Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

TITISAN SETAN (2018)

Titisan Setan selaku film pertama dari rumah produksi Intercept Film adalah bukti nyata sebuah karya yang hanya mengikuti tren horor belakangan tanpa memenuhi standarisasi naskah yang sejatinya di abaikan demi mengeruk pundi-pundi finansial. Jangan terkejut jika ceritanya sendiri tak lebih tipis dan layak disandingan dengan cerita FTV, malahan cerita FTV lebih berkelas daripada cerita Titisan Setan ini yang penuh dengan lubang logika pula setumpuk pertanyaan menganga.



Mengenai Melissa (Wendy Wilson) yang terpaksa berbohong kepada sang nenek (Muthia Datau) demi menghabiskan waktu bersama Bara (Baim Wong) sang kekasih yang mengajaknya liburan. Seperti kebanyakan film horor klasik, tentu akan ada sebuah adegan mobil mogok yang mengharuskan mereka menginap di suatu tempat. Dan di sini, villa milik sang ayah dari Bara adalah tempatnya. Tempat di mana teror hantu berlangsung pula sebuah niatan jahat terselubung.


Menonton Titisan Setan adalah sebuah pekerjaan yang melelahkan. Itu impresi pertama saya kala berhasil keluar dari jerat keburukan durasi 76 menit yang berasa 3 kali lipat. Sedari awal durasi, kita diperlihatkan seorang ibu yang diperankan oleh Diah Permatasari yang tengah menggendong seorang bayi, naas, nasib sang ibu meninggal begitu saja. Tanpa sebuah pen jelasan terkait kematian sang ibu, kita di bawa ke masa sekarang di mana para karakternya merencanakan sebuah liburan. Dari sini saja, Titisan Setan sudah melabeli dirinya sebagai sebuah horor lokal berkualitas jongkok.


Pun, mengenai sang hantu yang luar biasa mengganggu dengan penampilan yang tak menyeramkan sudah di tampilkan sedari awal durasi. Ini mengurangi sebuah esensi filmnya yang tak lagi memberikan sebuah kejutan tersendiri. Sutradara debutan, Agusti Tanjung (sebelumnya pernah menjadi asisten sutradara film Mall Klender dan The Doll 2) belum piawai bagaimana menjalin deretan jumpscare-yang akhirnya tampil dengan begitu buruk-kala deretan musik berisik turut menghentak menemani penampakan yang luar biasa menggelikan.


Keburukan dalam eksekusi turut diperparah dengan tangkapan kamera yang sengaja diperlambat, membawa penonton melihat sudut demi sudut ruangan tanpa ada sebuah urgensi terkait pengadeganan. Untuk apa memperlambat laju kamera kalau tak memiliki arti sekalipun? Tentu, demi mengulur durasi pula menutupi sebuah kebingungan eksekusi.


Seperti yang telah saya singgung sebelumnya. Titisan Setan yang naskahnya ditulis oleh Misaini Indra menyimpan setumpuk kebingungan terhadap guliran pondasi utamanya. Misalnya mengenai motivasi sang hantu yang tak jelas, saya paham niatanya adalah “melindungi” sang anak-yang justru patut dipertanyakan kembali maksudnya.


Itulah mengapa karakter teman Melissa dan Bara, Gaby (Aliyah Faizah) dan sang kekasih, Angga (Igor Saykoji) hanya sebatas daging bernyawa yang siap menjadi korban. Bermodalkan konflik kecil khas sinetron, Gaby dan Angga tak lebih memiliki urgensi lebih selain sebagai sumber kekesalan Bara pula Melissa. Pun, saya memilih untuk bungkam terkait karakterisasi yang dimiliki karakternya yang begitu dangkal.


Kekesalan lain turut hadir kala Agusti Tanjung yang turut membawa filmnya menyentuh ranah gore-yang nyaris tak memiliki taji. Itu bermuara kala sebuah adegan menampilkan banjir darah lewat sebuah sebab yang klise, sebatas terlempar ke lantai-yang menghasilkan tiga ember darah dengan durasi yang tak seberapa lama. Ini membuktikan bahwa Titisan Setan tak lebih dari sekedar horor yang hanya sebatas memenuhi durasi, tanpa sebuah bobot berisi di ranah penceritaan. Ngomong-ngomong, adegan intim yang nanggung itu benar-benar dipaksakan, apalagi pakai unsur BDSM segala lagi. Hadeuh...


SCORE : 0.5/5

Posting Komentar

0 Komentar