Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

KUTUK (2019)

Kutuk adalah film yang memasang nama Shandy Aulia sebanyak tiga kali, yakni produser, penulis dan pemain. Pasca bermain di delapan film horor, Shandy memantapkan diri untuk menjadi seorang penulis naskah yang ia pelajari dari film sebelumnya-yang kemudian menghasilkan sebuah sajian cerita yang memang benar-benar sangat terkutuk.


Plotnya sendiri berkisah mengenai Maya (Shandy Aulia) yang memutuskan untuk bekerja menjadi seorang perawat para lansia di sebuah panti jompo milik Elena (Alice Norin). Di hari pertama bekerja, Maya sudah diganggu penampakan hantu yang mengganggu, belum lagi ia harus menghadapi sikap Gendhis (Vitta Mariana) yan judes terhadapnya. Penokohan Gendhis tak lebih dari sekedar tokoh antagonis khas sinetron yang menyebalkan, bukan berarti ia berhasil membuat penonton benci terhadapnya, melainkan keputusan menjadikannya antagonis yang kerap melontarkan nada tidak suka secara gamblang.


Bersama Fajar Umbara (Ikut Aku Ke Neraka, Sabrina, Mata Batin) Shandy menulis naskah Kutuk dengan penuh kemalasan, keputusan untuk mengurangi jumpscare bukan berarti membangun penceritaan-melainkan menciptakan sebuah kekosongan-yang teramat melelahkan-akibat adegan hanya berisikan obrolan yang membosankan. Shandy dan Fajar seolah ingin memasang mode santai dan seketika menghadirkan sebuah kejutan-yang berakhir pada sebuah kegagalan.


Keputusan untuk menciptakan sebuah twist dilakukan, yang mana seketika menyelesaikan sebuah penceritaan dengan sekejap mata. Bukan masalah jika ingin menampilkan sebuah twist, namun, Kutuk bak lupa bahwa dalam menciptakan sebuah plot twist dibutuhkan sebuah plot sebagai penghubung. Fajar dan Shandy memang keliru, alih-alih menciptakan sebuah plot twist, ia malah memunculkan sebuah twist plot.


Meskipun demikian, penuytradaraan Rudi Aryanto (Surat Cinta Untuk Starla The Movie, The Way I Love You) masih terasa, itu terbukti kala Rudi membungkus sebuah jumpscare berbasis keheningan-yang seketika mengantarkannya pada sebuah ketepatan timing sempurna guna menyalurkan sebuah ketakutan. Sayang, itu hanya tampil sebagai sempilan, Rudi tak lantas bisa menyelamatkan Kutuk dari sebuah kebobrokan dan lubang tanya menganga.


Ya, di samping terasa kosong dalam penceritaan, Kutuk membuat saya bertanya-tanya terhadap setting tempat-nya yang menyiratkan nuansa 90-an, namun, di dalamnya terdapat sebuah kata kekinian seperti kata “nyinir” di dalamnya. Pun, keberadaan karakternya patut untuk dipertanyakan keterlibatannya, misalnya karakter Reno (Bryan Mckenzie) dan dokter Sean (Stuart Collin) yang keberadaanya hanya sebatas melengkapi dengan sebuah motivasi ujug-ujug miliknya. 


Menuju konklusi, Kutuk menyentuh ranah horror-slasher dengan tambahan gore tanggung miliknya. Ini tak lantas menciptakan sebuah kesenangan maupun menyulut perasaan-yang kemudian menghasilkan sebuah kekhawatiran. Lagi-lagi intensi terkait twist-nya mengganggu pikiran saya dengan setumpuk pertanyaan: Apa motivasi sang hantu menyakiti Maya jikalau bukan ia tujuannya? Semuanya dijawab atas dasar karena harus Maya yang menjadi media. Selebihnya, tentu anda dengan cepat dapat menebak bahwa orang yang sebenarnya terlihat baik rupanya ........ 


SCORE : 1.5/5

Posting Komentar

0 Komentar