Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

I, TONYA (2017)


Dari judulnya saja kita sudah dapat menilai bahwa ini adalah sebuah flm biografi dengan fokus utama karakter Tonya Harding, Itu memang benar nyatanya penonton di bawa untuk melihat serta mengenal sang titular charachter di film ini, Tonya Harding, seorang atlet figure skating yang begitu terkenal karena nama buruknya ketimbang prestasi luar biasa yang ia miliki. Bukannya malah ikut menjustifikasi karakter utama terhadap tingkah buruknya, sutradara Craig Gillespie (Lars and the Real Girl) justru mengajak penonton untuk mengerti tentang keadaannya dan kemudian memanusiakannya.

Tonya Harding (Margot Robbie) seorang atlet skating yang memang sedari kecil tertari akan dunia tersebut, perjalanan hidupnya kemudian mengantarkannya pada ajang demi ajang olimpiade. Latihan yang rutin ia lakukan, bahkan ia sendiri adalah tokoh yang mandiri, hal itu dapat kita lihat kala ia menjahit pakaiannya. Hal itu tak lepas dari kehadiran sang ibu, LaVona Golden (Allison Janney) yang mengurus biaya untuk latihan lebih giat, bahkan memberhentikan Tonya untuk sekolah. LaVona memang ibu yang tahu tentang bakat anaknya, dan atas dasar itu ia terus mem-push Tonya, namun bukanlah semangat yang ia berikan, melainkan berupa tamparan dan siksaan.


Dari sinopsis yang telah saya bubuhkan diatas, kita tahu bahwa Tonya memang karakter yang tersakiti dan itu berpotensi tampil untuk mengharu biru, namun beda dengan Gillespie yang sedari awal menghindari filmnya untuk tampil bak tearjerker penguras air mata penonton. Lewat karakternya itu, Gillespie membawa penonton untuk lebih dekat mengenal Tonya dan kemudian bersimpati dan memberikan empati terhadapnya. Rangkaian kejadian yang dialami Tonya mulai dari ia menerima tingkah abusive sang ibu atas dasar dukungannya yang menjadikan Tonya tampil gemilang di arena skating hingga kala Tonya menikah dengan Jeff (Sebastian Stan) di sajikan begitu padat oleh sang sutradara, meski urung untuk lebih mengenal karakterisasi terhadap karakternya, kecuali tingkah sang ibu yang dijabarkan secara eksplisit.


Yang saya suka dari cara Gillespie disini adalah kejeliannya dalam merangkum cerita, memang sekilas tampil episodik namun itu semua terasa efektif membangun sebuah pondasi cerita. Keterlibatan Tonya dalam kasus penganiayaan terhadap rivalnya, Nancy Kerrigan (Caitlin Carver) ditengah dukungan masyarakat Amerika terhadap Triple Axel (gerakan super sulit daam skating, dan hanya bisa dilakukan oleh Tonya) membuat tensi cerita naik. Karaterisasi di bangun lebih dalam serta pergolokan batin Tonya kian di koyak, menjadikannya sebagai buruan para media karena tingkah buruknya ketimbang prestasi gemilangnya. Margot Robbie berperan besar dalam hal ini, dan itu berhasil ia tampilkan begitu memukau baik secara gestur maupun dialog.


Naskah Steven Rogers turut berjasa memfasilitasi kejadian itu, lontaran dialog yang memang terdengar kasar membantu karakter menunjukan keadaan hatinya. Bukan bak tempelan belaka, dialog itu turut bertransformasi dalam mengejawantahkan keadaan karakter yang memang dikuasai obsesi dan amarah. Begitu pula yang terjadi pada sang ibu, LaVona kita tak tahu jelas apakah tindakan itu sebagai bukti cinta terhadap sang anak atau justru sebaliknya, begitu pula yang dilakukan oleh Jeff, sang suami yang tempramen yang bisa saja memukul Tonya kala ia bersikap tak seperti yang diinginkannya.


Sinematografi Nicolas Karakatsanis turut berjasa membangun tempat, ditemani gubahan musik dari Peter Nashel yang menggelegar kala sekuen drama sesekali tampil menyeruak.Opening ala mockumentary yang Gillespie lakukan sedari awal yang mengambil rentang dua dekade sebelum kejadian. Tak hanya dari Tonya, Jeff, dan Lavona, tapi pelatih Diane Rawlinson (Julianne Nicholson), tukang pukul Shawn Eckhardt (Paul Walter Hauser), sampai reporter tabloid “Hard Copy" (Bobby Cannavale) yang menjadikan kisah Tonya sebagai sensasi nasional, juga mendapat kesempatan untuk angkat bicara. 


I, Tonya merupakan sebuah sajian biografi yang bukan hanya sekedar membawa penonton untuk mengenal kemudian memberikan simpati terhadapnya. Gillespie menyajikannya begitu efektif dari segala aspek, salah satunya membiarkan karakter berbicara lewat kamera yang seolah menyorot dan berbicara langsung pada penonton. Tonya merupakan sebuah manifestasi dari obsesi "American Dream" yang berusaha keras tampil menggapai ranah popularitas yang kemudian ambruk begitu saja. Bukan berarti tampil tanpa taji itu membuatnya perlahan menyadari serta menerima keputusan akan hidup yang kian harus dijalani, mesi itu semua tak seperti yang ia inginkan.


SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar