Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

RUQYAH: THE EXORCISM (2017)

Ruqyah: The Exorcism menggunakan pakem yang sering kita temui dari film yang mengangkat exorcism sebagai tumpuan film, tak jauh beda dengan apa yang di lakukan oleh The Conjuring maupun The Exorcist, bedanya ini menggunakan metode ruqyah, yang mana kita kenal sebagai sebuah metode pengusiran entitas jahat dalam agama Islam. Jose Poernomo yang menukangi film ini, yang mana Jose bukanlah sutradara film horor kemarin sore, berbekal pengalaman yang pernah ia emban selama menggarap film horor, Ruqyah: The Exorcism mungkin harus berada jauh di bawah film garapannya sebelumnya, kala image film horor yang ia usung berubah menjadi sebuah sajian penyulut tawa ketimbang penyulut rasa takut.

Bukan tanpa alasan saya menyebut film ini sebagai penyulut tawa, setidaknya saya dan mungkin anda yang sudah menonton film ini tak sanggup menahan tawa kala melihat Asha (Celine Evangelista) kesurupan roh jahat dan kemudian memanjat tembok layaknya perlombaan pinjat pinang ataupun Bruce Wayne di film Batman Begins yang kala itu tengah di ruqyah oleh Mahisa (Evan Sanders) seorang wartawan yang entah asalnya dari mana, sedari opening bergulir ia merekam suara di hutan kemudian bertemu dengan Asha seorang aktris yang kemudian mengalami keluhan terkait jiwanya yang berasa tak beres, terlebih kala ia kepanasan ketika mengambil air wudhu.

Pertemanan Asha dan Mahisa terlampau sangat singkat, hanya karena Mahisa mengembalikan dompet serta handphone Asha yang ketinggalan yang kemudian menjadi partner bicara sekaligus penolong. Sulit untuk menemukan chemistry yang klop di antara mereka. Durasi berjalan secara generik dimana Mahisa mulai mencari tahu apa yang terjadi dengan Asha yang kemudian di temukan bahwa Asha di tanami jin supaya karir dan juga kekayaan melesat. Tak ada elaborasi lebih dalam terkait hal yang melatar belakangi hal itu selain sebagai jalan guna cerita demi cerita bergulir.

Ruqyah: The Exorcism memang menggunakan formula yang generik, dan saya tak menyalahi keputusan akan hal itu, melainkan penggunaan judul ruqyah itu sendiri yang hanya sebatas tempelan belaka, sebagai jalan serta cara untuk mengakhiri konklusi bukan mengenai elaborasi terkait apa yang di alami Asha, selain kita hanya di suguhi Asha yang kerap kesurupan dan tenggelam dalam halusinasi, sementara Mahisa unjuk gigi membacakan lantunan ayat suci Al-Qur'an ketimbang membawa Asha langsung kepada Kiai.

Kebodohan naskah garapan Jose Poernomo dan Baskoro Adi Wuryanto jelas tak kepalang, mulai dari dialog yang terdengar ajaib bin aneh, adegan pun demikian, seperti ketika Mahisa membawa Asha ke sebuah rumah kosong daripada keputusan akhir yang di tampilkan konklusi membawanya pada seorang Kiai (Alfie Affandy). Setidaknya penonton di ajak terlebih dahulu menyaksikan ekspresi Evan Sanders kala membaca istighfar yang begitu datar serta make up ajaib serta bulu mata lentik dari Celine Evangelista yang bak make up permanen, bahkan air wudhu pun tak mampu menghapus tata rias tersebut.

Ada niatan untuk membuat jump scare terasa efektif dan creepy namun ini adalah film exorcism maka di buat sebanyak mungkin-lah adegan tersebut, setidaknya itu yang ada di pikiran Jose Poernomo yang justru menenggelamkan kemampuannya dalam membuat film horor dan menyulapnya menjadi sajian film horor dengan rasa tawa yang sulit di bendung, ketimbang ketakutan yang harusnya muncul.

SCORE : 1.5/5

Posting Komentar

0 Komentar