Sengkolo: Malam Satu Suro menandai seorang Hanny R, Saputra kembali menggarap horror setelah terakhir menangani Pesugihan: Bersekutu Dengan Iblis (2023) yang memiliki kualitas luar binasa itu. Setali tiga uang dengan judul tersebut, Sengkolo: Malam Satu Suro yang memiliki judul awal Sengkolo: Pemandi Mayit pun menambahkan unsur serupa yang sudah mulai usang seiring berkembangnya horror lokal arus utama.
Dalam istilah Jawa, sengkolo berarti sebuah entitas negatif yang berkelian di malam satu suro dan mengincar orang dengan weton tertentu. Dalam filmnya sendiri, hal tersebut hanya dituliskan melalui prolog tanpa adanya sebuah penjelasan mumpuni yang berkaitan langsung dengan filmnya, sungguh sebuah kecurangan yang sukar dimaafkan.
Lagi pula para pembuatnya pun tak memiliki niat untuk menghasilkan sebuah eksplorasi mendalam selain didasari kebutuhan finansial. Apa yang judulnya tawarkan sebatas angin lalu di permukaan yang tak kunjung memberikan sebuah kejelasan selain menggantikan semuanya dengan parade jump scare serampangan lengkap dengan scoring yang berpotensi memecahkan gendang telinga.
Kisahnya sendiri mengenai Ibrahim (Donny Alamsyah), seorang pemandi jenazah yang begitu terpukul pasca kematian istri dan anaknya. Silahkan saksikan sendiri bagaimana pembuatnya menampilkan adegan kematian keluarga Ibrahim, yang alih-alih menyeramkan malah mengundang tawa menjengkelkan.
Setahun berselang, warga dihebohkan dengan kematian keluarga kaya raya yang tewas mengenaskan. Naskah yang ditulis oleh Maruska Bath (Kurban: Budak Iblis) memang mempunyai tabiat mulia supaya karakter Ibrahim berkembang dengan kembali memandikan jenazah atas permintaan Pak Kades (Fauzan Nasrul) yang sedikit memaksa (dan menyimpan motivasi serta keputusan yang melukai logika dengan penulisan yang luar binasa). Dari sinilah, Sengkolo: Malam Satu Suro berubah judul menjadi kompilasi jump scare di malam satu suro.
Harus diakui, sebelum salah kaprah dan akhirnya salah arah, eksekusi yang dilakukan Hanny R. Saputra di paruh awal filmnya tergolong cukup baik dan rapi. Secercah harapan setidaknya muncul, meski apa yang ditawarkan setelahnya bak sebuah usaha terjun bebas dengan pengadeganan kental nuansa horor 2010-ish.
Beberapa diantaranya tampil efektif, ketika Hanny ternyata bereksplorasi memainkan ketegangan dengan mengedepankan suara hewan serta bunyi gelang kaki. Namun, di sisi lain, Hanny terlalu percaya diri dan akhirnya melakukan sebuah repetisi yang menurutnya adalah sebuah potensi yang harus senantiasa digali.
Beruntung, Sengkolo: Malam Satu Suro memiliki Donny Alamsyah yang mampu berdiri tegak dengan menghadirkan performa yang sebagaimana mestinya. Sang aktor berdiri tegak di tengah rapuhnya eksekusi serta tipisnya narasi yang menghambat keseluruhan potensi dalam balutan parade usang serta celetukan tak karuan.
Menjelang konklusi, Sengkolo: Malam Satu Suro masih saja dipenuhi penyakit film horror terbelakang yang lebih mengandalkan twist ketimbang penceritaan. Sungguh sebuah twist yang mencurangi penonton sekaligus menciderai logika dengan sebuah fakta yang belum sejatinya tersibak. Lantas, apa gunanya membangun dan menghadirkan sebuah cerita jika pada akhirnya berkata sebaliknya? Oh, God. I need panadol right now.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar