Sudah
sering banyak teman sekaligus para pembaca setia grup ini bilang kepada
saya "ngapain nonton film beginian?" lontaran kalimat itu sering saya
balas dengan emoticon smile sembari membubuhkan kalimat "Siapa tahu
kualitasnya oke, dan kalaupun jauh dari ekspetasi setidaknya asupan gizi
menonton saya seimbang". Begitulah respon saya kala menikmati film
sejenis 12:06 Rumah Kucing yang secara
judul saja terdengar menggelikan. Sehingga tak heran jika seusai
menonton pun perasaan saya campur aduk antara senyum melihat polesan
make up hantu yang jauh lebih lucu dari badut pasar malam, dan yang
terlebih menusuk adalah secara kualitas yang jauh dari kesan meh
seklipun.
Izinkanlah saya untuk mengutip sinopsis dari laman
Wikipedia, karena saya takut tak bisa konsentrasi menceritakan film ini
yang membuat saya lepas kendali, tak ingin berlarut dalam rasa meh
ataupun tenggelam dalam tawa yang berlebihan, karena kata Opah Upin
serta Ipin, yang berlebihan itu sangatlah tak baik dan tak elok untuk
di pandang. "Sejak lantai gudang terbelah secara misterius pada 12.06,
mulai bermunculan kejadian aneh dan menakutkan yang dialami keluarga
Randy (Adi Nugroho) dan Rosa (Masayu Anastasia). Kehadiran beberapa ekor
kucing membuka kisah tragis masa lalu dan membangkitkan arwah Sally,
yang meninggal dunia secara tidak wajar. Semula Randy tidak percaya pada
cerita-cerita seram yang menakutkan yang dialami istri dan
anak-anaknya, Rasti (Cathy Fakandi) dan Radit (Endy Arfian). Sampai
kemudian Rasti pelan-pelan dirasuki oleh arwah Sally. Ketika Rasti mulai
bertingkah aneh, Radit berusaha mencari tahu cerita rumah mereka kepada
penghuni terdahulu, Adelia (Michella Adlen). Ternyata keluarga Adelia
dulunya sering mengalami gangguan dari mahluk halus dan menyebabkan
suaminya (Christian Loho) menderita cacat. Atas saran Adelia, Radit
memanggil Kyai Rahman untuk menolong keluarganya".
Dari
sinopsis yang sangat lengkap itu, kita tahu pola generik kerap
diterapkan oleh Chiska Doppert berdasarkan naskah hasil olahan Hotnidah
Harahap. 12:06 Rumah Kucing memang mengunakan formula klasik, eksekusi
generik, dan satu lagi, kurang banyak kucing, selain sebagai bahan sub
judul serta penerapan terkait kejadian masa lalu yang menggelikan
sekaligus tak masuk secara logika. Kita tahu kucing adalah hewan yang
imut, lucu dan menggemaskan, dan sebagian masyarakat beranggapan bahwa
kucing adalah hewan mistis. Dan anehnya disini adalah penggunaan
"Kucing" jelas minim elaborasi, dan yang tampil hanyalah aksi hantu yang
lebih lucu daripada badut pasar malam hingga adegan demi adegan yang
lebih menggelikan, seperti kala Rasti yang kerasukan dengan cara jatuh
ke empang.
Penggarapan Chiska memang terhitung cukup rapi,
namun masalahnya disini bukanlah terkait rapinya penggarapan. Melainkan
keabsahan terkait logika. Saya setuju dengan Agnes Monica, memang cinta
kadang-kadang tak ada logika, namun ini film, film jelas menggunakan
logika, terlebih ini adalah film horor. Mungkin saya akan sedikit
memaafkan jika film 12:06 Rumah Kucing memasang tagline "Tolong
tinggalkan logika anda saat menonton" atau dengan disclaimer seperti
"Film ini memang tak perlu memerlukan logika, cukup nikmati filmnya dan
bersenang-senanglah dengan hantu yang lebih cute dan imut daripada badut
pasar malam." Namun itu pun tak nampak di poster maupun opening film.
Memang naskah tak perlu dibutuhkan jika membuat penonton takut mampu
teratasi ataupun cakapnya sang sutradara membangun nuansa kengerian dan
hantu yang sering tampil menakutkan suasana. Anggapan salah yang sering
dilakukan oleh pikiran sutradara juga penonton awam itu kerap terjadi
bahkan tumpah ruah dalam film ini, tak perlu cerita yang mumpuni, tak
perlu atmosfer kengerian, cukup sering lakukan penampakan yang telah
bocor semuanya di trailer. Alih-alih menakutkan, saya justru tergelak
bahkan ingin sekali melempari penampakan hantu itu dengan segelas air,
jelas menggelikan, dan tak masuk logika. Begitupun dengan para cast yang
urung untuk terkoneksi langsung dengan penonton. Alhasil 12:06 Rumah
Kucing adalah film dengan rasa tawa yang membuat anda kelebihan tawa
bahkan berujung overdosis melebihi overdosis obat akibat tak adanya
esensi terkait film, terlebih mengenai logika. Sudahlah, saya ingin
Karaoke bareng Agnes Monica.
SCORE : 0.5/5
0 Komentar