dengan penulis-sutradara Stanley Tong, setelah terakhir kali terlihat dalam Kung Fu Yoga (2017), Vanguard tersusun atas pola formulaik, tanpa basa-basi pula kerumitan layaknya tontonan yang ingin tampil pintar. Itulah sebabanya, mudah untuk terkoneksi langsung dengannya tanpa perlu mempermasalahkan segala tetek-bengek yang akan menguras otak, karena (sekali lagi) pada dasarnya, Vanguard adalah sajian eskapisme yang dibutuhkan tatkala libur perayaan Tahun Baru China, yang turut disinggung pula diberi panggung.


Aksinya tersaji variatif, mulai dari aksi kejar-kejaran hingga baku tembak yang melibatkan jetski dalam hamparan sungai pula air terjun, yang disusun sedemikian rapi, meski dibeberapa adegan kentara terlihat kasar, sebutlah pemakaian CGI yang diterapkan pada singa artifisial. Pun, beberapa gelaran tampil begitu masif, yang rasanya sulit untuk berpaling pada layar.


Bukan tanpa cela, Vanguard sendiri banyak meninggalkan tanya, salah satunya terkait misi utama Vanguard yang enggan membantu para klien yang serakah, itu dilantangkan secara vokal dalam salah satu adegan, yang jika ditilik ulang amat bermasalah dengan apa yang sedang diperjuangkan. Pun, elemen terkait senjata pemusnah massal, tak lebih dari sekedar pernak-pernik yang kedalamannya sebatas tempelan dan gampang terlupakan.


Paruh ketiganya mungkin yang paling lemah, mengingat aksi sebelumnya yang tampil lebih mewah. Namun, ini bukanlah sebuah permasalahan mengingat tujuan utama Vanguard adalah memberikan hiburan di waktu luang dan senggang. Untuk urusan itu, Vanguard tampil tepat sasaran, sekaligus kembali membuktikan bahwa persona Jackie Chan sukar untuk luntur, menyusul setelahnya adalah pendatang baru, Yang Yang, yang setelah ini, kiprahnya dalam dunia perfilman akan melesat, sama halnya dengan Mi Ya sebagai Miya Muqi, satu-satunya anggota perempuan dalam Vanguard, yang penampilannya sempurna memancarkan aura femme fatale.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar