Setelah hancur akibat perang, kota Chichago di tahun 2164 sudah terbagi menjadi lima bagian. Mereka dikenal dengan sebuah faksi, ada kaum AMITY yang benci peperangan dan bekerja sebagai petani, ERUDITE berisikan kaum cerdas yang benci ketidaktahuan dan berperan dalam pendidikan, CONDOR yang benci terhadap kepalsuan namun cinta kejujuran dan berperan dalam bidang hukum, ABNEGATION yang tidak egois dan membantu sesama serta berperan di lingkup kepemimpinan pada pemerintahan, dan yang terakhir DAUNTLESS, mereka yang benci rasa takut yang mengambil kendali pada sistem keamanan. Bagi mereka yang beranjak dewasa diberikan kesempatan untuk memenuhi sekalipun niatnya mungkin akan dilabeli sebagai pengkhianat oleh faksi mereka.
Itu yang dialami oleh Tris (Shailane Woodley) perempuan asal Abnegation yang memilih untuk masuk Dauntless, sama seperti yang dilakukan oleh abangnya Caleb Prior (Ansel Elgort) yang menyebrang ke Erudite, yang menjadi masalah adalah bukan karena tekanan keji dari Eric (Jai Courtney) ataupun persaingan dan bantuan dari orang yang baru ia kenal, seperti Peter (Miles Teller), Christina (Zoe Kravitz) ataupun Tobias "Four" Eaton (Theo James) melainkan status Tris yang seorang DIVERGENT, sebuah kelainan langka dimana seseorang memiliki kemampuan lebih dari satu faksi, sosok yang bukannya menjadi sesuatu yang istimewa, namun justru berbahaya dan harus dimusnahkan.
Melihat Divergent, seolah melihat materi penggabungan Harry Potter, Twilight dan The Hunger Games. Ya, memang tak dapat dipungkiri, susah untuk mengatakan film ini memberikan sebuah sajian yang berbeda di tengah maraknya film bergenre adaptasi young adult dengan sentuhan dystopian.
Sebenarnya novel karya Veronica Roth ini mempunyai peluang besar untuk film ini, namun Neil Burger rupanya berlarut-larut dalam egonya menciptakan sebuah sajian young adult dengan polesan dystopian yang menurutnya keren, namun ego tersebut hanya berlarut dan berdampak bagi film ini.
Memang plot cerita sangat menarik untuk di tonton, namun Burger sepertinya kurang memanfaatkan sektor yang ada, dan malah mengada-ada dalam filmnya. Memang sangat disayangkan, tapi apa daya, nasi sudah menjadi bubur.
Yang membuat film ini sedemikian mengganggu adalah kesalahan Burger yang terlalu lama menempatkan film ini diparuh pertama, sehingga menyebabkan film ini harus menelan ludah. Ya, memang kesalahan Burger ini berpengaruh, film ini terasa dipaksa dan ditutup dengan kesimpulan yang dikemas secara klise dan sedikit terburu-buru.
Apakah film ini seburuk itukah? Tidak, ya mungkin jawabannya film ini tidak terlalu buruk dan sulit untuk dibilang bagus. Yang saya suka dari film ini, adalah permainanan pikiran (inception) yang dilakukan Tris dan juga pergolakan batin Tris dan Four yang mencari jalan keluar, meski pemberontakan yang dilakukan terlalu lembut, kurang bergairah dan sedikit monoton.
Overall, Divergent karya Neil Burger, mungkin tidak selezat Burger, sajian young adult dystopian yang terlalu lama diparuh awal dan ditutup dengan kesimpulan yang dikemas secara klise dan sedikit terburu-buru.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar